Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tantangan Dakwah Kontemporer

Dakwah
Hiburan yang Variatif Menjadi Tantangan Dakwah Kontemporer


Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com

Tafsir Tarbawi Surat al-Jumu’ah [62]: 11

وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (11)

Dan ketika mereka melihat perdagangan dan permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan membiarkanmu berdiri (khutbah). Katakanlah: ‘Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan; dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki (Q.S. al-Jumu’ah [62]: 11).

Asbab al-Nuzul: Pada waktu musim krisis dan kenaikan harga, datanglah kafilah dagang dengan membawa komoditi berupa makanan pokok yang diobral dengan harga murah. Saat itu, para shahabat sedang menyimak khutbah Jum’at Rasulullah SAW. Lalu mereka bergegas menuju kafilah tersebut, dan hanya tersisa 8 atau 12 orang yang menyimak khutbah.

وَإِذَا

Dan ketika

Kata idza (ketika) digunakan al-Qur’an dalam konteks makna “pasti”. Jadi, redaksi ini mengisyaratkan bahwa peristiwa yang disebutkan sesudahnya, pasti sudah atau akan terjadi. Bahkan sekarang pun, kita dapat melihat secara langsung maupun tidak langsung, fenomena yang menjadi Asbab al-Nuzul ayat ini.
رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا

Mereka melihat perdagangan dan permainan.

Tampaknya, ada dua hal yang seringkali menjadi penghalang atau setidaknya pemecah konsentrasi umat muslim terhadap aktivitas keagamaan, yaitu perdagangan (simbol perekonomian) dan permainan (simbol hiburan). Faktanya memang demikian. Pekerjaan seringkali dijadikan alibi untuk mengabaikan, bahkan meninggalkan kewajiban agama. Demikian halnya, banyak orang yang “senang hati” meninggalkan kewajiban agama, demi menikmati hiburan, seperti film, game, sepakbola, dan konser musik.

انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا

Mereka bubar untuk menuju kepadanya dan membiarkanmu berdiri (khutbah).

Ayat ini mengisyaratkan antusiasme umat muslim terhadap aktivitas ekonomi dan hiburan, melampaui aktivitas keagamaan. Misalnya, seandainya ada pengajian yang dihadiri da’i kaliber nasional, namun pada waktu yang sama, ada toko yang memberi diskon besar-besaran atau ada konser musik yang digandrungi masyarakat, hampir pasti lebih banyak orang yang memilih pergi ke toko atau ke tempat konser tersebut, alih-alih mengikuti pengajian.

Contoh lain terlihat waktu jelang lebaran Idul Fitri, di mana mayoritas umat muslim lebih banyak mengisi pasar, butik, toko atau mall; dibandingkan meramaikan mushalla atau masjid.

قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ

Katakanlah: ‘Apa yang di sisi Allah lebih baik’.

Pahala aktivitas keagamaan di sisi Allah SWT, lebih baik daripada kenikmatan hiburan dan manfaat perdagangan. Relevan dengan Hadis:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Dua rakaat (sebelum) Shubuh, lebih baik daripada dunia dan seisinya (H.R. Muslim).

Argumentasinya, manfaat duniawi bersifat fana atau sementara, sedangkan manfaat ukhrawi bersifat abadi atau lama (Q.S. al-Nahl [16]: 96).

مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ

Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang di sisi Allah akan tetap abadi (Q.S. al-Nahl [16]: 96).

Misalnya, kelezatan makanan hanya dirasakan saat di mulut dan tenggorokan; setelah itu tidak jarang malah mendatangkan masalah kesehatan. Sebaliknya, manfaat mendengar khutbah Jum’at bersifat abadi (pahala) atau lama (ilmu yang dijadikan panduan sehari-hari).

مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ
Dari permainan dan perdagangan.

Redaksi ini terbalik jika dibandingkan redaksi sebelumnya, “mereka melihat perdagangan atau permainan”. Hikmahnya, saat musim krisis (miskin) sebagaimana Asbab al-Nuzul ayat ini, orang lebih mengutamakan ekonomi dibanding hiburan; namun saat musim sejahtera (kaya), orang lebih mengutamakan hiburan dibanding ekonomi. Jadi, apapun kondisi yang meliputi umat muslim, miskin atau kaya, aktivitas keagamaan lebih baik daripada hiburan dan ekonomi.

وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (11)

Dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki.

Terkait rezeki duniawi (semisal harta), Allah SWT menganugerahkan kepada orang yang taat maupun durhaka; sedangkan rezeki ukhrawi (semisal pahala), hanya dianugerahkan kepada orang yang taat saja. Jadi, belum tentu orang yang ekonominya lebih mapan dan hiburannya lebih banyak, rezeki ukhrawinya lebih baik daripada orang yang ekonominya lebih rendah dan hiburannya lebih sedikit.

Doa yang dapat dibaca waktu hari Jum’at agar diberi ketaatan beragama sekaligus kesejahteraan ekonomi adalah:

اَللَّهُمَّ أَغْنِنِيْ بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ، وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Ya Allah, mohon Engkau cukupi aku dengan (rezeki) halal-Mu, (jauh) dari (rezeki) haram-Mu; dengan kataatan kepada-Mu, (jauh) dari kemaksiatan kepada-Mu; dan dengan anugerah-Mu, (bukan) dari siapapun selain-Mu.

Barangsiapa membaca doa ini sebanyak 70 kali, maka tidak sampai dua pekan, dia sudah diberi kemapanan oleh Allah SWT (H.R. Ahmad). Wallahu A’lam bi al-Shawab.

Gunung Rejo, 16 Februari 2018



Posting Komentar untuk "Tantangan Dakwah Kontemporer"