Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tafsir Tarbawi Surat al-Waqi'ah

PUSPARAGAM REZEKI

Tafsir Tarbawi Surat al-Waqi’ah [56]: 1-96

Surat al-Waqi'ah
Surat al-Waqi'ah sebagai Living Qur'an. Sumber foto pinterest.com.

Keutamaan Surat al-Waqi'ah

Banyak riwayat Hadis yang menghubungkan Surat al-Waqi’ah dengan rezeki. Misalnya, “Barangsiapa membaca Surat al-Waqi’ah setiap malam, maka dia tidak akan tertimpa kemiskinan selamanya” (H.R. Abu Ya’la). “Surat al-Waqi’ah adalah Surat Kekayaan (Surat al-Ghina), maka bacalah dan ajarkanlah kepada anak-anak kalian” atau “Ajarkanlah Surat al-Waqi’ah kepada istri-istri kalian, sesungguhnya ia adalah Surat Kekayaan” (H.R. al-Dailami). Oleh sebab itu, banyak umat muslim rajin membaca Surat al-Waqi’ah, yang salah satu motivasinya adalah “mengundang datangnya rezeki yang melimpah”. Uniknya, satu-satunya ayat dalam Surat al-Waqi’ah yang memuat kata rezeki, jsutru menjelaskan bahwa manusia mendustakan rezeki yang dianugerahkan Allah SWT (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 82).

Surat al-Waqi’ah menjelaskan pusparagam rezeki yang dapat diperoleh manusia, baik rezeki duniawi maupun ukhrawi. Dari keduanya, rezeki yang paling dibutuhkan manusia adalah rezeki ukhrawi, karena berlaku untuk selamanya; berbeda halnya dengan rezeki duniawi yang hanya sementara.

Rezeki Ukhrawi

Surat al-Waqi’ah [56]: 7-10 menjelaskan bahwa rezeki yang utama saat di akhirat adalah tergolong sebagai al-Sabiqun (“juara”) atau Ashhab al-Maimanah (“lulus”); dan terhindar dari golongan Ashhab al-Masy’amah (“gagal”). Perbedaan status, berimplikasi pada perbedaan fasilitas rezeki ukhrawi yang diterima seseorang. Misalnya, al-Sabiqun mendapat fasilitas tempat tinggal yang sangat nyaman, pelayan yang sigap, aneka minuman yang nikmat dan tanpa efek samping, buah-buahan dan daging sesuai selera, bidadari yang mempesona dan suasana yang penuh kedamaian, tanpa polusi suara (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 10-26). Sedangkan Ashhab al-Maimanah atau Ashhab al-Yamin mendapat fasilitas tempat tinggal yang luas, minuman dan buah-buahan yang melimpah, tempat tidur yang nyaman dan “gadis-gadis” bidadari yang penuh cinta (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 27-40). 

Adapun Ashhab al-Masy’amah atau Ashhab al-Syimal, mereka tinggal di tempat yang udara dan airnya sama-sama panas, plus disesaki kepulan asap (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 41-44). Uniknya, justru golongan ini yang menikmati kemewahan hidup di dunia, namun terus menerus melakukan dosa besar, tanpa peduli terhadap kematian. Hidup mereka penuh kesesatan dan kedustaan (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 45-51). Sebagai balasannya, mereka mendapatkan “fasilitas” berupa pohon zaqqum yang sangat pahit plus sama sekali tidak mengenyangkan. Mereka pun begitu kehausan, sehingga mau meminum air yang sangat panas, layaknya unta yang sangat kehausan, sehingga minum tanpa menghela nafas (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 52-56).             

Rezeki Duniawi

Allah SWT menebar rezeki duniawi bagi seluruh umat manusia, tanpa terkecuali. Bentuknya antara lain:
  • Pertama, Kelahiran (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 57-59). Setiap manusia yang terlahir di dunia, sudah pasti membawa rezeki. Dalam ayat lain disebutkan bahwa Allah SWT menjamin rezeki setiap insan yang terlahir di dunia (Q.S. al-An’am [6]: 151), terutama melalui perantara ayah yang bertanggung-jawab mencari nafkah keluarga (Q.S. al-Baqarah [2]: 233).
  • Kedua, Kematian (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 60-62). Dengan adanya kematian, maka bumi tidak sampai kelebihan jumlah penduduk. Bisa dibayangkan seandainya tidak ada manusia yang meninggal dunia, tentu bumi ini akan penuh sesak oleh manusia. Jika terkena macet di jalan yang beberapa jam saja sudah sedemikian melelahkan secara fisik dan psikis, apalagi jika setiap tempat mengalami “macet”. Jika dengan jumlah penduduk yang seperti sekarang saja, masih banyak yang mengeluhkan sulitnya mencari pekerjaan; apalagi jika tidak ada manusia yang meninggal dunia. Di atas semua itu, manfaat utama kematian adalah sebagai “tiket” untuk meraih kenikmatan ukhrawi.
  • Ketiga, Tanaman (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 63-67). Sekalipun pernah terjadi gagal panen, mayoritas tanaman pasti menghasilkan panen. Redaksi ayat “Kami yang menumbuhkannya” (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 64), mengisyaratkan bahwa sukses atau gagal panen juga ditentukan oleh kinerja manusia. Tentu berbeda antara hasil panen yang diperoleh petani yang aktif dengan petani yang pasif dalam merawat tanaman. Paling apes, petani yang aktif sudah mendapatkan pahala sebagai “khalifah di bumi”, sekalipun mengalami gagal panen, dia telah menjalankan amal shalih memakmurkan bumi.
  • Keempat, Air (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 68-70). Air merupakan kebutuhan primer bagi kehidupan manusia. Seandainya seluruh air itu asin layaknya air laut, tentu manusia akan mati kehausan. Oleh sebab itu, satu gelas air tawar yang menyegarkan tenggorokan, sudah termasuk rezeki duniawi yang pantas disyukuri.
  • Kelima, Api (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 71-73). Api di sini mencakup seluruh bentuk minyak bumi yang berfungsi untuk “pembakaran”. Sejak dulu hingga sekarang, manusia membutuhkan api untuk perlengkapan masak. Di sisi lain, minyak bumi bermanfaat untuk penerangan (cahaya), seperti listrik; transportasi, seperti BBM; dan sebagainya.
  • Keenam, Benda langit (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 74). Al-Najm adalah bintang yang masih “hidup” atau bersinar. Dalam konteks ini, rezeki duniawi meliputi berbagai benda langit, terutama matahari, bulan dan bintang yang sangat jelas manfaatnya bagi hidup manusia.
Semua limpahan karunia rezeki duniawi tersebut, seyogianya menggugah setiap insan untuk bertasbih mengagungkan Allah SWT, bukan malah egois dan sombong terhadap kapasitas sumber daya manusia yang dimiliki (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 74).

Rezeki Duniawi-Ukhrawi

Kategori rezeki yang lain adalah “rezeki duniawi-ukhrawi”, yaitu al-Qur’an yang turun dari Allah SWT sebagai Rabb al-‘Alamin, Tuhan Maha Pendidik semesta alam (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 75-80). Sayangnya, masih banyak manusia yang menganggap remeh al-Qur’an, bahkan mendustakan al-Qur’an (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 81-82). Padahal, baik atau buruknya kualitas iman seseorang terhadap al-Qur’an, berpengaruh terhadap kehidupan, kematian dan kehidupan pasca kematiannya (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 83-86). 

Apabila seseorang sungguh-sungguh beriman pada al-Qur’an, niscaya dia tergolong sebagai orang-orang yang dekat kepada Allah SWT; dan akan meninggal dunia dengan husnul-khatimah (happy ending) dan pasca meninggal dunia, akan meraih surga yang penuh kenikmatan sebagaimana ulasan ayat-ayat sebelumnya (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 88-89). 

Pada akhirnya, kelak manusia hanya akan terpilah menjadi dua kategori besar, yaitu menjadi penghuni surga ataukah penghuni neraka (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 90-95). Agar menjadi penghuni surga, syaratnya adalah me-Mahasuci-kan Allah SWT dengan aneka amal shalih, baik dalam konteks ibadah maupun muamalah (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 96).

Wallahu A'lam bi al-Shawab.