Tafsir Tarbawi Ayat-Ayat Puasa
TAFSIR TARBAWI AYAT-AYAT PUASA
Foto: https://www.tongkronganislami.net/
Dr. Rosidin, M.Pd.I
Tafsir Tarbawi Surat al-Baqarah [2]: 183
Marhaban ya Ramadhan. Ramadhan
ya Habibi. Selama datang bulan suci Ramadhan 1440 H. Bulan yang dicintai
oleh segenap umat muslim di seluruh penjuru dunia. Hal ini berarti sebentar
lagi umat muslim akan sering mendengar bacaan maupun kajian Surat al-Baqarah
[2]: 183-189 yang berhubungan erat dengan syariat puasa Ramadhan.
Jika ditelaah melalui tafsir tarbawi
(tafsir pendidikan), maka Surat al-Baqarah [2]: 183 mengandung nilai-nilai
pendidikan sebagai berikut.
Pertama, “Ya ayyuha alladzina amanu;
wahai orang-orang yang beriman”. Redaksi ini mengisyaratkan bahwa seluruh umat
muslim adalah bersaudara (Q.S. al-Hujurat [49]: 10), karena sama-sama terikat
oleh nilai-nilai keimanan kepada ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya jika umat muslim di Indonesia kembali
bersatu-padu layaknya satu bangunan yang utuh (H.R. Bukhari-Muslim); tidak lagi
terpecah layaknya bangunan yang retak dan mau roboh, akibat diterjang “tsunami”
perbedaan pilihan politik saat pemilu.
Kedua, “Kutiba ‘alaikum
al-shiyam; diwajibkan atas kalian (untuk) berpuasa”. Ayat ini memakai
redaksi al-shiyam yang berarti “puasa yang sudah dikenal”. Faktanya,
tidak semua umat muslim mengenal seluk-beluk puasa Ramadhan. Dengan demikian,
ayat ini mengisyaratkan pentingnya pendidikan dan dakwah yang membahas tentang
seluk-beluk puasa Ramadhan. Terutama menyangkut hal-hal yang dapat membatalkan
puasa (al-mufthirat), seperti makan, minum, merokok saat adzan shubuh
berkumandang; maupun hal-hal yang dapat menghanguskan pahala puasa (al-muhbithath),
seperti menggunjing (ghibah), mengadu-domba (namimah), berdusta (hoax)
dan menonton pornografi.
Ketiga, “Kama kutiba ‘ala
alladzina min qablikum; sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kalian”. Redaksi ini mengisyaratkan bahwa umat muslim masa kini dapat
melestarikan tradisi (sunnah) maupun kearifan lokal (‘urf) yang
sudah dibudayakan oleh generasi umat muslim masa lampau. Contoh sunnah, meniru
menu buka Rasulullah SAW, yaitu makan kurma muda (ruthab) sebelum shalat
Maghrib. Jika tidak ada ruthab, beliau makan kurma tua (tamr).
Jika keduanya tidak ada, beliau minum seteguk air (H.R. Abu Dawud). Demikian
halnya, melakukan i’tikaf di masjid atau rajin berdoa “Allahumma innaka
‘afuwwun karim, tuhibbu al-‘afwa, fa’wu ‘anni; Ya Allah, sesungguhnya
Engkau Maha Pemaaf lagi Dermawan. Engkau mencintai pemaafan. Mohon Engkau
maafkan aku” (H.R. al-Tirmifzi) terutama pada sepuluh malam terakhir, seperti
yang diteladankan Nabi SAW. Contoh ‘urf, menyemarakkan tradisi megengan
jelang puasa Ramadhan dengan berziarah kubur maupun membersihkan kuburan dan
tempat ibadah; mengikuti ngaji pasanan di pesantren atau majlis
ta’lim di masjid; membangunkan warga untuk sahur melalui tradisi musik
patrol yang sewajarnya, tidak perlu berlebihan dengan menggunakan soundsystem
yang memekikkan telinga; memperingati Nuzul al-Qur’an; dan sebagainya.
Keempat, “La’allakum
tattaqun; agar kalian bertakwa”. Di samping manfaat jasmani, seperti
menyehatkan badan (H.R. Abu Nu’aim); puasa Ramadhan sarat dengan manfaat
ruhani. Berdasarkan penjelasan Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, puasa merupakan “Madrasah Akhlak” yang mendidik umat muslim
untuk berakhlak terpuji. Misalnya, mujahadah (olah hati) melawan gejolak
hawa nafsu; muraqabah (mawas diri) dengan menghindari maksiat, sekalipun
di tempat tersembunyi; kasih sayang dan solidaritas sosial kepada fakir miskin
dan dhuafa; memperkuat persatuan dan kesatuan umat muslim di seluruh dunia;
menanamkan nilai kedisiplinan, karena puasa memaksa umat muslim untuk makan dan
minum pada waktu tertentu saja.
Tafsir Tarbawi Surat al-Baqarah [2]: 184-189
Adapun nilai-nilai pendidikan yang
dapat dipetik dari rangkaian Surat al-Baqarah [2]: 184-189 antara lain:
Pertama,
Islam merupakan ajaran agama yang memudahkan umat muslim, bukan malah
menyulitkan mereka. Sesuai redaksi, “Yuridu Allah bi-kum al-yusra wa la
yuridu bi-kum al-‘usra; Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak
menghendaki kesulitan atas kalian” (Q.S. al-Baqarah [2]: 185). Kemudahan yang
diberikan Islam ada dua: (a) syariatnya memang mudah dilaksanakan. Misalnya,
puasa Ramadhan hanya satu bulan per tahun (Q.S. al-Baqarah [2]: 184) alias
hanya seperduabelas. Itupun waktunya hanya setengah hari lebih sedikit (kisaran
14 jam), yaitu sejak terbitnya fajar shadiq hingga tenggelamnya matahari (Q.S.
al-Baqarah [2]: 187); (b) ada keringanan (rukhshah) bagi umat muslim
yang memiliki udzur syar’i. Misalnya, orang sakit dan musafir, boleh tidak
berpuasa, namun wajib mengganti (qadha’) di waktu lain; demikian halnya
lansia dan orang sakit yang tidak dapat diharapkan sembuh, boleh tidak
berpuasa, namun wajib membayar fidyah berupa makanan pokok seperti beras atau
gandum seberat 6,7 ons per hari (Q.S. al-Baqarah [2]: 184).
Kedua, bulan suci Ramadhan
membuka lebar kesempatan bagi umat muslim untuk melaksanakan amal-amal sunah
(Q.S. al-Baqarah [2]: 184). Hasan al-Kaf dalam al-Taqrirat al-Sadidah
menyebutkan empat belas amaliah sunnah: (a) berbuka puasa dengan kurma; (b)
berdoa saat buka puasa; (c) menyediakan menu buka puasa bagi orang lain; (d)
mandi besar sebelum terbit fajar shadiq, agar dapat memulai puasa dalam keadaan
suci; (e) mandi setelah Maghrib, agar bersemangat ibadah di malam hari; (f)
selalu mengikuti jamaah shalat tarawih; (g) selalu mengikuti jamaah shalat
witir; (h) banyak membaca dan mentadabburi al-Qur’an; (i) memperbanyak shalat
sunnah, seperti sunnah rawatib; (j) memperbanyak amal shalih, seperti i’tikaf dan
mengikuti majlis ta’lim; (k) bersungguh-sungguh mencari Lailatul Qadar,
terutama pada sepuluh malam terakhir; (l) bersungguh-sungguh mencari menu halal
saat berbuka puasa; (m) menambah belanja atau nafkah keluarga; (n) meninggalkan
hal-hal yang sia-sia maupun caci-maki (hate speech).
Ketiga, mempraktikkan kegiatan
ekonomi yang sesuai syariat Islam (Q.S. al-Baqarah [2]: 188). Bulan suci
Ramadhan di Indonesia selalu marak dengan fenomena “Pasar Kaget” yang
menyediakan berbagai macam menu takjil untuk buka puasa. Sayang sekali, masih
ada Pasar Kaget yang diisi kegiatan atau penampilan yang justru merobohkan
keluhuran bulan suci Ramadhan. Misalnya, pentas musik yang tidak selaras dengan
nilai-nilai Islam; penjual atau pengunjung yang berpakaian terbuka, sehingga
berpotensi mengundang nafsu syahwat orang yang melihatnya; percampuran antara
laki-laki dan wanita yang statusnya masih belum halal, seperti masih
berpacaran; dan sebagainya.
Keempat, menyadarkan umat
muslim agar “Melek IPTEK”. Penentuan awal bulan suci Ramadhan maupun hari raya
Idul Fitri, didasarkan pada hilal (Q.S. al-Baqarah [2]: 189). Metode yang jamak
digunakan adalah metode perhitungan (hisab) dan melihat bulan (ru’yatul
hilal). Kedua metode ini sama-sama membutuhkan penguasaan yang mumpuni di
bidang IPTEK, agar dapat menghitung posisi, durasi dan ketinggian hilal dengan
cermat. Selanjutnya pada saat membuktikan kebenaran hasil hisab melalui ru’yatul
hilal, dibutuhkan sejumlah peralatan untuk membantu pengamatan hilal.
Misalnya, binokuler, teleskop, kamera perekam citra dan komputer pengolah
citra.
Wallahu A'lam bi al-Shawab.