Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memandang Musibah sebagai Anugerah


Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com

Blessing in Disguise
Tanah Tandus Bisa Menumbuhkan Tanaman Hijau

Sikap hidup manusia tidak dapat dilepaskan dari sudut pandang atau perspektif yang menjadi jendela hidupnya (worldview; paradigma). Rasa sakit yang sama, bisa menimbulkan sikap hidup yang bertolak-belakang, tergantung sudut pandang yang digunakan. Jika sakit dipandang sebagai penghalang meraih cita-cita, maka sakit akan mendatangkan kesedihan. Sebaliknya, jika sakit dipandang sebagai kesempatan untuk beristirahat di tengah usaha meraih cita-cita, maka sakit akan mendatangkan kebahagiaan.
    
Sebagai bekal menyongsong tahun 2018, penulis berbagi kisah teladan tentang sejumlah manusia istimewa yang memandang musibah sebagai anugerah. Ibarat kata, pahitnya jamu justru dipandang sebagai anugerah berupa kesehatan; atau sakitnya suntik justru dipandang sebagai anugerah berupa kesembuhan. Inilah yang populer dengan sebutan "blessing in disguise" atau "anugerah tak terduga".

Atas dasar itu, al-Qur’an mengingatkan agar umat muslim tidak hanya memandang sesuatu dari tampilan luarnya, melainkan juga kandungan di dalamnya, sebagaimana tercantum dalam Surat al-Baqarah [2]: 216

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (Q.S. al-Baqarah [2]: 216).
Ayat ini berkenaan dengan perintah perang di jalan Allah. Tampaknya, perang memang berisiko membuat nyawa melayang. Namun hakikatnya, perang di jalan Allah pasti akan mendatangkan anugerah bagi pelakunya. Entah gugur sebagai syahid atau hidup memperoleh ghanimah (rampasan perang).

Kisah Pertama, Ibnu ‘Abbas RA

Pada usia tuanya, Ibnu ‘Abbas RA mengalami kebutaan; namun sungguh menarik komentar beliau perihal kebutaannya:

Kendati Allah mengambil cahaya dari kedua mataku; tetapi lisan dan pendengaranku masih bercahaya; hatiku cerdas dan akalku tiada cela; serta mulutku tajam bagaikan pedang”.

Dalam kesempatan lain, beliau berkomentar:

Bagiku, kebutaan adalah pahala, tabungan dan penjagaan; dan aku sangat membutuhkan ketiganya”.

Mari sejenak kita perhatikan pernyataan Ibnu ‘Abbas RA yang terasa meneduhkan. Kebutaan yang biasa dibenci oleh manusia, justru dipandang sebagai anugerah Ilahi. Dari sini dapat diambil hikmah bahwa manusia dapat mengalami problem kesehatan fisik kapan saja. Sakit fisik merupakan problematika hidup pertama yang bersifat intrinsik. Oleh sebab itu, apabila suatu saat kita mengalami sakit, patutlah kiranya kita mengenang berbagai anugerah lain yang dilimpahkan oleh Allah SWT. Terlebih lagi, sakit merupakan salah satu mekanisme yang digunakan oleh Allah SWT untuk menghapus dosa-dosa manusia atau justru untuk meningkatkan derajat manusia.     

Kisah Kedua, Syekh Hasan al-Bashri

Seorang waliyullah bernama Syekh Hasan al-Bashri pernah diberitahu kalau si Fulan menggunjing beliau dengan berbagai macam caci maki. Namun apa tanggapan beliau? Ternyata Syekh Hasan al-Bashri justru mengirimkan satu keranjang buah dan di dalamnya terdapat sepucuk surat yang berbunyi:

Kudengar engkau bicara begini-begitu tentang aku. Karena aku tidak bisa memberikan pahala kebaikanku kepadamu, sebagaimana engkau memberikan pahala kebaikanmu kepadaku, maka terimalah sekeranjang buah ini sebagai ucapan terima kasihku atas pahala kebaikanmu yang engkau berikan padaku”.

Sikap buruk orang lain merupakan jenis kedua problematika hidup yang bersifat ekstrinsik. Jangankan Syekh Hasan al-Bashri yang berstatus waliyullah, Nabi Muhammad SAW pun dicaci-maki oleh musuh-musuh beliau seperti Abu Lahab dan Abu Jahal; padahal  keluhuran akhlak beliau dipuji langsung oleh Allah SWT dalam Surat al-Qalam [68]: 4. Oleh sebab itu, jangan pernah berharap sikap hidup kita akan dinilai positif oleh semua orang. Mustahil semua orang akan sepakat terhadap pilihan hidup kita. Pasti akan muncul pro-kontra atas setiap sikap hidup apapun yang kita pilih. Itulah mengapa, selama sikap hidup kita sudah sesuai dengan al-Qur’an dan al-Sunnah, akal sehat dan adat istiadat yang terpuji, maka tidak ada masalah banyak orang mencela dan mencerca. Bukankah al-Qur’an sudah menginformasikan bahwa salah satu ciri khas umat muslim adalah “tidak takut dicerca oleh para pencerca” (Q.S. al-Ma’idah [5]: 54).

Kisah Ketiga, Pensiunan Asal Amerika

Kisah lain datang dari belahan bumi Amerika. Tersebutlah seorang laki-laki yang hendak pensiun dan hari itu dia menerima gajinya yang terakhir. Setelah itu dia membaca koran yang berisi informasi tentang tanah luas yang dijual dengan harga murah. Tanpa pikir panjang, dia mendatangi perusahaan yang mengiklankan tanah tersebut, kemudian memutuskan untuk membelinya tanpa sempat melihatnya terlebih dahulu.

Pada hari berikutnya, dia melihat tanah yang sudah dibeli. Ketika sampai di lokasi tanah, dia terhenyak tak mampu mengendalikan diri. Ternyata tanah itu tandus, bergelombang, tidak ada pepohonan, tidak ada sumber air dan banyak bebatuan, sehingga sangat tidak bagus untuk ditanami. Lebih mengejutkan lagi, tanah tersebut merupakan sarang ular-ular besar yang menakutkan.

Kemudian orang itu pulang; dia memikirkan terus-menerus “musibah” yang baru saja diterima. Tiba-tiba dia mendapatkan ide cemerlang, yakni menjadikan tanah itu sebagai ladang budidaya dan pusat pelatihan ular. Dia pun segera kembali berkunjung ke tanah tersebut dan bekerja dengan semangat membara. Tidak seberapa lama kemudian, orang itu memperoleh kesuksesan luar biasa. Antara lain berhasil mengekspor ular-ular besar yang banyak diburu para pengelola kebun binatang dan perusahaan ikat pinggang. Kemudian tanah itu pun disulap menjadi taman rekreasi yang memiliki nuansa unik.

Kurangnya sumber daya alam merupakan problematika ketiga dalam kehidupan. Akan tetapi, apabila seseorang memiliki kualitas sumber daya manusia yang unggul, maka kekurangan sumber daya alam justru akan memicu ide-ide yang kreatif dan inovatif. Contoh lain adalah negara Singapura yang sumber daya alamnya sedikit, namun memiliki sumber daya manusia yang unggul, sehingga mengantarkan Singapura secara rutin sebagai destinasi wisata favorit bagi para wisatawan dari berbagai penjuru dunia.

Kisah Keempat, Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA

Sebagai penutup, kisah populer yang melibatkan Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA dalam rangka menyelamatkan diri dari kejaran kaum kafir Makkah yang berusaha membunuh mereka berdua. Ketika sedang bersembunyi di Gua Tsur, Abu Bakar RA merasa ketakutan, lalu Rasulullah SAW menentramkan jiwanya dengan perkataan yang diabadikan dalam Surat al-Taubah [9]: 40

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

“Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. (Q.S. al-Taubah [9]: 40)

Di antara hikmah kisah ini adalah pentingnya keimanan kepada Allah SWT ketika menghadapi aneka problematika kehidupan. Dengan keimanan, banyak manusia tahan uji ketika menghadapi problematika kehidupan seberat apapun. Namun, tanpa keimanan, banyak manusia yang frustasi ketika menghadapi problematika kehidupan, sehingga memutuskan bunuh diri, sekalipun statusnya adalah publik figur yang diidolai fans seantero bumi.

Wallahu A’lam bi al-Shawab.



Posting Komentar untuk "Memandang Musibah sebagai Anugerah"