Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kilas Biografi Nabi Muhammad SAW


Dr. Rosidin, M.Pd.I 

http://www.dialogilmu.com


Biografi Nabi SAW
Cover Kitab Tarikh Nabi Muhammad SAW karya Syaikh Thaha Yasin

TERJEMAH KITAB TARIKH NABI MUHAMMAD SAW
Karya Syaikh Thaha Yasin

Muqaddimah Penulis

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ ِللهِ: مَنْ يَهْدِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِيْ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ مُرْشِدًا. وَنُصَلِّيْ وَنُسَلِّمُ عَلَى نَبِيِّ الْهُدَى وَالرَّحْمَةِ، اَلْمَبْعُوْثِ بِالْكِتَابِ وَالْحِكْمَة، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِه وَصَحْبِهِ وَأَتْبَاعِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَبَعْدُ :

Mengingat setiap perilaku junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, harus diteladani dan ditiru, terutama bagi umat muslim; maka hati saya terbersit gagasan untuk menulis “Tarikh (Sejarah) Nabi Muhammad SAW” dengan menggunakan bahasa Jawa berhuruf Arab Pegon, agar segera bisa dimengerti oleh masyarakat awam.

Saya memohon kepada Allah SWT mudah-mudahan kitab kecil ini bisa bermanfaat terhadap diri saya pribadi dan terhadap setiap orang yang berkenan membaca karya ini. Amin.
Syaikh Thaha Yasiin

Rendahnya Derajat Manusia Secara Umum

Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT tidak hanya untuk bangsa Arab, melainkan juga kepada seluruh manusia di dunia ini. Pada saat Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Rasulullah, manusia pada zaman itu telah merusak tatanan dunia dan moralnya bejat, sehingga mereka mempunyai derajat yang sangat rendah.

Berkenaan dengan peristiwa yang demikian ini, Allah SWT berfirman dalam Surat al-Rum [30]: 41

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (41)

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah). (Q.S. al-Rum [30]: 41)

Rusaknya Moral Bangsa Arab

Pada masa itu, moral bangsa Arab rusak parah, sampai-sampai melenceng dari akal pikiran manusia normal. Kebiasaan minum-minuman keras yang nyata-nyata bisa merusak akal pikiran, justru mereka jadikan sebagai sebuah kebanggaan; para wanita bertempat tinggal di tempat-tempat pelacuran; kaum laki-laki bebas berpoligami tanpa ada batasan; sya’ir-sya’ir yang berkaitan dengan rahasia-rahasia wanita diperdengarkan di jalan-jalan dan di tempat-tempat keramaian.

Kaum Wanita Diperlakukan Layaknya Harta Warisan

Pada masa itu, tidak ada peraturan ataupun undang-undang yang melindungi hak-hak wanita, bahkan mereka diperlakukan layaknya harta warisan. Misalnya: jika ada seorang wanita mempunyai anak tiri laki-laki, kemudian suami wanita itu meninggal dunia, maka secara otomatis wanita itu diwarisi oleh anak tiri tersebut. Baik dia sendiri yang menikahi ibu tirinya tersebut, ataupun dinikahkan dengan orang lain. Semua itu tergantung pada si anak tiri.

Kerusakan ‘Aqidah

Sebelum datangnya agama Islam, mayoritas bangsa Arab menyembah berhala, sehingga Ka’bah dikelilingi berhala yang banyak. Bangsa Arab saat itu banyak yang mempercayai tahayul. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW sangat berat untuk menyeru mereka beribadah kepada Allah SWT.

Nasab Nabi Muhammad SAW

Nasab Nabi SAW dari sang ayah adalah Muhammad ibn Abdillah ibn ’Abd al-Muththalib ibn Hasyim ibn ’Abdi Manaf ibn Qushai ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Lu’ai ibn Ghalib ibn Fihr ibn Malik ibn Nadhar ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn Ibnu Ilyas ibn Mudhar ibn Nizar ibn Ma’ad ibn ’Adnan. Nasab ini sudah disepakati oleh para ahli Hadits dan sejarah.        

Nasab Nabi SAW dari sang ibu adalah Muhammad ibn Aminah binti Wahab ibn ’Abdi Manaf ibn Zuhrah ibn Kilab. ’Abdi Manaf di sini tidak sama dengan ’Abdi Manaf pada nasab dari sang ayah. Oleh karena itu, nasab kedua orang tua beliau sampai pada Kilab.

Nabi Muhammad SAW Lahir

Ayahanda Nabi SAW yang bernama Abdullah merupakan putra yang paling disayangi oleh ‘Abd al-Muththalib, dibandingkan dengan putra-putranya yang lain. Ketika ‘Abdullah berusia 18 tahun, beliau dinikahkan dengan Aminah binti Wahab. Tidak berselang lama, ‘Abdullah meninggal dunia di kota Madinah (Yatsrib), sedangkan Nabi SAW saat itu masih berada dalam kandungan sang ibunda.

Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Makkah sekitar waktu shubuh, hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tahun Gajah atau bertepatan dengan tanggal 20 April 571 M.

Adapun yang menyusui Nabi SAW adalah Halimah binti Abi Dzuaib dari Bani Sa’ad. Beliau diasuh oleh Halimah sampai usia 4 tahun. Pada saat Nabi SAW berusia 6 tahun, beliau diajak bepergian oleh ibundanya ke Madinah untuk menjenguk saudara-saudaranya dari Bani ‘Adi ibn al-Najjar.

Dalam perjalanan pulang dari Madinah, sang ibunda –Aminah– wafat  ketika berada di desa Abwa. Jadi, ketika masih berusia 6 tahun, Nabi SAW sudah tidak mempunyai ayah dan ibu. Selanjutnya Nabi SAW diasuh oleh sang kakek, Abd al-Muththalib yang sangat mencintai cucunya tersebut. Sang kakek juga yakin kalau cucunya nanti akan mempunyai suatu kekuatan yang agung. Setelah merawat Nabi SAW selama 2 tahun, Abd al-Muththalib akhirnya wafat. Lalu Nabi SAW diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib. Sang paman ini benar-benar merawat Nabi SAW dengan baik, sampai-sampai melebihi anaknya sendiri.
      
Pergi ke Syam untuk Kali Pertama

Pada saat Nabi SAW berusia 9 tahun, beliau diajak oleh Abu Thalib untuk pergi ke Syam demi tujuan berdagang. Ketika sampai di dekat desa Bashra, keduanya bertemu dengan seorang rahib yang bernama Bahira. Rahib itu menasihati Abu Thalib agar jangan pergi ke negara Syam, karena di sana Nabi SAW pasti akan dibunuh oleh orang-orang Yahudi. Selanjutnya Abu Thalib menuruti nasihat si rahib, sehingga tidak jadi pergi ke Syam.

Rahib Bahira itu mengetahui bahwa Nabi SAW akan menjadi Nabi penutup berdasarkan kesamaan sifat-sifat pada diri Nabi SAW dengan isi kitab yang telah dibaca oleh si rahib Bahira.
        
Perang Fijar

Pada saat Nabi SAW berusia 20 tahun, terjadi peperangan yang disebut Perang Fijar, yaitu peperangan antara bangsa Quraisy dengan bangsa Qais. Pada saat perang Fijar, Nabi SAW bertindak sebagai prajurit bangsa Quraisy. Dari sinilah Nabi SAW mulai dikenal sebagai sosok pemberani nan gagah. Pada perang ini, tidak ada kubu yang kalah maupun yang menang, akhirnya kedua kubu resmi berdamai.

Pergi ke Syam untuk Kali Kedua

Ketika Nabi SAW berusia 25 tahun, beliau kembali bepergian ke Syam untuk berdagang atas perintah Khadijah, salah seorang majikan wanita yang kaya raya, terhormat sekaligus berbudi pekerti yang baik. Oleh karena itu, beliau dicintai oleh kaumnya. Nabi SAW diserahi tugas oleh Khadijah RA karena beliau sudah terkenal sebagai orang yang sangat jujur dan bisa dipercaya (Al-Amin). Kemudian beliau berangkat ke Syam bersama budak laki-laki milik Khadijah yang bernama Maisarah.

Tata Cara Nabi SAW dalam Berdagang

Barang dagangan Nabi Muhammad SAW cepat laku karena beliau mematok harga yang pantas, menawarkan barang secara luwes, sopan dan tidak mau menipu. Oleh karena itu, dalam sekejap saja, beliau sudah bisa pulang dengan membawa laba yang besar.

Keajaiban-keajaaiban Sepanjang Perjalanan Nabi

Mulai dari hari keberangkatan sampai tiba di rumah, Maisarah melihat beberapa keajaiban, antara lain: adanya awan yang senantiasa mengikuti jejak langkah Nabi SAW; batu-batu berjatuhan dari atas gunung karena ingin memberi hormat kepada beliau. Hal yang sama juga dilakukan oleh binatang dan tumbuhan. Sesampainya di rumah, Maisarah bercerita kepada Khadijah RA tentang pribadi Rasulullah SAW dan keajaiban-keajaiban yang dia saksikan dengan mata kepala sendiri sepanjang perjalanan.

Pernikahan dengan Khadijah RA

Setelah mengutus Nabi SAW untuk berdagang ke Syam, Khadijah RA memerintahkan seorang wanita untuk melamar Nabi SAW untuk dirinya sendiri. Pada saat itu, Khadijah RA berusia 40 tahun, sedangkan Nabi SAW berusia 25 tahun. Pada saat itu, Khadijah RA sudah mempunyai anak yang bernama Halah dari suaminya yang telah meninggal dunia.

Setelah paman Khadijah yang bernama Umar ibn Asad bermusyawarah dengan Abu Thalib, pernikahan antara Nabi SAW dan Khadijah RA dilangsungkan dengan dihadiri oleh sanak kerabat.

Kehidupan dan Perilaku Nabi SAW

Nabi SAW sejak kecil sudah menjadi yatim piatu dan tidak memperoleh warisan yang cukup dari sang ayah. Kehidupan Nabi SAW memang sangat berat. Oleh karena itu, beliau bekerja keras menghidupi diri sendiri dengan bekerja sebagai penggembala kambing atau domba.

Meskipun hidup di tengah-tengah masyarakat yang suka bermaksiat, suka bertengkar dan rusak moralnya, namun Nabi SAW sama sekali tidak terpengaruh oleh semua itu. Beliau juga tidak pernah ikut menyembah berhala. Beliau mempunyai sikap-sikap terpuji, tepat janji, menjaga amanah, dan sebagainya. Semua akhlak terpuji itu dimiliki oleh Nabi SAW semenjak kecil sampai menjadi Rasul. Intinya, beliau dijaga oleh Allah SWT dari perilaku jahiliyah.

Cerita tentang Munculnya Nabi Terakhir
Selain ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan bahwa Nabi SAW adalah Nabi terakhir, Kitab Taurat dan Injil juga menginformasikan hal serupa.

Turunnya Wahyu Pertama

Setelah genap berusia 40 tahun, Nabi SAW diutus sebagai Rasul oleh Allah SWT untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Sebelum menerima wahyu, terlebih dulu beliau mengalami mimpi-mimpi yang indah. Kemudian beliau melakukan ’uzlah (menyendiri) di gua Hira untuk beribadah (tahannuts) siang-malam.

Pada suatu saat, Nabi SAW didatangi oleh Malaikat Jibril AS yang membawa wahyu pertama berupa Surat al-’Alaq [96]: 1-5. Setelah itu beliau pulang ke rumahnya dalam keadaan gemetar. Lalu beliau menyampaikan kejadian itu kepada sang istri, Khadijah RA. Kemudian Khadijah RA berujar: ”Engkau tidak perlu susah, Allah SWT tidak akan berbuat jelek kepada orang yang ahli merajut tali silaturrahim, suka menolong, suka menghormati tamu. Engkau sama sekali tidak akan mengalami hal-hal buruk, setan tidak akan menggoda engkau. Sesungguhnya engkau memang sudah dipilih oleh Allah SWT agar berdakwah kepada kaum Anda”. Untaian kata ini membuat hati Nabi SAW menjadi tentram.

Khadijah RA mengajak Nabi SAW kepada putra pamannya yang bernama Waraqah ibn Naufal, seorang ahli menulis kitab dengan bahasa Ibrani. Setelah diberitahu panjang lebar, Waraqah berkata: ”Wahai Muhammad, Yang datang kepada engkau (yaitu Malaikat Jibril) itu sama dengan makhluk yang mendatangi Nabi Musa AS dan para nabi yang lain”. Keterangan ini semakin membuat hati beliau menjadi tentram.

Wahyu Turun Terlambat

Setelah Nabi Muhammad SAW memperoleh wahyu pertama, beliau tidak lagi menerima wahyu dalam kurun waktu 40 hari. Pada suatu hari, Rasululullah SAW mendengar suara dari langit. Ketika melihat ke atas, tiba-tiba ada malaikat sudah ada di gua Hira. Seketika itu beliau lari ke rumah beliau dan meminta Khadijah RA untuk menyelimuti beliau. Sesaat kemudian, turunlah Jibril AS dengan membawa wahyu berupa Surat al-Muddatsir [74]: 1-7.

Berdakwah Secara Sembunyi-Sembunyi

Setelah memperoleh wahyu kedua, Nabi Muhammad SAW segera berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Orang-orang yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah RA (wanita), Ali ibn Abi Thalib (anak-anak), Zaid bin Haritsah (hamba sahaya), Abu Bakar (orang dewasa), Ummu Aiman, Utsman ibn ‘Affan, Zubair ibn ‘Awwam, Abdurrahman ibn ‘Auf, Shuhaib al-Rumi, ‘Ammar ibn Yasir al-‘Ansi, Abdullah ibn Mas’ud, Abu Dzar al-Ghifari, ‘Ubaidah ibn Harits, Thalhah ibn ‘Ubaidillah, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Sa’id ibn Zaid, dan lain-lain. Mereka inilah yang biasa dijuluki al-Sabiqun al-Awwalun (orang-orang yang pertama kali masuk Islam).

Dakwah Secara Terang-Terangan

Setelah itu turun wahyu yang memerintahkan Nabi SAW untuk berdakwah secara terang-terangan, yaitu Surat al-Hijr [15]: 94

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (Q.S. al-Hijr [15]: 94).

Mulai saat itu, Nabi SAW berdakwah secara terang-terangan tanpa rasa takut akan bahaya yang dilakukan oleh kaum kafir.

Pada suatu hari, Nabi SAW mengumpulkan kaum Quraisy di bukit Shafa. Di sana beliau berdakwah kepada kaum Quraisy. Namun beliau dihina dan disakiti hatinya, terutama oleh Abu Lahab. Pada saat itulah turun Surat al-Lahab [111]: 1-5

Nasihat pada Kaum Kerabat

Kemudian turun ayat yang menyeru Nabi SAW untuk memulai dakwahnya kepada kaum kerabat. Akhirnya beliau mengumpulkan Bani Hasyim, Bani Mutthalib, Bani Naufal, dan Bani ‘Abdi Syams dari keturunan ‘Abdi Manaf. Di tempat itu, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai kerabatku, demi tiada tuhan selain Allah. Sesungguhnya aku diutus Allah SWT kepada kalian semua, dan kepada seluruh manusia. Ingatlah!, apapun yang kalian kerjakan nanti akan dihisab. Jika berbuat kebaikan maka dibalas kebaikan, dan jika berbuat keburukan, maka dibalas dengan keburukan pula”.

Nabi SAW juga menghina perangai buruk kaum kafir secara terang-terangan. Oleh karena itu, beliau dihina dan dicela oleh mereka. Nabi SAW juga menyayangkan kebodohan akal mereka dan menghina sesembahan mereka, karena mereka telah meninggalkan agama tauhid Ibrahim AS.

Mendengar penghinaan itu, kaum kafir segera mengadu ke Abu Thalib agar dia menasihati Nabi SAW untuk berhenti menghina berhala-berhala. Jika Abu Thalib tidak mampu, maka sebaiknya dia menyerahkan Nabi SAW kepada mereka.

Pada suatu hari, kaum kafir kembali mendatangi Abu Thalib dan memaksanya untuk memilih salah satu dari tiga pilihan: a) Mencegah Nabi SAW; b) Menyerahkan Nabi SAW kepada mereka; c) menyatakan perang terbuka dengan kafir Quraisy.

Setelah orang-orang kafir pergi, Abu Thalib merasa sedih, kemudian dia berusaha menasihati Nabi SAW, namun Nabi SAW hanya menjawab: ”Aku tidak akan meninggalkan dakwah ini, meskipun tangan kananku dibebani matahari dan tangan kiriku dibebani rembulan, sampai ajal menjemputku”. Mendengar jawaban ini, Abu Thalib kembali mantap membela Nabi SAW.

Kaum Kafir Menyakiti Nabi SAW

Dalam menyebarkan agama Islam, Nabi SAW mengalami berbagai macam bahaya yang menyusahkan dan menyakiti hati beliau, misalnya: dihina, dipermalukan, dilempari batu, dan dilempari kotoran ketika sedang sujud waktu shalat. Semua itu dihadapi oleh Nabi SAW dengan lapang dada dan penuh kesabaran.

Adapun tokoh kafir Quraisy yang sangat sering menyakiti Nabi SAW adalah Abu Jahal, Abu Lahab, ’Uqbah ibn Abi Mu’aith, al-’Ash ibn Wail, Aswad ibn Abdi Yaghuts, Walid ibn Mughirah, Nadhr ibn Harits.

Abu Jahal, Nadhr dan ’Uqbah terbunuh di tangan kaum muslimin, sedangkan Abu Lahab, ’Ash, Aswad dan Walid ditimpa penyakit yang sangat ganas sampai mereka mati.

Islamnya Hamzah

Melihat kaum kafir semakin menjadi-jadi dalam memusuhi Nabi SAW, paman beliau yang bernama Hamzah masuk Islam demi membela kemenakannya semaksimal mungkin. Oleh karena itu, Hamzah memperoleh julukan Asadullah (Harimau Allah).

Nabi Muhammad SAW Hendak Dijadikan Pemimpin

Ketika kaum kafir merasa semua usahanya sia-sia belaka, bahkan keimanan kaum muslimin semakin kuat, maka mereka bermusyawarah untuk membuat perjanjian dengan Nabi SAW. Musyawarah ini menghasilkan keputusan untuk mengutus Utbah ibn Rabi’ah demi membujuk Nabi SAW.

Utbah berkata kepada Nabi SAW: ”Hai Muhammad, jika engkau menghendaki harta dunia, kami siap menjadikan engkau sebagai orang terkaya di sini. Jika engkau ingin memperoleh kemuliaan (kedudukan), kami akan mengangkat engkau sebagai pemimpin kami”.

Mendengar itu Rasulullah SAW membacakan Surat Fushshilat [41]: 1-4

حم تَنْزِيْلٌ مِّنَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ . كِتَابٌ فُصِّلَتْ أَيَاتُهُ قُرْأَنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ. بَشِيْرًا وَّنَذِيْرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لاَ يَسْمَعُوْنَ

Haa Miim.Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan.

Setelah mendengar ayat itu, Utbah diam seribu bahasa, kemudian pergi.

Maksud kaum kafir menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin adalah agar beliau tidak menyebarkan agama Islam, tidak mengolok-olok serta membuka rahasia orang-orang kafir.

Nabi Muhammad SAW Diperingatkan oleh Allah SWT

Pada suatu saat, Nabi Muhammad SAW memberikan nasihat kepada pembesar kaum Quraisy. Di sela-sela dakwah, ada seorang tuna netra bernama Abdullah ibn Ummi Maktum yang berkata kepada beliau: ”Wahai Rasulullah, mohon ajarilah saya tentang sesuatu yang telah diajarkan oleh Allah kepada Anda”. Nabi Muhammad SAW tampak tidak memperdulikan orang tuna netra itu, sehingga Allah SWT menegur beliau melalui firman-Nya dalam Surat ’Abasa [80]: 1-2.

Setelah turunnya ayat ini, setiap kali bertemu dengan orang miskin, fakir, atau tuna netra, Rasulullah SAW senantiasa menampakkan raut muka yang gembira dan berseri-seri.

Hijrah Pertama ke Habasyah (Ethiopia, Afrika)

Menilik pada beratnya penyiksaan yang dilakukan oleh kaum kafir terhadap kaum muslimin, dan mereka menghalang-halangi umat muslim untuk menunaikan (ajaran) agamanya, maka Rasulullah SAW bersabda:

تَفَرَّقُوْا فِي الْأَرْضِ، فَإِنَّ اللهَ سَيَجْمَعُكُـمْ

Hendaklah kalian berpencar di muka bumi, karena sesungguhnya Allah akan mengumpulkan kalian (lagi)

Rasulullah SAW memerintahkan Shahabat RA untuk hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Pada hijrah yang pertama, ada 15 orang yang ikut hijrah, yaitu 10 orang laki-laki, dan 5 orang wanita. Mereka hijrah ke Habasyah dengan mengendarai perahu atau kapal laut.

Islamnya Umar RA

Pada saat masih kafir, Umar RA sangat membenci dan sering kali menyakiti umat muslim. Namun berkat doa Nabi SAW, Umar RA akhirnya masuk Islam. Doa yang dimaksud adalah:
أَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْـلاَمَ بِعُمَرَ

Ya Allah, mohon kuatkanlah agama Islam melalui Umar.

KeIslaman Umar RA membawa pengaruh yang sangat penting. Umar RA adalah orang yang meminta Nabi SAW supaya menjalankan shalat di masjid secara terang-terangan, kemudian Nabi SAW menuruti permintaan tersebut. Dalam Shahih Bukhari, Ibnu Mas’ud RA pernah berkata:

مَازِلْنَا أَعِزَّةً مُنْذُ أَسْلَمَ عُمَرُ

Kami senantiasa mulia (jaya) semenjak Umar masuk Islam.

Kepulangan Shahabat RA dari Habasyah

Setelah tiga bulan berlalu, para Shahabat RA yang hijrah ke Habasyah kembali lagi ke Makkah, namun mereka dihalang-halangi oleh kaum kafir.

Boikot Bani Abdi Manaf

Kaum kafir merasa tidak mempunyai jalan lagi untuk menghalangi Nabi SAW menyebarkan Islam. Oleh karena itu, mereka pergi ke Abu Thalib untuk memintanya agar menyerahkan Nabi SAW untuk dibunuh. Tentu saja Abu Thalib menolak mentah-mentah permintaan itu.

Kaum kafir bermusyawarah untuk menentukan sikap terhadap Bani Abdi Manaf. Dari situ muncul keputusan untuk memboikot Bani Abdi Manaf, yaitu tidak berjual beli dengan Bani Abdi Manaf selagi mereka tidak mau menyerahkan Nabi SAW ke tangan kaum kafir Quraisy.

Pernyataan boikot itu ditulis dan ditempelkan di dinding Ka’bah. Setelah boikot dijalankan, Bani Hasyim, Bani Abi Thalib, dan Bani Mutthalib sama-sama mengungsi di satu tempat yang bernama Syi’ib (lereng). Pemboikotan ini memaksa suku Bani Abdi Manaf makan daun-daunan, karena sudah sangat kelaparan. Peristiwa pemboikotan ini terjadi pada tahun ke-7 kenabian.

Hijrah Kedua ke Habasyah

Setelah Nabi SAW ke Syi’ib, beliau memerintahkan kaum muslimin untuk hijrah lagi ke Habasyah. Peserta hijrah kedua ini berjumlah 80 orang laki-laki dan 17 orang wanita serta dikepalai oleh Ja’far ibn Abi Thalib. Setelah mengetahui rencana ini, kaum kafir pun mengutus dua delegasi, yaitu ’Amr ibn Ash dan ’Ammar untuk menemui Raja Najasy (Negus; penguasa Habasyah) dengan membawa aneka ragam hadiah, agar sang raja berkenan mengusir kaum muslimin dari negerinya. Namun justru mereka berdua yang diusir oleh sang raja dengan tidak hormat.

Berakhirnya Pemboikotan

Pemboikotan berlangsung hampir tiga tahun. Banyak orang dari Bani Abdi Manaf yang hampir meninggal dunia karena sangat kelaparan. Kemudian ada lima orang pembesar Quraisy yang diketuai oleh Hisyam ibn ’Amr ibn Harits. Kelima orang ini meminta supaya surat boikot itu dirusak, namun Abu Jahal menolak rencana ini. Meskipun demikian, kelima orang ini tetap teguh untuk merusak papan boikot itu, apalagi tulisan pada papan boikot itu memang hampir rusak, karena dimakan oleh rayap.

Utusan Najran

Pasca keluarnya Nabi SAW dari Syi’ib, ada utusan dari suku Nasrani Bani Najran. Mereka mendatangi Nabi SAW karena mendengar kaum muslimin  banyak yang berhijrah ke Habasyah, sehingga mereka merasa perlu untuk mencocokkan sifat-sifat Nabi SAW dengan kitab yang telah mereka baca. Jumlah utusan tersebut sekitar 20 orang dan mereka semua masuk Islam di hadapan Nabi SAW.

Wafatnya Sayyidah Khadijah RA

Beberapa waktu setelah berakhirnya boikot, Khadijah RA wafat pada usia 50 tahun. Nabi Muhammad SAW sangat sedih, karena beliau merasa kehilangan kekuatan yang selama ini mendukung beliau. Sayyidah Khadijah RA sendiri meninggalkan enam orang putra-putri, yaitu: Qasim, ’Abdullah yang dijuluki Thayyib Thahir, Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fathimah. Sedangkan putra Nabi yang bernama Ibrahim merupakan putra beliau dari Sayyidah Mariyah Qibthiyyah.

Menikah dengan Saudah RA

Belum genap satu bulan dari wafatnya Khadijah RA, Nabi SAW menikah lagi dengan Saudah binti Zam’ah RA yang ditinggal wafat oleh suaminya. Sebelum sang suami wafat, Saudah RA dimusuhi oleh kerabatnya yang tidak menyukai Islam. Saudah RA termasuk salah satu peserta hijrah ke Habasyah yang kedua bersama suaminya.

Menikah dengan ’Aisyah binti Abu Bakar RA

Sebulan kemudian, Rasulullah SAW menikah dengan ’Aisyah binti Abu Bakar RA. Pada saat itu ’Aisyah RA belum genap berusia 7 tahun. Hanya ’Aisyah RA yang masih gadis ketika dinikahi oleh Nabi  SAW, karena istri-istri beliau yang lain berstatus janda.

Wafatnya Abu Thalib RA

Dua bulan setelah wafatnya Khadijah RA, Abu Thalib juga wafat. Nabi SAW semakin bersedih, karena sang paman adalah orang yang senantiasa menolong dan melindungi beliau dari ancaman kaum kafir Quraisy, terlebih lagi Abu Thalib meninggal dunia tanpa sempat mengucapkan dua kalimat syahadat.

Wafatnya Abu Thalib membuat kaum kafir semakin menyakiti Nabi SAW, mereka menaburkan debu dan melemparkan batu kepada Nabi SAW ketika beliau pergi ke masjid. Intinya, kaum kafir merasa bebas untuk menyakiti Nabi SAW dengan sepuas-puasnya, karena tidak ada lagi Abu Thalib yang mereka segani.

Penyiksaan yang diterima Nabi SAW ini, sempat membuat beliau hijrah ke Thaif bersama Zaid ibn Haritsah. Namun di tempat itu, Rasulullah SAW justru dilempari dengan batu sampai kaki beliau berdarah-darah, bahkan beliau juga diusir dari Thaif. Oleh karena itu, setelah satu bulan tinggal di Thaif, Nabi SAW memutuskan untuk kembali ke Makkah. Beliau berhasil memasuki Makkah dengan selamat berkat bantuan Muth’im ibn ’Adi.

Sesampainya Nabi Muhammad SAW di Makkah, beliau kedatangan ahli syair yang bernama Thufail ibn ’Amr. Dia adalah salah seorang kerabat Abu Hurairah RA. Setelah mendengar bacaan al-Qur’an, Thufail segera menyatakan diri masuk Islam. Kemudian Rasulullah SAW memintanya untuk menyebarkan Islam kepada kaumnya.

Isra’ Mi’raj

Isra’ adalah perjalanan Nabi SAW di malam hari dari Masjidil Haram menuju ke Masjidil Aqsha. Sedangkan Mi’raj adalah naiknya Nabi SAW dari Baitul Maqdis sampai ke Sidratul Muntaha. Peristiwa agung ini terjadi pada tahun ke-11 kenabian. Peristiwa ini terekam dalam Surat al-Isra’ [17]: 1

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1)

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Isra’ [17]: 1)

Ketika Mi’raj, Nabi SAW memperoleh perintah kewajiban shalat lima waktu. Di pagi harinya, Jibril AS mengajari shalat lima waktu kepada beliau.

Nabi SAW juga menceritakan peristiwa Isra’ Mi’raj ini di hadapan kaumnya, sehingga membuat beliau dianggap sudah gila dan dihina habis-habisan, namun beliau tetap sabar menghadapi semua itu.

Tersebarnya agama Islam

Setelah Nabi Muhammad SAW melihat kaum Quraisy sangat sulit diajak masuk Islam, bahkan mereka senantiasa memusuhi dan menghalang-halangi dakwah beliau; akhirnya beliau mempunyai gagasan untuk berdakwah tentang Islam di hadapan keramaian yang dihadiri oleh orang-orang dari negara atau daerah yang beraneka ragam. Setelah berdakwah, di antara mereka ada yang menolak dengan sopan maupun dengan kasar. Sedangkan penolakan terburuk dilakukan oleh kaumnya Musailamah al-Kadzdzab (Nabi palsu).

Islamnya Orang-orang Madinah

Keramaian itu ternyata dihadiri oleh orang-orang dari Madinah. Ketika Nabi SAW berdakwah, mereka memperhatikan beliau secara seksama. Di situ mereka menyadari betul adanya sifat-sifat kerasulan sebagaimana yang diterangkan oleh kaum Yahudi di Madinah. Oleh sebab itu, mereka segera masuk Islam. Pada saat itu, ada enam orang dari suku Khazraj yang masuk Islam. Di antara mereka ada yang bernama As’ad ibn Zurarah. Mereka inilah yang menjadi salah satu penyebab tersebarnya Islam di Madinah (Yatsrib).

Sebelum pergi, mereka berjanji kepada Nabi SAW bahwa mereka akan kembali lagi ke Makkah pada tahun berikutnya.

Pada tahun selanjutnya, ada 12 orang –10 dari suku Khazraj dan 2 orang dari suku Aus– berbaiat masuk Islam. Kemudian mereka dibaiat oleh Nabi Muhammad SAW untuk tidak boleh menyekutukan (syirik) Allah SWT dengan apapun jua, tidak boleh mencuri, tidak boleh melakukan zina, tidak boleh membunuh anak-anaknya sendiri, tidak berbuat onar, tidak menolak kebajikan, menyeru pada kebenaran di manapun berada tanpa pernah takut dihina dalam menjalankan agama Allah SWT, dan beliau berjanji kepada mereka bahwa jika mereka memenuhi isi baiat tersebut, mereka akan dimasukkan ke surga.

Pada tahun berikutnya lagi, semakin banyak orang Madinah yang pergi ke Makkah untuk menyatakan keIslaman mereka di hadapan Nabi SAW. Jumlah mereka mencapai 70 orang laki-laki dan 2 orang wanita.
      
Nabi SAW memilih 12 orang yang dijadikan sebagai pemimpin, lalu beliau bersabda: ”Kamu semua adalah pihak yang bertanggung-jawab atas kebaikan kaum kalian sebagaimana kaum Hawariyyin yang menjamin keamanan Nabi Isa ibn Maryam AS”. Setelah mereka kembali ke Madinah, mereka segera menyebarkan Islam di daerah masing-masing.

Hijrah ke Madinah

Sepulangnya orang-orang Madinah yang masuk Islam ke daerahnya masing-masing, agama Islam mulai terdengar di Madinah. Namun orang-orang kafir Quraisy semakin menyakiti umat Islam yang tinggal di Makkah. Oleh karena itu, Nabi SAW memerintahkan para Shahabat RA untuk hijrah ke Madinah. Para Shahabat RA akhirnya pergi ke Madinah dengan cara menyamar, kecuali Umar RA. Ketika jumlah umat muslim yang masih ada di Makkah tinggal sedikit, maka kaum kafir berusaha semaksimal mungkin untuk mengahalangi sisa-sisa kaum muslimin ini agar jangan sampai pergi ke Madinah, bahkan mereka berusaha membunuh Nabi Muhammad SAW

Dar al-Nadwah

Dar an-Nadwah merupakan salah satu gedung (aula) yang didirikan oleh Qushai ibn Kilab. Gedung ini dijadikan sebagai tempat musyawarah perkara yang penting, yaitu perpindahan umat muslim ke Madinah. Para pemimpin Quraisy bermusyawarah di gedung itu untuk menentukan sikap terbaik dalam menghadapi Nabi SAW dan kaum muslimin.

Di antara usul yang masuk adalah Rasulullah SAW harus dibunuh, akan tetapi pelakunya harus berasal dari banyak suku, agar mudah jika nanti harus menghadapi Bani Abdi Manaf yang menuntut balas atas terbunuhnya Nabi SAW. Ide ini disepakati oleh seluruh kabilah (suku); lalu setiap kabilah mengirimkan para pemuda terkuat mereka dan mengepung kediaman Rasulullah SAW.

Di sisi lain, Rasulullah SAW memberitahu Abu bakar RA bahwa beliau telah memperoleh perintah dari Allah SWT untuk menyusul hijrah ke Madinah. Sebelum pergi, selimut yang biasa dipakai oleh Nabi SAW diberikan kepada Ali ibn Abi Thalib RA untuk menyamar, sedangkan Nabi SAW pergi diam-diam sambil membaca Surat Yasin [36]: 9

وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ شَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لاَ يُبْصِرُوْنَ

Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (Q.S. Yasin [36]: 9).

Hijrahnya Nabi Muhammad SAW

Sebelum keluar dari rumah, Nabi SAW terlebih dulu sudah memberitahu Abu Bakar RA bahwa Allah SWT sudah mengizinkan beliau untuk hijrah. Oleh karena itu, beliau membuat janji pertemuan dengan Abu Bakar RA di Gua Tsur. Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW berusia 53 tahun.

Demi melihat rencana untuk membunuh Nabi SAW hampir gagal, maka kaum kafir segera membuat sayembara untuk mencari Nabi SAW dengan upah 100 unta. Orang-orang pun bersama-sama mencari Nabi SAW sampai di depan mulut Gua Tsur. Akan tetapi, atas pertolongan Allah SWT, mereka tidak mengetahui kalau Nabi SAW dan Abu Bakar RA ada di gua itu selama tiga hari tiga malam. Di gua tersebut, Abu Bakar RA merasa sedih dan khawatir, namun Nabi Muhammad SAW menasihatinya. Peristiwa ini tercantum dalam Surat al-Taubah [9]: 40

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (Q.S. al-Taubah [9]: 40).

Setelah tiga hari berlalu, Nabi SAW dan Abu Bakar RA keluar dari Gua Tsur. Di tengah perjalanan, beliau berdua dikejar-kejar oleh Suraqah yang naik kuda. Ajaibnya, kaki kuda itu masuk dalam tanah. Kemudian dia meminta maaf kepada Rasulullah SAW, dan beliau memaafkan kesalahan Suraqah. 

Masjid Quba

Nabi Muhammad SAW masuk di Madinah pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal/20 September 622 M. Selanjutnya beliau membangun Masjid Quba dan menggunakannya sebagai tempat shalat.

Ketika sampai di Madinah, Rasulullah SAW yang menaiki unta disambut oleh masyarakat Madinah. Mereka semua mempersilahkan Nabi SAW untuk singgah di kediaman masing-masing. Nabi SAW sendiri mengatakan akan tinggal di rumah tempat unta beliau berhenti, dan unta itu ternyata berhenti di depan rumah shahabat Abu Ayyub al-Anshari RA.

Persaudaraan Muhajirin-Anshar

Pekerjaan pertama yang dilakukan oleh Nabi SAW begitu sampai di Madinah adalah menjalinkan tali persaudaraan (ukhuwwah) antara kaum Muhajirin Makkah dengan kaum Anshar Madinah. Para Shahabat Anshar tampak antusias dengan jalinan persaudaraan ini, sehingga mereka beramai-ramai mempersilahkan kaum Muhajirin untuk tinggal bersama mereka.

Ringkasan Kehidupan Nabi SAW di Makkah 

Nabi Muhammad SAW tinggal di Makkah sampai usia 53 tahun, atau 13 tahun masa kenabian. 


Ringkasan Kehidupan Nabi SAW di Madinah

Dalam periode Madinah, Surat-surat al-Qur’an yang turun kepada Nabi Muhammad SAW antara lain: al-Baqarah, Ali ’Imran, al-Nisa’, al-Ma’idah, al-Anfal, al-Taubah, al-Hajj, al-Mukminun, al-Ahzab, al-Fath, al-Hujurat, al-Hadid, al-Mujadalah, al-Hasyr, al-Mumtahanah, al-Shaff, al-Jumu’ah, al-Munafiqun, al-Taghabun, al-Thalaq, dan al-Tahrim.

Berikut ini kami ketengahkan peristiwa sirah Nabawiyah berdasarkan kronologi tahun Hijriyyah:

TAHUN 1 H

Nabi Muhammad SAW mendirikan Masjid Madinah (Masjid Nabawi) dan permulaan disyari’atkannya adzan sebagai tanda masuknya waktu shalat.

Persatuan Kaum Yahudi dan Kaum Munafik

Demi melihat umat muslim semakin bertambah, kaum Yahudi Madinah mulai memusuhi kaum muslimin dengan bantuan kaum munafik yang dikepalai oleh Abdullah ibn Ubay. Namun permusuhan tersebut urung terjadi. Justru muncul perjanjian (Piagam Madinah) untuk tidak saling mengganggu dalam masalah agama.

Izin Perang dari Allah SWT

Allah SWT berfirman dalam Surat al-Hajj [22]: 39-40

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ (39) الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah. (Q.S. al-Hajj [22]: 39-40).

Perintah memerangi kaum musrikin

Surat al-Taubah [9]: 36

وَقَاتِلُوْا الْمُشْرِكِيْنَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَافَّةً
Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya. (Q.S. al-Taubah [9]: 36).

Surat al-Nisa’ [4]: 74

فَلْيُقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ الَّذِيْنَ يَشْرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْأَخِرَةِ، وَمَنْ يُقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ أَجْرًا عَظِيْمًا
Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. (Q.S. al-Nisa‘ [4]: 74).

Surat al-Anfal [8]: 15-16

يَآيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا إِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا إِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا زَحْفًا فَلاَ تُوَلُّوْنَ الْأَدْبَارَ. وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلاَّ مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (Q.S. al-Anfal [8]: 15-16).

TAHUN 2 H

Perang Wuddan, perang Buwath, perang ‘Usyairah, dan perang Badar pertama. Akan tetapi semua perang ini gagal terjadi.

Perpindahan Kiblat

Pada saat awal-awal tinggal di Madinah, kaum muslimin shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis (Palestina). Setelah 16 bulan berlalu, Rasulullah SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk shalat mengahadap ke Masjidil Haram (Makkah).

Tahun 2 H adalah permulaan diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat fitrah serta zakat mal.

Perang Badar Kedua

Pada tanggal 17 Ramadhan 2 H, Rasulullah SAW memimpin pasukan muslim yang berjumlah 313 untuk berperang di daerah Badar, sedangkan kaum kafir Quraisy berjumlah 1000. Dengan pertolongan Allah SWT, kaum muslimin berhasil mengalahkan kaum kafir untuk pertama kalinya. Korban dari pihak kaum kafir Quraisy sebanyak 70 orang dan 70 orang menjadi tawanan. Keterangan tentang perang Badar ini salah satunya tertera dalam Surat Ali Imran [3]: 123

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (123)

Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Q.S. Ali ’Imran [3]: 123)

Perang Qarqarah, Qainuqa’ dan Sawiq

Perang Qarqarah tidak sampai terjadi karena para musuh sudah meninggalkan tempat begitu Nabi SAW sampai di tempat mereka.

Penyebab Perang Qainuqa’ adalah kaum Yahudi Madinah melanggar perjanjian dan menantang kaum muslimin untuk berperang terbuka, bahkan mereka sangat menghina dan melecehkan Nabi SAW. Berkenaan dengan peristiwa ini, Allah SWT berfirman dalam Surat Ali ’Imran [3]: 12

قُلْ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَتُغْلَبُوْنَ وَتُحْشَرُوْنَ إِلَى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمِهَادُ

Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: ”Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya”. (Q.S. Ali ’Imran [3]: 12).

Kaum Yahudi Madinah dikepung oleh kaum muslimin, kemudian diusir dari Madinah. Mereka melarikan diri ke Syam (Syiria) pada tanggal 15 Dzulhijjah 2 H.

Pada Perang Sawiq, Abu Sufyan ingin memerangi Nabi SAW dengan membawa 200 pasukan. Sebelum peperangan terjadi, kaum kafir ini merusak tanaman. Rasulullah SAW segera menyusul kaum kafir dengan 200 pasukan, akan tetapi kaum kafir keburu kabur dan meninggalkan barang-barang mereka. Di sana kaum muslimin memperoleh banyak barang rampasan (ghanimah) yang berupa tepung. Oleh karena itu, perang ini disebut dengan Perang Sawiq yang berarti ”tepung”.

Shalat Dua Hari Raya

Tahun 2 H adalah permulaan disunnahkan shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Sayyidina Ali ibn Abi Thalib RA menikah dengan Sayyidah Fathimah RA. Pada saat itu, Sayyidina Ali RA berusia 21 tahun, sedangkan Sayyidah Fatimah RA berusia 15 tahun.

TAHUN 3 H

Perang Ghathafan dan Perang Bahran

Pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 3 H, Nabi Muhammad SAW pergi ke Desa Ghathafan dengan membawa 450 pasukan untuk memerangi Bani Tsa’labah dan Bani Maharib, karena mereka berencana melakukan pemberontakan di Madinah. Ketika Rasulullah SAW tiba di Ghathafan, kedua suku ini lari dan bersembunyi di gunung, namun pemimpin mereka yang bernama Da’tsur masuk Islam.

Pada tanggal 2 Jumadal Ula 3 H, Nabi Muhammad SAW mendengar berita bahwa Kaum Yahudi Bani Sulaim ingin melakukan pemberontakan di Madinah, namun ketika beliau sampai di daerah Sulaim, mereka sudah tidak berada di tempat.

Perang Uhud

Para kaum Quraisy benar-benar ingin membalas kematian para pemimpin mereka di Badar. Kaum Quraisy mengerahkan 3000 pasukan, di samping pasukan berkuda dan peralatan perang yang lengkap.

Nabi Muhammad SAW segera bermusyawarah dengan para Shahabat terkemuka. Dalam musyawarah itu, Nabi SAW mempunyai ide agar kaum muslimin tidak keluar dari Madinah, namun mayoritas Shahabat RA mempunyai ide untuk keluar dari Madinah. Rasulullah SAW menghormati pendapat Shahabat RA. Oleh karena itu, beliau segera mempersiapkan diri dengan memakai pakaian perang.

Nabi Muhammad SAW membawa 1000 pasukan. Akan tetapi, di tengah perjalanan ada 300 pasukan yang menarik diri karena dihasud oleh Abdullah ibn Ubay, pimpinan kaum munafik.

Dalam Perang Uhud ini, pada mulanya kaum muslimin memperoleh kemenangan, akan tetapi akhirnya mereka kalah. Ada 80 orang muslim yang gugur, termasuk Hamzah RA. Sedangkan korban di pihak musuh cuma 23 orang. Para Shahabat RA banyak yang terluka, bahkan ada gigi Nabi SAW yang tanggal pada saat peperangan ini.

Kekalahan dalam Perang Uhud disebabkan kaum muslimin tidak mengindahkan perintah Nabi SAW, yaitu agar pasukan panah jangan sekali-kali meninggalkan posisi mereka. Akan tetapi, mereka tergiur dengan harta rampasan (ghanimah) yang membuat mereka meninggalkan pos-pos mereka. Kemudian pos-pos itu diduduki oleh Khalid ibn Walid yang menjadi awal mula kekalahan kaum muslimin.

Perang Hamra’ al-Asad

Pada pagi harinya, Nabi Muhammad SAW mengejar-ngejar kaum Quraisy. Namun mereka melarikan diri dari kejaran tersebut.

Larangan Minum Khamr

Pada tahun 3 H, kaum muslimin dilarang keras untuk meminum khamr (arak), meskipun hanya sedikit. Perintah ini ditunjukkan oleh firman Allah SWT dalam Surat al-Ma’idah [5]: 90

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. al-Ma’idah [5]: 90).

TAHUN4 H

Perang Bani Nadhir

Kaum Yahuni Bani Nadhir sudah terikat perjanjian dengan kaum muslimin, yaitu kedua golongan tidak akan saling menyakiti. Akan tetapi Bani Nadhir melanggar perjanjian itu dan hendak berbuat onar. Oleh karena itu, mereka diusir dari Madinah dengan membawa seluruh harta-benda mereka selain perlengkapan perang.

Perang Dzatu al-Riqa’

Pada bulan Rabi’ul Akhir, Nabi Muhammad SAW memperoleh kabar bahwa Bani Maharib dan Bani Tsa’labah dari Nejd akan memerangi kaum muslimin. Namun beliau berinisiatif untuk mendatangi kedua suku ini terlebih dulu. Mendengar berita kedatangan Nabi SAW, kedua suku inipun melarikan diri.

Tahun 4 H adalah permulaan Nabi Muhammad SAW diajari tentang shalat khauf (shalat dalam kondisi perang sedang berkobar) dan turunnya ayat tentang Tayammum.

Perang Badar terakhir

Pada saat Perang Uhud, Abu Sufyan pernah menantang kaum muslimin untuk kembali berperang pada tahun berikutnya di Badar. Ketika waktunya telah tiba, Nabi Muhammad SAW membawa 1500 pasukan, akan tetapi justru Abu Sufyan tidak berani menghadapi kaum muslimin.

Pada tahun 4 H pula, Sayyidah Zainab, putri Nabi wafat. Hari kelahiran Husain RA, putra kedua Ali ibn Abi Thalib RA. Nabi Muhammad SAW menikah dengan Hindun. Serta Nabi Muhammad SAW memerintahkan Zaid ibn Tsabit untuk memperlajari tulisan orang Yahudi.

TAHUN 5 H

Nabi Muhammad SAW pergi ke Daumatul Jandal untuk memerangi daerah itu, karena penduduknya bertindak sangat zhalim, yaitu merampok orang-orang atau kafilah yang berlalu di sana. Rasulullah SAW ke sana bersama 1000 pasukan, sehingga membuat para pengacau itu melarikan diri.

Perang Bani Mushthaliq

Sayyidah Aisyah RA ikut serta dalam peperangan ini. Kaum muslim memperoleh kamenangan, mendapat barang rampasan perang yang banyak, serta menahan beberapa orang Mushthaliq, termasuk pemimpin mereka yang bernama Barrah binti al-Harits. Barrah ini kemudian dipersunting oleh Rasulullah SAW untuk menjadi istri beliau, dan namanya diganti menjadi Juwairiyah.

Perang Khandaq

Pada tahun 5 H, kaum musyrikin dan Yahudi bersatu untuk memerangi kaum muslimin. Mereka berjumlah 10.000 tentara dengan dikepalai oleh Abu Sufyan. Setelah mendengar rencana peperangan ini, Nabi Muhammad SAW segera bermusyawarah dengan para Shahabat RA. Dalam musyawarah itu dihasilkan keputusan untuk membuat parit (khandaq) yang mengitari kota Madinah. Keputusan ini berdasarkan ide dari Salman al-Faris RA.

Pada Perang Khandaq, kaum muslimin mengalami kesulitan yang luar biasa, karena tidak bisa memperoleh pasokan bahan makanan. Di sini lain, Bani Quraizhah yang ada di Madinah ikut-ikutan memusuhi kaum muslimin, begitu juga dengan kaum munafik. Sedangkan kaum musyrikin tak henti-hentinya mengepung Kota Madinah sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Ahzab [33]: 10

إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الْأَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا (10)

(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. (Q.S. al-Ahzab [33]: 10).

Pengepungan ini terjadi selama 15 hari. Kemudian Allah SWT menurunkan pertolongan dengan membuat Kota Madinah gelap gulita disertai badai angin yang sangat besar, sehingga membuat kaum musyrikin kocar-kacir meninggalkan tempat mereka.

Perang Quraizhah

Kaum muslimin meraih kemenangan dalam Perang Quraizhah. Perang ini disebabkan pelanggaraan Bani Quraizhah terhadap perjanjian yang sudah disepakati (tepatnya pada saat Perang Khandaq terjadi). Oleh karena itu, mereka diperangi oleh kaum muslimin dan mayat mereka dikuburkan di pasar Madinah.

Perubahan Hukum Anak Angkat

Pada tahun 5 H, ada perubahan hukum anak angkat, yakni anak angkat yang semula memperoleh hak mewarisi dan diwarisi, kemudian hukum tersebut dihapus.

Pada tahun 5 H, diturunkan ayat tentang hijab pada Surat Ahzab [33]: 53

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا (53)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri- istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (Q.S. al-Ahzab [33]: 53).

Tahun 5 H merupakan awal permulaan diwajibkannya ibadah haji bagi kaum muslimin.

TAHUN 6 H

Perang Bani Lihyan

Perang ini dilatarbelakangi oleh pembunuhan terhadap ‘Ashim RA, lalu Nabi Muhammad SAW mendatangi Bani Lihyan, tapi mereka melarikan diri.

Perjanjian Hudaibiyyah

Pada tahun ini Nabi Muhammad SAW hendak menunaikan umrah bersama para Shahabat RA yang berjumlah 1.500 orang. Mereka tidak membawa perlengkapan apapun selain perlengkapan untuk perjalanan semata. Akan tetapi kaum muslimin dihalangi oleh kafir Quraisy.

Setibanya di daerah Hudaibiyyah, kaum muslimin melakukan perjanjian genjatan senjata dengan kafir Quraisy selama 4 tahun. Nabi Muhammad SAW mengutus Utsman ibn ‘Affan RA dan beberapa Shahabat RA agar pergi ke Makkah untuk menyampaikan surat perdamaian. Akan tetapi Utsman RA ditahan, bahkan menurut kabar yang tersiar, Utsman RA telah dibunuh oleh kafir Quraisy. Mendengar kabar ini, Nabi Muhammad SAW bergegas mengumpulkan kaum muslimin dan membaiat mereka untuk membela Utsman RA sampai titik darah penghabisan.

Peristiwa baiat ini dilakukan di bawah pohon, dan setelah selesai, turunlah Surat al-Fath [48]:10

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا (10)

Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. ”Tangan” Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (Q.S. al-Fath [48]: 10)

Kaum kafir Quraisy mendengar terjadinya baiat ini. Oleh sebab itu, mereka cepat-cepat melepaskan Utsman RA dan Shahabat RA yang lain.

Seruan pada Raja-raja

Pada tahun 6 H, Nabi Muhammad SAW mengirim surat resmi kepada raja-raja agar masuk agama Islam, mereka antara lain: Kaisar Romawi, Raja Bashra, Damaskus, Mesir, Habasyah, Persia, Bahrain, Oman dan Yamamah. Raja yang menerima seruan Nabi SAW adalah raja Oman dan Yamamah

TAHUN 7 H

Beberapa peristiwa penting yang terjadi pada tahun 7 H: a) kaum muslimin memperoleh kemenangan gemilang pada Perang Khaibar dan berhasil menduduki benteng musuh; b) Kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah kembali ke Madinah; c) Takluknya Kabilah Fidak; sedangkan Kabilah Taima’ berkenan membayar pajak perlindungan kepada Rasulullah SAW; d) Pada bulan Dzulqa’dah, Nabi Muhammad SAW dan para Shahabat RA yang mengikuti Perjanjian Hudaibiyyah, melakukan ibadah umrah sebagai ganti dari umrah yang sebelumnya dihalangi oleh kaum kafir. Kemudian Nabi SAW dan para Shahabat RA tinggal di Makkah selama tiga hari; e) Terjadi perang Wadi al-Qura.

TAHUN 8 H

Pada tahun 8 H ini, terjadi Perang Mu’tah. Pasukan muslim berjumlah 3.000, sedangkan tentara musuh berjumlah sekitar 150.000. Pada mulanya kaum muslimin hampir mengalami kekalahan, akan tetapi kemudian berhasil memenangkan peperangan ini.

Pada tahun 8 H ini  terjadi Fathul Makkah (Pembebasan Kota Makka). Nabi Muhammad SAW masuk Masjidil Haram dan merobohkan berhala yang ada di sekitar Ka’bah sambil membaca Surat al-Isra’ [17]: 81

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

Dan katakanlah: ”Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Q.S. al-Isra’ [17]: 81).

Pada tahun 8 H juga, kaum muslimin memperoleh kemenangan pada Perang Hunain; sedangkan Perang Thaif batal terjadi, sehingga Rasulullah SAW kembali ke Madinah.

TAHUN 9 H

Di antara peristiwa penting pada tahun 9 H adalah: a) Nabi Muhammad SAW memerintahkan Ali ibn Abi Thalib RA bersama 150 Shahabat untuk menghancurkan berhala milik Suku Thayyi’; b) Perang Tabuk. Nabi Muhammad SAW membawa 3.000 pasukan, akan tetapi perang ini urung terjadi; c) Orang-orang Tsaqif dan Thaif berduyun-duyun masuk Islam; d) Pada bulan Dzulqa’dah, Abu Bakar RA diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk memimpin orang-orang yang beribadah haji; e) Pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay meninggal dunia; f) Putri Nabi, Ummi Kultsum RA wafat.

TAHUN 10 H

Pada tahun 10 H, Nabi Muhammad SAW mengutus Mu’adz ibn Jabbal dan Abu Musa al-Asy’ari RA untuk menyebarkan agama Islam di Yaman.

Pada tahun 10 H, Nabi Muhammad SAW menjalani Haji Wada’ (Perpisahan). Pada tanggal 8 Dzulhijjah 10 H, beliau pergi ke Mina dan tanggal 9 Dzulhijjah 10 H pergi ke ‘Arafah. Beliau menyampaikan khutbah Wada’ di ‘Arafah, setelah mengucapkan syukur dan puji kepada Allah SWT dengan berhenti pada setiap anak kalimat beliau bersabda:

”Wahai manusia sekalian! perhatikanlah kata-kataku ini! Aku tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu dengan kamu sekalian.

"Wahai para manusia, bahwasanya darah dan harta-benda kamu semua adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti kamu akan menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu. Sungguh, aku sudah menyampaikan ini!

”Barangsiapa telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya. Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu. Janganlah kamu berbuat aniaya terhadap orang lain, dan jangan pula kamu teraniaya. Allah telah menentukan bahwa tidak boleh lagi ada riba dan bahwa riba 'Abbas ibn ’Abd al-Muththalib semua sudah tidak berlaku.

”Bahwa semua tuntutan darah selama masa Jahiliah tidak berlaku lagi, dan bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Ibn Rabi’ah bin al-Harits ibn ’Abd al-Muththalib!

”Kemudian daripada itu saudara-saudara. Hari ini nafsu setan yang minta disembah di negeri ini sudah putus buat selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walau pun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan segala amal perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia. Oleh karena itu, peliharalah agamamu ini baik-baik.

”Saudara-saudara. Menunda-nunda berlakunya larangan bulan suci berarti memperbesar kekufuran. Dengan itu orang-orang kafir itu tersesat. Pada satu tahun mereka langgar dan pada tahun lain mereka sucikan, untuk disesuaikan dengan jumlah yang sudah disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana yang sudah dihalalkan.

”Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada duabelas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan suci, tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab itu antara bulan Jumadilakhir dan Sya’ban.

Kemudian daripada itu, saudara-saudara. Sebagaimana kamu mempunyai hak atas istri kamu, juga istrimu sama mempunyai hak atas kamu. Hak kamu-atas mereka ialah untuk tidak mengizinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan kaki ke atas lantaimu, dan jangan sampai mereka secara jelas membawa perbuatan keji. Kalau sampai mereka melakukan semua itu Tuhan mengizinkan kamu berpisah tempat tidur dengan mereka dan boleh memukul mereka dengan suatu pukulan yang tidak sampai menyakiti. Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka kewajiban kamulah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan sopan-santun. Berlaku baiklah terhadap istri kamu, mereka itu kawan-kawan yang membantumu, mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai amanat Tuhan, dan kehormatan mereka dihalalkan buat kamu dengan nama Tuhan.

”Perhatikanlah kata-kataku ini, saudara-saudara. Aku sudah menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas kutinggalkan di tangan kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu takkan sesat selama-lamanya - Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

”Wahai Manusia sekalian! Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Kamu akan mengerti, bahwa setiap muslim adalah saudara buat muslim yang lain, dan kaum muslimin semua bersaudara. Tetapi seseorang tidak dibenarkan (mengambil sesuatu) dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.

”Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?”

Sementara Nabi mengucapkan itu Rabi’ah mengulanginya kalimat demi kalimat, sambil meminta kepada orang banyak agar menjaganya dengan penuh kesadaran. Nabi juga menugaskan dia supaya menanyai mereka misalnya: Rasulullah bertanya ”hari apakah ini?” Mereka menjawab: Hari Haji Akbar! Nabi bertanya lagi: ”Katakan kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu oleh Tuhan disucikan, seperti hari ini yang suci, sampai datang masanya kamu sekalian bertemu Tuhan.”  Setelah sampai pada penutup kata-katanya itu, beliau bersabda lagi:  “Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?”. Maka serentak dari segenap penjuru orang menjawab: "Ya!"
       Lalu beliau bersabda: ”Ya Allah, saksikanlah ini!”

Selesai Nabi SAW mengucapkan khutbah, beliau turun dari al-Qashwa’ (unta beliau). Beliau masih di tempat itu sampai pada waktu shalat zhuhur dan ashar. Lalu Nabi SAW menaiki kembali unta beliau menuju Shakharat. Pada waktu itulah Nabi SAW membacakan firman Allah SWT kepada mereka:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. al-Mai’dah [5]: 3).

Abu Bakar RA menangis ketika mendengarkan ayat ini, karena merasa bahwa risalah Nabi SAW sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya Nabi SAW hendak menghadap Allah SWT (wafat).

TAHUN 11 H

Pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal 11 H atau 08 Juni 633 M, Nabi Muhammad SAW wafat pada usia 63 tahun. Beliau dimakamkan pada hari Rabu di rumah Sayyidah ’Aisyah RA.

Nabi Muhammad SAW tidak menginggalkan benda-benda berharga, kecuali al-Qur’an dan Hadits. Barangsiapa berpegang teguh pada keduanya, niscaya dia tidak akan tersesat selamanya.

Wallahu A’lam bi al-Shawab.