Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Profil Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A.



Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com

Najwa Shihab
Quraish Shihab bersama Najwa Shihab

Dari Buaian Hingga Berkeluarga

Nama lengkapnya, Muhammad Quraish Shihab. Biasa dipanggil Pak Quraish Shihab atau Ustadz Quraish Shihab. Beliau lahir tanggal 16 Februari 1944 di Rappang, Sulawesi Selatan. Quraish Shihab adalah anak keempat dari 12 bersaudara. Ibunda, Asma Aburisyi. Ayahanda, Prof. KH. Abdurrahman Shihab. Sang ayah merupakan ulama, guru besar tafsir, pengusaha, dan politikus terkemuka di Sulawesi Selatan. Sang ayah juga tercatat sebagai rektor dua perguruan tinggi di Makassar (dulu disebut Ujung Pandang), yaitu: Universitas Muslim Indonesia pada periode 1959–1965 dan IAIN Alauddin pada periode 1972–1977.

Pada ayahnya, Quraish Shihab belajar ilmu agama; sedangkan pada ibunya, Quraish Shihab belajar ilmu kehidupan. Beliau berkisah, “Aku, meskipun telah dewasa, masih kecil jika berhadapan dengannya. Ketika tua pun, aku masih kanak-kanak saat bersamanya. Aku masih senang berada di pembaringannya, walau aku telah berumah tangga. Aku merengek tanpa malu, menciumnya tanpa puas, berlutut dengan bangga di hadapannya”.

Wafatnya sang ibu pada tahun 1986 adalah momen paling menyedihkan bagi Quraish Shihab. Dalam sehari, Quraish Shihab membacakan Al-Fatihah sebanyak tujuh kali untuk ibu yang dirindukannya itu. Quraish Shihab menulis sebuah kalimat tentang ibu, “Ibu adalah salah satu ciptaan Tuhan yang paling mengagumkan. Hatinya adalah anugerah Tuhan yang terindah. Dunia dan seisinya tidak sepadan dengan kasih sayang ibu. Ibu lebih agung, ibu lebih indah, ibu lebih kuat. Ibu adalah sumber memperoleh kebajikan”.

Quraish Shihab menjalin mahligai rumah tangga dengan Fatmawaty Assegaf pada 2 Februari 1975 di Solo. Ketika itu, Quraish Shihab berusia 30 tahun, sedangkan sang istri masih berusia 20 tahun. Dalam biografinya, Cahaya, Cinta dan Canda Quraish Shihab, Quraish Shihab berkisah: “Setiap malam saya juga selalu berdoa agar istri saya pandai berbahasa Inggris dan Prancis”. Pada pertemuan pertama dengan calon istri, Quraish Shihab langsung merasa nyaman. Seperti ada rasa klop, cocok. “Saya kira pengaruh dari ajaran agama. Hati itu punya kelompok, al-arwah junud mujannadah. Yang berkenalan hatinya, akan langsung klop. Yang tidak, akan berjauhan”. Fatmawati Assegaf merupakan anak kedelapan dari 15 bersaudara, putri pasangan pengusaha batik, Murni Ali Abu Bakar Assegaf dan Khadijah.

Pasangan Quraish Shihab-Fatmawaty Assegaf dikaruniai lima orang anak: Najelaa Shihab, Najwa Shihab, Nasywa Shihab, Ahmad Shihab, dan Nahla Shihab. Seluruh putrinya diberi nama dengan awalan huruf Nun, karena menurut Quraish Shihab, Nun adalah abjad istimewa, berdiri sendiri dan mengandung makna yang positif. Bagi anak-anaknya, Quraish Shihab adalah sosok ayah yang periang dan suka bercanda. Contoh candanya, Quraish Shihab mengaku kepada anak-anaknya bahwa beliau mengidolakan pemain sepakbola bernama Qreschev. Setelah ditelusuri, itu hanyalah nama lain dari Quraish Shihab sendiri.  

Dalam mendidikan perilaku religius, Quraish Shihab sangat disiplin. Semua anaknya harus berada di rumah saat shalat Maghrib. Mereka memiliki tradisi untuk ikut shalat berjamaah. Setelah itu, mereka membaca wirid, kemudian mengaji al-Qur’an. Setiap malam, rumah Quraish Shihab selalu semarak dengan bacaan al-Qur’an. bacaan wirid yang dibaca setiap malam adalah Ratib al-Haddad, sedangkan di pagi hari membaca Wirid Lathif yang bertujuan untuk melenyapkan kesusahan, kesedihan, kegelisahan, mempermudah rezeki serta memenuhi kebutuhan.  

Terkait pendidikan, Quraish Shihab membebaskan anak-anaknya untuk memilih bidang apapun yang hendak di masuki. Beliau percaya bahwa dengan pondasi keagamaan yang kokoh, anak-anaknya tidak akan tersesat. Tak heran jika semua anak Quraish Shihab menekuni beragam profesi. Ada yang menjadi psikolog, jurnalis dan presenter televisi, dokter, hingga bisnis di bidang IT. Meskipun profesi mereka berbeda, namun di malam hari, seusai shalat Maghrib, mereka semua menjadi bagian shalat berjamaah dan melafalkan doa-doa yang sama.

Quraish Shihab bahwa warisan keluarga yang paling berharga adalah nilai dan karakter hidup. Harta bisa habis, tapi nilai-nilai yang ditanamkan sedari kecil tidak. “Fondasi paling dasar berupa agama, budaya, kecintaan membaca ke depan akan sangat berpengaruh bagi generasi selanjutnya”.

Hingga saat ini, anak-anak Quraish Shihab masih menunjukkan keakraban dengan sang ayah, sebagaimana cerita Najwa Syihab berikut:  “Saya sengaja mengambil rumah tidak jauh dari rumah Abi agar sering ketemu, berangkat mampir dulu salaman atau sekadar ngobrol-ngobrol dulu usai membaca. Apalagi sekarang dibantu juga dengan teknologi dengan adanya grup WA setiap informasi apapun disampaikan di grup”.

Jejak Akademik dan Non Akademik

Rasa cinta Quraish Shihab terhadap al-Qur’an bermula dari sang ayah yang sering memberi nasihat berupa ayat-ayat al-Qur’an. Sejak usia 6-7 tahun, Quraish Shihab sudah rajin mengikuti pengajian al-Qur’an yang diadakan ayahnya. Selain menyuruh membaca al-Qur’an, sang ayah juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam al-Qur’an.

Pendidikan formal Quraish Shihab dimulai dari Sekolah Dasar di Ujung Pandang (Makassar). Pada usia 12 tahun, Quraish Shihab sempat “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyah, Malang (1956-1958).

Selanjutnya Quraish Shihab beserta adiknya (Alwi Shihab) dikirim oleh ayahnya ke Al-Azhar Kairo. Mereka berangkat ke Kairo pada tahun 1958, saat usia Quraish Shihab baru 14 tahun. Di sana, Quraish Shihab diterima di kelas dua I’dadiyah Al-Azhar (setingkat SMP atau MTs di Indonesia). Lalu lulus tingkat SMA/MA pada tahun 1963.

Pada tahun 1963, Quraish Shihab melanjutkan studi ke Universitas al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967, Quraish Shihab meraih gelar Lc. (setingkat Sarjana S1). Dua tahun kemudian (1969), Quraish Shihab meraih gelar M.A. dengan tesis berjudul “al-I’jaz at-Tasryri’i al-Qur’an al-Karim (Kemukjizatan al-Qur’an al-Karim dari Segi Hukum)”.

Setelah berhenti sejenak untuk kembali ke Indonesia atas perintah sang ayah, Quraish Shihab melanjutkan studinya di Al-Azhar pada tahun 1980 dengan mengambil spesialisasi Studi Tafsir al-Qur’an. Hanya dalam waktu dua tahun, Quraish Shihab meraih gelar Doktor dengan disertasi berjudul “Nazhm al-Durar li al-Biqa’i: Tahqiq wa Dirasah yang mengkaji Kitab Tafsir Nazhm al-Durar karya al-Biqa’i dan meraih penghargaan tertinggi (Tingkat I): Mumtaz Ma’a Martabah al-Syaraf al-Ula dengan yudisium Summa Cum Laude. Boleh dikatakan, Quraish Shihab adalah doktor pertama dari Indonesia, di bidang ilmu al-Qur’an, mengingat mayoritas akademisi Indonesia bergelut di bidang Fikih.

Jejak Perjuangan dan Pengabdian

Pada tahun 1973, Quraish Shihab dipanggil pulang oleh ayahnya yang ketika itu menjabat sebagai rektor, untuk membantu mengelola pendidikan di IAIN Alauddin. Quraish Shihab ditunjuk menjadi Wakil Rektor Bidang Akademis dan Kemahasiswaan sampai tahun 1980. Di samping itu, Quraish Shihab sering mewakili sang ayah yang uzur karena usia dalam menjalankan tugas-tugas pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu, Quraish Shihab diserahi berbagai jabatan, seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII (Indonesia Bagian Timur).

Tahun 1984, Quraish Shihab berpindah tugas dari IAIN Alauddin Makassar ke IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai dosen Tafsir dan Ulumul Qur’an di Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998. Bahkan Quraish Shihab dipercaya menduduki jabatan Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu, Quraish Shihab ditunjuk sebagai Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998) selama kurang lebih dua bulan. Jabatan Menteri Agama tak lama, karena lengsernya Presiden Soeharto bersamaan berakhirnya rezim Orde Baru pada 1998. Saat lahirnya Era Reformasi, Quraish Shihab ditugaskan menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir dan berkedudukan di Kairo. Sejak 2004 hingga sekarang, Quraish Shihab menjadi Direktur Pusat Studi Qur’an.

Kehadiran Quraish Shihab di Jakarta disambut hangat oleh masyarakat luas. Buktinya, Quraish Shihab dipercaya menduduki sejumlah jabatan penting, seperti Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), Anggota Lajnah Pentashhih Al-Qur’an Departemen Agama sejak 1989. Quraish Shihab juga terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI); Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan; Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, Ulumul Qur’an, Mimbar Ulama, dan Refleksi: Jurnal Kajian Agama dan Filsafat.

Jejak Prestasi dan Peninggalan

Quraish Shihab dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal. Kegiatan ceramah dilakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid Al-Tin dan Fathullah; di lingkungan pejabat pemerintah, seperti pengajian Istiqlal; serta di sejumlah stasiun televisi, khususnya di.bulan Ramadhan, seperti Metro TV dan RCTI.

Ceramah Quraish Shihab diterima oleh semua lapisan masyarakat, karena mampu menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, namun lugas, rasional dan moderat.

Quraish Shihab adalah pakar tafsir al-Qur’an di Indonesia yang piawai dalam menerjemahkan dan menyampaikan pesan-pesan al-Qur’an sesuai konteks masa modern bahkan post-modern. Lebih dari itu, Quraish Shihab memiliki sifat-sifat sebagai guru atau pendidik yang patut diteladani. Penampilannya yang sederhana, tawadhu’, tutur kata yang santun (hampir tidak pernah ditemui tutur kata beliau yang menyakitkan hati orang lain), kasih sayang kepada semua makhluk (bahkan melarang umat muslim untuk memetik kuntum bunga yang belum mekar), jujur, amanah, dan tegas terhadap prinsip-prinsip agama.

Contoh sikap tawadhu yang patut diteladani dari figur Quraish Shihab adalah keengganan beliau dipanggil “Habib” maupun “Kiai”. Sesungguhnya, Quraish Shihab memiliki hampir semua persyaratan untuk menjadi habib. Beliau adalah cucu dari Habib Ali ibn Abdurrahman, habib asli asal Hadhramaut, Yaman. Secara keilmuan, Quraish Shihab dihormati berbagai kalangan karena kemampuan akademik dan agama yang luar biasa.

Quraish Shihab merasa keberatan menyandang gelar habib dikarenakan pengertian dan kesan tentang habib di Indonesia berkembang jauh menjadi sebuah kesan bahwa habib adalah orang yang berilmu wahid dan dekat dengan Rasulullah SAW. Quraish Shihab juga khawatir adanya kemungkinan asosiasi Rasulullah SAW dengan dirinya. Singkatnya, gelar habib di Indonesia menurut Quraish Shihab “mengandung unsur pujian”. Oleh sebab itu, beliau bersikukuh menolak memakai gelar habib, meskipun berhak. Terlebih sang ayah, KH. Abdurrahman telah mengajarkan kepada anak-anaknya untuk tidak menonjolkan gelar apapun, apalagi yang berasal dari garis keturunan.

Quraish Shihab bertutur: “Saya merasa, saya butuh untuk dicintai, saya ingin mencintai. Tapi rasanya saya belum wajar untuk jadi teladan. Karena itu saya tidak, belum ingin dipanggil Habib”. Quraish Shihab juga enggan menyandang gelar kiai. “Udah deh, nggak usah repot-repot pangil saya habib atau kiai. Panggil saya ustadz saja,” tutur Quraish Shihab.

Terkait sikap moderat, ketika Quraish Shihab dituduh sebagai Syi’ah, beliau menjawab: “Sayalah yang paling konsisten di antara kakak-adik. Berada di tengah, dan memilih organisasi yang lebih menyatukan umat. Saya bukan NU, Muhammadiyah, Sunni, atau Syi'ah”.

Quraish Shihab menyebutkan bahwa hidupnya diwarnai oleh prinsip mempertemukan. “Usahakanlah mempertemukan dua hal yang berbeda atau bahkan bertolak belakang. Usahakan mempertemukan paham Jabariah (fatalisme) dengan Qadariyah (free will). Mempertemukan hati dengan akal, iman, dan ilmu,” tutur Quraish Shihab.

Prinsip ini yang kemudian mendorong Quraish Shihab menulis buku Sunni Syiah Bergandengan Tangan, Mungkinkah?. Beliau bertutur: “Hati saya puas dengan terbitnya buku itu, nalar saya pun tidak keberatan dengan sanggahan atau tuduhan orang. Sekali waktu bahwa saya Syi'i (Syiah) di kali lain Sunni, sekali Asy'ari di kali lain Mu'tazili, bahkan kalau ada yang berkata lebih dari itu, silakan saja”.

Prestasi yang sangat menonjol dari Shihab adalah keberhasilannya menjadi mufasir Indonesia melalui magnumopusnya yang berjudul Tafsir al-Mishbah. Materi Tafsir al-Mishbah mencapai lebih dari 10.000 halaman dan terdiri dari 15 volume dengan rincian: Vol 1: Q.S. al-Fatihah s/d al-Baqarah. Vol 2: Q.S. Ali ‘Imran s/d al-Nisa’. Vol 3: Q.S. al-Ma’idah. Vol. 4: Q.S. al-An’am. Vol 5: Q.S. al-A’raf s/d al-Taubah. Vol 6: Q.S. Yunus s/d al-Ra’d. Vol 7: Q.S. Ibrahim s/d al-Isra’. Vol 8: Q.S. al-Kahfi s/d al-Anbiya’. Vol 9: Q.S. al-Hajj s/d al-Furqan. Vol 10: Q.S. al-Syu’ara’a s/d al-‘Ankabut. Vol 11: Q.S. al-Rum s/d Yasin. Vol 12: Q.S. al-Shaffat s/d al-Zukhruf. Vol 13: Q.S. al-Dukhan s/d al-Waqi’ah. Vol 14: Q.S. al-Hadid s/d al-Mursalat. Vol 15: Q.S. al-Naba’ s/d al-Nas. 

KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) memberikan testimoni terkait Tafsir al-Mishbah sebagai berikut: “Setiap kata yang lahir dari rasa cinta, pengetahuan yang luas dan dalam, serta lahir dari   sesuatu yang telah menjadi bagian dirinya niscaya akan memiliki kekuatan daya sentuh, daya hunjam dan daya dorong bagi orang-orang yang menyimaknya. Demikianlah yang saya rasakan ketika membaca tulisan dari guru yang kami cintai, Prof. Dr. M. Quraish Shihab”. Bahkan pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M. Federspiel, merekomendasikan agar karya-karya tafsir Quraish Shihab menjadi “bacaan wajib” bagi setiap muslim di Indonesia saat ini.

Quraish Shihab telah menghasilkan beragam karya tulis. Berikut daftar karya beliau: 1) Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1984); 2) Menyingkap Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1998); 3) Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998); 4) Pengantin al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1999); 5) Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999); 6) Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999); 7) Panduan Puasa Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika, 2000); 8) Panduan Shalat Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit Republika, 2003); 9) Anda Bertanya, Quraish Shihab Menjawab Berbagai Masalah KeIslaman (Mizan Pustaka); 10) Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah Mahdah (Bandung: Mizan, 1999);

11) Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Al Quran dan Hadits (Bandung: Mizan, 1999); 12)  Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah dan Muamalah (Bandung: Mizan, 1999); 13) Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Wawasan Agama (Bandung: Mizan, 1999); 14) Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Tafsir Al Quran (Bandung: Mizan, 1999); 15) Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987); 16) Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987); 17) Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda (MUI & Unesco, 1990); 18) Kedudukan Wanita Dalam Islam (Departemen Agama); 19) Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994); 20) Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1994);

21) Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996); 22) Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996); 23) Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997); 24) Secercah Cahaya Ilahi; Hidup Bersama Al-Qur'an (Bandung; Mizan, 1999); 25) Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili (Jakarta: Lentara Hati, 1999); 26) Jalan Menuju Keabadian (Jakarta: Lentera Hati, 2000); 27) Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an (15 Volume, Jakarta: Lentera Hati, 2003); 28) Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT (Jakarta: Lentera Hati, 2003); 29) Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam Pandangan Ulama dan Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004); 30) Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan di balik Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2004);

31) Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005); 32) Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal Dalam Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005); 33) Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera Hati, 2006); 34) Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006); 35) Wawasan al-Qur'an Tentang Dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati, 2006); 36) Asmâ' al-Husnâ: Dalam Perspektif al-Qur'an (4 buku dalam 1 boks) (Jakarta: Lentera Hati); 37) Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2007); 38) Al-Lubâb; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fâtihah dan Juz ‘Amma (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2008); 39) 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati); 40) Berbisnis dengan Allah: Tips Jitu Jadi Pebisnis Sukses Dunia Akhirat (Jakarta: Lentera Hati);

41) M. Quraish Shihab Menjawab: 1001 Soal KeIslaman yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, 2008); 42) Doa Harian Bersama M. Quraish Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2009); 43) Seri yang Halus dan Tak Terlihat: Jin dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati); 44) Seri yang Halus dan Tak Terlihat: Malaikat dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati); 45) Seri yang Halus dan Tak Terlihat: Setan dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati); 46) M. Quraish Shihab Menjawab: 101 Soal Perempuan yang Patut Anda Ketahui (Jakarta: Lentera Hati, Maret 2010); 47) Al-Qur'ân dan Maknanya: Terjemahan Makna disusun oleh M. Quraish Shihab (Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2010); 48) Membumikan al-Qur'ân Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan (Jakarta: Lentera Hati, Februari 2011); 49) Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, dalam sorotan Al-Quran dan Hadits Shahih (Jakarta: Lentera Hati, Juni 2011); 50) Do'a al-Asmâ' al-Husnâ (Doa yang Disukai Allah SWT) (Jakarta: Lentera Hati, Juli 2011); 51) Tafîr Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur'ân (Boxset terdiri dari 4 buku) (Jakarta: Lentera Hati, Juli 2012).

Referensi


http://bio.or.id/biografi-quraish-shihab/ [diakses 25 Desember 2017]










Posting Komentar untuk "Profil Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A."