Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rahasia Nama Surat al-Qur'an (Bagian I)


Dr. Rosidin, M.Pd.I 

http://www.dialogilmu.com


Surat Mushhaf Utsmani
Urutan Surat dalam Mushhaf Utsmani

Sudah disepakati oleh para ulama dan umat muslim, bahwa jumlah Surat al-Qur’an adalah 114. Menurut urutan Mushhaf Utsmani, Surat pertama adalah al-Fatihah, sedangkan Surat terakhir adalah al-Nas.

Ibaratnya, seorang penulis pasti memiliki maksud tersendiri ketika memberi judul bab-bab dalam buku karyanya. Demikian halnya Surat-Surat al-Qur’an yang berposisi layaknya bab-bab buku. Tentu ada maksud dan hikmah tersendiri di balik penamaannya.

Sejalan dengan itu, penulis tertarik untuk menelaah Surat-Surat al-Qur’an. Ternyata penulis mendapati temuan yang cukup bermanfaat, yaitu ada 13 kategori penamaan Surat al-Qur’an, sesuai dengan rincian di bawah ini:

Kategori
Nama Surat
Nomor
Kata Mutasyabbihat
Thaha
20
Yasin
36
Shad
38
Qaf
50
Allah SWT
Fathir (Maha Pencipta)
35
Ghafir (Maha Pengampun)
40
Al-Rahman (Maha Penyayang)
55
Al-A’la (Maha Tinggi)
87
Al-Qur’an
Al-Furqan (Pembeda Haq dan Batil)
25
Fushshilat (Dijelaskan Ayat-ayatnya)
41
Al-Bayyinah (Yang Menjelaskan)
98
Hari Akhir
Al-Waqi’ah (Hari Kiamat)
56
Taghabun (Hari Ditampakkan Kesalahan)
64
Al-Haqqah (Hari Kiamat)
69
Al-Qiyamah (Hari Kiamat)
75
Al-Takwir (Menggulungnya Matahari)
81
Al-Infithar (Terbelahnya Langit)
82
Al-Insyiqaq (Terbelahnya Langit)
84
Al-Ghasyiyah (Hari Pembalasan)
88
Al-Zalzalah (Kegoncangan)
99
Al-Qari’ah (Hari Kiamat)
101
Sikap dan Perilaku
Al-Taubah (Taubat)
9
Al-Isra’ (Perjalanan Malam Hari)
17
Al-Sajdah (Sujud)
33
Al-Shaffat (Yang Bershaf-shaf)
37
Al-Syura (Musyawarah)
42
Al-Jatsiyah (Yang Berlutut)
45
Al-Mujadilah (Yang Menggugat)
58
Al-Hasyr (Pengusiran)
59
Al-Mumtahanah (Yang Diuji)
60
Al-Shaff (Barisan)
61
Al-Thalaq (Cerai)
65
Al-Tahrim (Pengharaman)
66
Al-Muzzammil (Yang Berselimut)
73
Al-Muddatstsir (Yang Berselimut)
74
‘Abasa (Yang Bermuka Masam)
80
Al-Takatsur (Saling Bermegahan)
102
Al-Humazah (Pengumpat)
104
Al-Ikhlash (Memurnikan Keesaan Allah)
112
Manusia Individu
Yunus (Nabi dan Rasul)
10
Hud (Nabi dan Rasul)
11
Yusuf (Nabi dan Rasul)
12
Ibrahim (Nabi dan Rasul)
14
Maryam (Tokoh Teladan)
19
Luqman (Tokoh Teladan)
31
Muhammad (Nabi dan Rasul)
47
Nuh (Nabi dan Rasul)
71
Al-Insan (Manusia)
76
Manusia Kelompok
Ali ‘Imran  (Kelurga ‘Imran)
3
Al-Nisa’ (Kaum Wanita)
4
Al-Anbiya’ (Para Nabi)
21
Al-Hajj (Jamaah Haji)
22
Al-Mu’minun (Kaum Mukminin)
23
Al-Syu’ara’ (Para Penyair)
26
Al-Rum (Bangsa Romawi)
30
Al-Ahzab (Kelompok yang Bersekutu)
32
Al-Zumar (Rombongan Manusia)
39
Al-Munafiqun (Kaum Munafik)
63
Al-Muthaffifin (Orang-orang yang Curang)
83
Quraisy (Bangsa Quraisy)
106
Al-Kafirun (Kaum Kafir)
109
Al-Nas (Bangsa Manusia)
114
Binatang
Al-Baqarah (Sapi Betina)
2
Al-An’am (Binatang Ternak)
6
Al-Nahl (Lebah)
16
Al-Naml (Semut)
27
Al-‘Ankabut (Laba-Laba)
29
Al-‘Adiyat (Kuda yang Berlari Kencang)
100
Al-Fil (Gajah)
105
Tumbuhan
Al-Tin (Buah Tin)
95
Tempat
Al-A’raf (Tempat Tertinggi)
7
Al-Hijr (Kota Hijr; Tempat Kaum Tsamud)
15
Al-Kahfi (Gua)
18
Saba’ (Negeri Saba’)
34
Al-Ahqaf (Bukit-Bukit Pasir)
46
Al-Hujurat (Kamar-Kamar)
49
Al-Thur (Bukit)
52
Ma’arij (Tempat-Tempat Naik)
70
Al-Balad (Negeri Mekah)
90
Al-Kautsar (Telaga Kautsar)
108
Waktu
Al-Jumu’ah (Hari Jum’at)
62
Al-Lail (Malam)
92
Al-Dhuha (Waktu Dhuha)
93
Al-Qadr (Lailatul Qadar)
97
Al-‘Ashr (Waktu Ashar)
103
Al-Falaq (Waktu Shubuh)
113
Benda
Al-Ra’d (Guruh)
13
Al-Nur (Cahaya)
24
Al-Zukhruf (Perhiasan)
43
Al-Dukhan (Kabut)
44
Al-Dzariyat (Angin yang Menerbangkan)
51
Al-Najm (Bintang)
53
Al-Qamar (Bulan)
54
Al-Hadid (Besi)
57
Al-Qalam (Pena)
68
Al-Buruj (Gugusan Bintang)
85
Al-Thariq (Bintang)
86
Al-Fajr (Fajar)
89
Al-Syams (Matahari)
91
Al-Lahab (Api yang Bergejolak)
111
Lain-Lain
Al-Fatihah (Pembuka)
1
Al-Ma’idah (Hidangan Langit)
5
Al-Anfal (Rampasan Perang)
8
Al-Qashash (Kisah-Kisah)
28
Al-Fath (Kemenangan)
49
Al-Mulk (Kerajaan)
67
Al-Jinn (Bangsa Jin)
72
Al-Mursalat (Malaikat yang Diutus)
77
Al-Naba’ (Berita Besar)
78
Al-Nazi’at (Malaikat yang Mencabut)
79
Al-Insyirah (Terbukanya Hati)
94
Al-‘Alaq (Segumpal Darah)
96
Al-Ma’un (Yang Berguna)
107
Al-Nashr (Kemenangan)
110

Pertama, Kategori Kata-Kata Mutasyabbihat

Meliputi Surat Thaha [20], Yasin [36], Shad [38] dan Qaf [50]. Jika mengacu pada Tafsir Jalalain, keempatnya dimaknai, “Allah Yang Maha Mengetahui Maksudnya”. Hal ini selaras dengan kandungan Surat Ali ‘Imran [3]: 7

وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ

Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya (ayat mutasyabbihat) melainkan Allah (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 7).

Hemat penulis, di antara hikmah ayat-ayat mutasyabbihat adalah meredam rasa ingin tahu akal, sekaligus membuat akal sadar bahwa ada sesuatu yang mustahil untuk dinalar. Sesuatu tersebut bersifat supra-rasional atau di luar batas nalar akal. Dalam ilustrasi Quraish Shihab, ibarat manusia mustahil memeluk gunung; yang bisa hanyalah menunjuk ke arah gunung. Oleh sebab itu, sejenius apapun akal seseorang, dia perlu rendah hati dan tidak sombong, karena akalnya tidak akan pernah mampu untuk menyingkap makna ayat-ayat mutasyabbihat.

Kedua, Kategori Sifat-Sifat Allah SWT

Kategori ini meliputi Surat Fathir (Maha Pencipta) [35]; Ghafir (Maha Pengampun) [40]; Al-Rahman (Maha Penyayang) [55] dan Al-A’la (Maha Tinggi) [87].

Kata Fathir mengacu pada Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Pencipta, terutama menciptakan langit, bumi dan malaikat (Fathir [35]: 1). Pengakuan Allah SWT sebagai Fathir telah ditegaskan oleh Nabi Ibrahim AS

إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (79)

Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (Q.S. al-An’am [6]: 79)

Bacaan di atas mirip dengan salah satu bacaan doa iftitah yang dibaca dalam shalat, sesaat sebelum membaca Surat al-Fatihah.

Dari akar kata yang sama, muncullah kata fitrah yang melekat pada diri manusia. Artinya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan membawa fitrah masing-masing (Q.S. al-Rum [30]: 30). Fitrah tersebut ibarat benih yang siap ditumbuh-kembangkan pada fase-fase kehidupan berikutnya, terutama melalui pendidikan pranatal (sebelum lahir), pedagogi (usia anak-anak) hingga andragogi (usia dewasa). Harapannya, manusia tumbuh sesuai dengan fitrahnya yang pernah bersaksi bahwa Allah SWT adalah Tuhannya (Q.S. al-A’raf [7]: 172). 

Kata Ghafir mengacu pada Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Pengampun, namun diiringi dengan sifat-sifat lain seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut:

غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ (3)

Yang mengampuni dosa dan menerima taubat lagi keras hukuman-Nya. yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk). (Q.S. Ghafir [40]: 3)

Pemahaman terhadap ayat di atas akan mengantarkan seseorang pada posisi seimbang, yaitu bersikap raja’ (berharap) terhadap ampunan dosa, penerimaan taubat dan luasnya karunia Allah SWT. Di sisi lain, bersikap khauf (takut) terhadap siksa-Nya yang keras, terutama pada saat seluruh makhluk dikembalikan kepada-Nya di akhirat kelak. Oleh sebab itu, tiada satupun di dunia ini yang dapat menakut-nakutinya untuk beriman kepada Allah SWT, seperti yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang hidup pada zaman Fir’aun yang terkenal bengis dan kejam (Q.S. Ghafir [40]: 28). Apalagi Allah SWT menjanjikan bahwa laki-laki maupun wanita, akan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab, apabila mampu memadukan iman dan amal shalih (Q.S. Ghafir [40]: 40).

Kata al-Rahman mengacu pada Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Penyayang. Berbeda halnya dengan sifat Rahim (Maha Pengasih) yang bisa dimiliki oleh manusia, seperti Nabi Muhammad SAW yang diberi gelar “al-ra’uf al-rahim” yang berarti “amat belas kasihan lagi amat penyayang” (Q.S. al-Taubah [9]: 128); sifat Rahman (Maha Penyayang) hanya dimiliki oleh Allah SWT. Di antara bukti kasih sayang Allah SWT yang mustahil ditiru oleh manusia adalah nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan kepada manusia, sebagaimana yang tercantum dalam Surat al-Rahman. Sebanyak 31 kali, Allah SWT membuat pertanyaan:

فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Pertanyaan tersebut tercantum dalam Surat al-Rahman ayat 13, 16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, 77. Di antara contoh nikmat yang mencerminkan kasih sayang Allah SWT adalah, “Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya”. (Q.S. al-Rahman [55]: 10-12).

Kata al-A’la mengacu pada Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Tinggi. Yang Menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. Dan yang menumbuhkan rumput-rumputan (Q.S. al-A’la [87]: 1-4).

Dalam Tafsir al-Mawardi disebutkan bahwa al-A’la bermakna Allah SWT memiliki sifat yang luhur, antara lain: a) Tiada yang sama dengan Allah SWT (لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ); b) Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah SWT; c) Allah SWT adalah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan.

Wallahu A’lam bi al-Shawab.

(Bersambung ke Bagian II)


Malang, 13 November 2017