Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islam Rahmatan lil 'Alamin versi KH. Hasyim Muzadi


Islam Rahmatal lil'alamin
Almaghfurlah Abah Hasyim sebagai "Panglima" Toleransi Beragama Nasional dan Internasional

PROMOSI ISLAM MODERAT DARI EROPA KE TIMUR TENGAH

Almaghfurlah KH. Ahmad Hasyim Muzadi


Ada hal sangat penting yang ingin saya sampaikan, yaitu oleh-oleh dari perjalanan luar negeri. Saya sudah berpuluh-puluh kali pergi ke luar negeri, akan tetapi maknanya tidak sebobot perjalanan kali ini. Di sini ada penglihatan, pemikiran, dan pengalaman yang sangat berharga untuk ditelaah dalam posisi kita sebagai umat Rasulullah SAW.


Pada tanggal 28 Januari 2007, saya dari Jakarta menuju London. Di sana saya bertemu Menteri Luar Negeri dan Direktur British Counseling. Bertujuh saya ke sana untuk mempromosikan Islam yang wasathan (moderat) atau yang terkenal dengan istilah Rahmatan lil ‘Alamin. Itulah Islam yang otentik dalam al-Qur’an. Adapun yang dimaksud dengan sikap moderat (wasathiyah) adalah:

اَلْوَسَطِيَّةُ هِيَ اَلتَّوَازُنُ بَيْنَ الْعَقِيْدَةِ وَالتَّسَامُهِ

Keseimbangan antara keyakinan yang kokoh dengan toleransi.

Dalam interaksi sosial, sikap moderat diwujudkan melalui sikap toleransi (tasamuh). Toleransi ada dua macam. Pertama, Toleransi intern umat muslim. Toleransi ini yang biasa kita sebut dengan istilah al-Qur’an,

 لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ

Bagi kami amalan kami, dan bagi kalian amalan kalian (Q.S. al-Baqarah [2]:

Misalnya, ada orang muslim yang shalat Shubuh dengan membaca qunut dan ada yang tidak. Semua itu adalah alternatif. Dulu, para pemimpin Muhammadiyah dan NU tidak meributkan masalah qunut, karena sama-sama ngerti, misalnya pada zaman Pak Idham Cholid dan Buya Hamka. Sekarang, anak-anak Muhammadiyah dan NU juga tidak ribut soal qunut, karena sudah tidak shalat Shubuh, sehingga qunutnya lewat.

Ini adalah tasamuh (toleransi) di antara muslimin, selama tidak ada inhiraf (keluar dari batas syariat). Tasamuh bisa diartikan mau memegangi pendapat sendiri, akan tetapi mau mengerti pendapat saudaranya sesama muslim. Jadi, jangan memonopoli kebenaran, kecuali yang bersifat qath’i (pasti). Kalau masih bersifat zhanni (dugaan), yaitu sesuatu yang termasuk daerah pemikiran atau ijtihad, maka harus ada keseimbangan antara ilmu dan toleransi.

Kedua, toleransi dengan non muslim. Mengapa harus ada toleransi terhadap non muslim? Karena dalam Islam itu, kalau diibaratkan rumah, di sana ada teras yang bisa dipakai untuk mengerti non-muslim. Mengerti bukan berarti setuju. Kalaupun kita memaksa umat Kristen untuk masuk Islam, maka itu sia-sia saja, karena Islamnya tidak sah. Firman Allah SWT dalam Surat al-Baqarah [2]: 256,

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (256)

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Maka barangsiapa yang ingkar kepada thaghut (berhala) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus; dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S. al-Baqarah [2]: 256).

Surat al-Qashash [28]: 56,

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (56)

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk (Q.S. al-Qashash [28]: 56).

Yang bisa kita lakukan adalah berdakwah kepada mereka sebisa-bisanya. Adapun mereka mau menerima atau tidak, semua itu urusan Allah SWT.

Bagian kedua yang akan saya bahas adalah sunnatullah yang bergerak lintas batas. Sunnatullah tidak terbatas pada Islam, akan tetapi berlaku lintas batas. Bahkan sunnatullah tidak hanya berlaku untuk muslim dan non-muslim, melainkan juga untuk seluruh makhluk Allah SWT. Contoh sunnatullah, orang Kristen kuliah di fakultas kedokteran, bisa menjadi dokter; sedangkan orang NU yang tidak kuliah di fakultas kedokteran, menjadi dukun saja sudah alhamdulillah. Artinya, sunnatullah ini berjalan pada sifat Rahman, tidak pada sifat Rahim. Dalam suatu Hadis, Rasulullah SAW bersabda:

الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ فَحَيْثُ وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا (رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ)

Kalimah bijaksana itu barang hilang (milik) orang mukmin, di manapun dia menemukannya, dia lebih berhak memilikinya. (H.R. al-Tirmidzi)

Hikmah adalah inti ilmu. Misalnya, inti hukum adalah keadilan, sehingga hikmah hukum adalah keadilan. Kadang-kadang, ilmu dan hikmah itu terpisah. Misalnya, ada hukum (law), namun tidak ada keadilan (justice).

Hikmah itu milik umat Islam. Kalau hikmah itu tidak ada pada kamu, melainkan ada pada orang lain; berarti hikmah itu tertinggal (ketelesot) di sana; maka ambillah hikmah itu. Jangan karena hikmah itu berada di luar muslim, lalu kamu merasa hikmah itu milik orang kafir. Karena ilmu itu sifatnya bukan teritorial, melainkan substansial.

Contoh, ketika saya berada di Arab, kalau janjian itu tidak pernah tepat. Kalau orang Arab sudah ngomong “bukrah” (besok), berarti dia tidak datang. Suatu saat saya diundang menghadiri turats (peringatan) Raja King Abdul ‘Aziz. Ketika saya sudah pakai dasi dan mau berangkat; ternyata di bawah pintu kamar saya, diselipkan sebuah pengumuman yang menyebutkan bahwa pembukaan acara turats ditunda dua hari lagi, karena Ketua Panitia masih berada di Perancis. Hal yang begini ini tidak bakal terjadi di Eropa!

Kalau saya punya janjian pada jam tujuh pagi tepat, maka ketika jam tujuh kurang lima menit, pintu tempat perjanjian masih belum dibuka. Begitu masuk jam tujuh tepat, baru pintu itu dibuka. Artinya, ketepaan waktu itu ada di Eropa, tidak ada di Arab. Ketepatan waktu itu Islami. Jadi, akidah ada di sini (negara Islam), namun muamalah ada di sana (negara non Islam). Mereka juga disiplin. Ketika ada lampu merah, warga Eropa itu berhenti termasuk anjingnya. Jadi, kalau ada orang Islam di Eropa yang menerjang lampu merah, berrati dia lebih rendah dari anjing. Begini ini harus kita akui.

Saya berangkat ke Inggris untuk mempromosikan Islam yang samhah (Islam yang natural), sebelum mereka tertarik oleh kepentingan kiri-kanan. Ternyata Islam yang saya bawa ini laris, karena di sana sering terjadi bentrok dan masjid dibakar, karena khatib-khatib di sana isi khutbahnya menyerang terus kepada konstitusi. Tentu negara Inggris merasa keberatan, sehingga para khatib itu ditangkap. Rupanya para khatib itu tidak bisa memberi penjelasan, sehingga ngebon (meminta bantuan) kita untuk memberi penjelasan. Di sana kami juga memberi masukan kepada negara Barat bagaimana supaya citra Islam tidak dirobek-robek seperti sekarang ini. Setelah tiga hari di Inggris, saya merasa tidak ada yang istimewa di sana.

Dari Inggris langsung menuju ke Beirut, Lebanon. Saya bersama Menlu Hasan Wirayudha dan Bapak Ali Alatas. Kami bertiga berangkat ke Beirut dengan mengemban misi: Pertama, Mencari solusi penyelesaian konflik Hamas-Fatah di Palestina. Kedua, Meninjau Pasukan Garuda yang ikut menyanggah keamanan di Lebanon. Ketiga, Mencari jalan keluar untuk mengurangi bentrok etnis dan mazhab di Iran yang sekarang sedang dikobarkan oleh Amerika Serikat, yaitu pertempuran antara Sunni dan Syi'ah.

Akhirnya kami berbagi tugas. Menlu Hasan bertugas menemui pejabat-pejabat, mulai dari presiden, perdana menteri bahkan para menteri. Kalau saya pas longgar, saya ikut Menlu sebagai mustami’ (pendengar). Adapun tugas saya adalah menemui para ulama yang “suka marah” (kereng-kereng) dan “tukang perang”.

Pengalaman ini merupakan suatu hikmah yang besar bagi saya. Dari sana, saya menjadi tahu bahwa umat Islam sekarang ini masih jauh dari pelaksanaan agamanya sendiri, terutama dari bidang ilmu, ekonomi, persatuan dan keadilan. Yang dekat cuma berteriak Allahu Akbar-nya saja, akan tetapi model way of life (jalan hidup)-nya tidak ada.

Misi pertama yang kita urusi adalah bentrok Hamas-Fatah. Fatah ini organisasi penjelmaan dari PLO (Palestinan Liberation Organization). PLO dulu dipimpin Almaghfurlah Yasser Arafat. Lalu PLO ini menjelma menjadi Fatah yang merupakan fraksi terbesar di Palestina. Adapun keberhasilan yang dicapai Yasser Arafat adalah internasionalisasi masalah Palestina. Pada mulanya, konflik Israel-Palestina itu dianggap oleh Israel sebagai “urusan saya dengan kamu”. Namun kemudian oleh Yasser Arafat diputar begitu rupa dan diworo-woro (diumumkan) bahwa karena faktor penjajahan, Israel harus diusir dari Palestina. Kampanye ini berhasil, sehingga terjadilah isolasi dunia terhadap Israel.

Karena yang dilawan (Israel) ini terlalu kuat, maka Yasser Arafat mengambil jalan diplomasi, bukan jalan perang. Akhirnya dia berdiplomasi dengan Israel dan Amerika. Dasar Israel, ya percuma, mereka hanya janji-janji palsu. Ibarat air di daun keladi; sekalipun menggenang, tidak pernah berbekas. Jalur diplomasi ini tidak pernah beres, sampai Yasser Arafat wafat. Karena garis diplomasi ini gagal sampai Yasser Arafat wafat, maka rakyat Palestina berpindah haluan ke Hamas. Hamas ini sifatnya lebih keras dan tidak ada kompromi. Yang penting perang, kalah atau menang, akhirnya mereka kalah terus. Hamas juga tidak mengakui eksistensi Israel, sedangkan kalau Fatah itu mau melakukan koeksistensi dengan Israel. Jadi, bagi Fatah, di situ negara Israel dan di sini negara Palestina. Bagi Hamas, pokoknya Israel harus bubar. Pendapat ini sama dengan Ahmadinejad yang berkata: “Israel itu dihapus saja dari peta, karena mengacau terus kerjaannya”. Oleh karena itu, Hamas selalu diberi bantuan oleh Iran secara diam-diam.

Dalam konflik Israel dan Palestina, sebenarnya oleh dunia Barat, Palestina itu disokong dan dikasih duit. Namun, duit itu bukan duit sumbangan, akan tetapi duit pengembalian pajak dari warga Palestina yang ditarik pajak oleh Israel. Ketika Hamas menang pemilu, duit tersebut tidak diberikan kepada Hamas, melainkan dikasihkan kepada Fatah, sehingga terjadi eker-ekeran (perebutan) antara Hamas dan Fatah. Jadi, di tengah-tengah perjuangan itu selalu ada godaan-godaan duniawi. Karena Fatah merasa kalah pemilu, maka duit tadi dipakai Fatah untuk benturan dengan Hamas. Akhirnya, terjadilah kontak senjata antara Fatah dan Hamas. Pada akhirnya, baik Hamas maupun Fatah sama-sama kalah, sehingga yang menang adalah Israel.

Sebenarnya Rasulullah SAW juga pernah kalah perang. Jangan kita bayangkan beliau itu menang terus dalam perang. Beliau pernah kalah saat Perang Uhud. Pada mulanya umat Islam menang, namun setelah merasa menang, pasukan perang yang nggragas (rakus), tergoda untuk mengambil harta rampasan perang, terutama wanita-wanita yang klimis-klimis (cantik mempesona). Akhirnya, ketika para pasukan yang tamak ini berada pada posisi di bawah, maka posisi di atas diambil alih oleh pasukan kafir yang saat itu dipimpin Khalid ibn Walid. Kemudian mereka menyerang dari arah atas, sehingga pasukan Islam korat-karit (kocar-kacir). Sayyidina Hamzah RA gugur pada Perang Uhud ini. Setelah komando dipegang lagi oleh Rasulullah SAW, umat Islam baru menang. Di sini terbukti, bahwa ketika Rasulullah SAW masih hidup saja, umat Islam akan kalah dalam perang kalau lebih berpikir duniawi; apalagi ketika beliau sudah wafat!

Nah, bagaimana caranya supaya Indonesia –saya tidak membawa nama NU, karena terlalu kecil– sedikit banyak bisa mempunyai andil dalam i’tisham bain al-muslimin (persatuan di kalangan umat Islam)? Alhamdulillah, saya bisa ketemu dengan Komando tertinggi Hamas yang masih dalam status pelarian. Komando ini ada di Damaskus, dan namanya Khalid Ismail. Saya mengalami kesulitan untuk menemuinya, karena lapisan “banser” (pengaman)-nya sangat banyak dan lebih gagah dari Banser NU. Kalau Banser NU itu hormat tapi angop (menguap). Kalau disuruh jaga, malah jongkok (ndodok) dan merokok, tapi rokok eceran. Sedangkan “banser”-nya Hamas ini bagus, gagah, tinggi, sigap, dan terlatih. Setelah berkali-kali melewati pos, akhirnya saya bisa bertemu Khalid.

Di sana Khalid bercerita tentang betapa beratnya penderitaan bangsa Palestina yang dijajah, dibunuh, diinjak, dan semua ulama-nya ditembaki oleh pasukan Israel. Bahkan sekarang ini, kabinet Palestina ditangkap oleh Israel, sehingga para menteri harus mendekam di penjara Israel beserta anggota “DPR”-nya. Untung DPR di Indonesia ini selamat, sehingga bolak-balik njalok rapelan (minta dana). Yang tersisa hanyalah Perdana Menteri dan Presiden.

Khalid bercerita mengenai kesadisan Israel dan penderitaan yang dialami bangsa Palestina. Setelah itu, dia bercerita alasan bentrok dengan Fatah. Khalid menuduh Fatah sudah menjadi kaki-tangan Amerika. Semua dana bantuan diberikan kepada Fatah, sedangkan Hamas tidak diberi bagian. Menurut Khalid, anak buahnya banyak yang ditembaki Fatah, sehingga Hamas terpaksa melawan. Selain itu, Khalid juga mengeluh kenapa bangsa Palestina kok tidak bisa bersatu dan kenapa dunia Arab kok tidak bisa bersatu untuk mendukung Palestina, mereka selalu saja ada yang pro dan kontra terhadap Amerika. Khalid menyatakan bahwa Dunia Internasional tidak pernah berpihak kepada Palestina, akan tetapi selalu berpihak kepada Israel. Kalau PBB berpihak kepada Palestina, lalu Israel tidak mentaatinya, maka tidak ada sanksi apapun bagi Israel. Akan tetapi, kalau bangsa di luar Israel, maka seluruh dunia akan menyerang siapa yang menyalahi resolusi PBB.

Setelah selesai bercerita, ganti saya yang menjawab. Saya sendiri menyebut Khalid dengan sebutan Brother atau Sayyidul Akhi. Saya berkata: “Saya sudah mendengar dan merasa simpati atas penderitaan Palestina, terutama Hamas, apalagi satu-persatu ulama dibunuh oleh Israel. Akan tetapi, hendaknya diketahui kalau Palestina itu dijajah selama 60 tahun, sedangkan Indonesia itu dijajah selama 350 tahun. Kira-kira banyak mana korbanya?”. Khalid mulai terdiam. Jadi berapa banyak syuhada dan mujahidin Indonesia yang gugur, mulai dari Perang Paderi, Perang Diponegoro, sampai Si Pitung, mereka tidak bisa mengalahkan penjajah. Pangeran Diponegoro pun akhirnya kalah, dicurangi oleh Belanda. Kemudian Pangeran Diponegoro dibuang ke Makassar dan dipenjara dalam penjara berbentuk gua yang hanya cukup untuk orang jongkok, tapi tidak cukup untuk digunakan berdiri. Setelah lima tahun berada di situ, Pangeran Diponegoro wafat. Demikian juga dengan para pahlawan yang lain, mulai dari Teungku Umar, Teungku Cik Di Tiro, sampai Imam Bonjol yang juga dibuang ke Sulawesi Utara.

Saya bercerita kepada Khalid: “Kami baru merdeka setelah ada persatuan Indonesia. Jadi, jihad kita adalah mempersatukan barisan. Mana yang Islam, yang Kristen, yang Nasionalis, yang Kebathinan, dan sebagainya. Seluruhnya bersatu melawan Belanda, akhirnya kami memperoleh kemenangan, setelah Belanda dikalahkan oleh Jepang. Itupun harus menunggu Hirosima dan Nagasaki dibom terlebih dulu oleh sekutu”.

Setelah mendengarkan cerita saya, Khalid terdiam. Jadi yang paling mahal dalam berjuang adalah persatuan, karena para penjajah tidak pernah takut dengan senjata, mengingat mereka mempunyai senjata yang lebih baik. Para penjajah itu hanya takut terhadap persatuan dan ma’unatullah (pertolongan Allah SWT).

Saya lanjutkan, “Sekarang kalau Anda berseberangan dengan Fatah, berarti Anda sudah menyatakan kekalahan terhadap Israel”. Pertemuan ini terjadi pada tanggal 4 Februri 2007, sedangkan pada tanggal 5 Februari 2007, Khalid harus berangkat ke Makkah untuk mengikuti perundingan. Alhamdulillah, saya ke sana tepat waktu atau muqtadha al-hal. Umpama saya telat sehari saja, tentu tidak bisa menemui Khalid. Setelah itu saya mendengar bahwa di Makkah ada perundingan dan kesepakatan. Alhamdulillah, ada perbedaan, sekalipun belum penyelesaian.

Apa yang terjadi dalam Islam saat ini seperti yang dikatakan dalam al-Qur’an. Kalau umat Islam ingin menang, maka bersatulah; karena kalau bercerai berai, umat Islam pasti akan kalah. Jadi, jangan dikira kalau orang Islam itu mesti menang, meski tidak bersatu. Hal itu tidak mungkin terjadi. Siapa yang ngomong seperti? al-Qur’an!. Oleh karena itu, setiap janji Allah SWT pasti bersyarat, dan setiap Rahmat Allah pasti meminta tanggung jawab. Jadi, tidak mungkin ada nashrullah (pertolongan Allah SWT) tanpa ada ittihad (persatuan) dan istiqamah. Coba cari dalam al-Qur’an!, pasti tidak ada. Kalau Hamas dan Fatah dengan kondisi seperti sekarang ini bisa menang, berarti al-Qur’an itu keliru. Untuk membuktikan kalau al-Qur’an itu benar, maka Hamas dan Fatah yang tidak bersatu ini harus kalah.

Lalu kita mikir, kenapa orang kafir kok dikasih kemenangan dan ketentraman?, Karena Rahman-nya Allah SWT yang di bidang itu telah mereka lakukan, mulai dari keadilan, penataan ekonomi, manajemen, dan lain-lain. Akan tetapi, mereka tidak memperoleh Rahim-nya Allah SWT. Kadang-kadang kita merasa bingung dengan kondisi seperti itu. Ketika saya berada di Inggris, Masya Allah, semuanya berjalan tertib, padahal nggak ada orang yang shalat. Sedangkan di sini, semua orang Jum’atan, akan tetapi sandal terus saja hilang. Yang demikian inilah yang dimaksud Hadis bahwa hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang.

Apa yang saya lakukan ini sesuai dengan Hadis:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Tolong saudaramu, baik dalam keadaan berbuat zhalim maupun dizhalimi (H.R. al-Bukhari).

Kalau ada teman atau saudara sedang bertengkar, berarti dia sedang berbuat zhalim, maka hentikan dia. Jika ada teman atau saudara yang dijajah, berarti dia sedang dizhalimi, maka bela dia.

Dari situ kita berangkat ke Beirut. Di Beirut, dinginnya bukan main. Meskipun di sana ada Gurun Sahara, akan tetapi penuh dengan salju. Untuk masuk ke sana, saya harus melewati empat kali pemeriksaan. Beirut itu memang kota yang sangat indah. Kalau kamu ke sana, Insya Allah, kamu akan malas belajar, karena makanannya murah-murah dan orang-orangnya tidak ada yang tidak cantik. Jadi, kalau menurut rangking dunia, prosentase wanita cantik yang paling tinggi itu antara lain Beirut, Venezuela, Turki, Paris, dan seterusnya. Sedangkan wanita Amerika itu jeblok, karena orangnya elek-elek (jelek) dan gembrot-gembrot. Kalau kamu berada di Lebanon, jangan lagi selebritinya, pengemisnya saja sudah cantik. Sampai-sampai ada anggota kedutaan yang bilang kepada saya: “Memang Pak Hasyim, di Beirut ini kalau ada 10 wanita, maka yang cantik itu 11 orang”. Kenapa?, tanya saya. Dia jawab, “Karena kita tolah-toleh (geleng kepala terus) sehingga ngitungnya keliru terus”. Namun dunia yang seindah ini kemudian berantakan. Keadaan ini seperti yang digambarkan dalam Surat al-Nahl [16]: 112,

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ (112)

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)-nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat (Q.S. al-Nahl [16]: 112).

Lebanon itu dibagi tiga bagian: Kristen Manorit atau Ortodoks; Sunni dan Syi’ah. Di masing-masing daerah, ketiga kelompok itu dijaga oleh tank. Oleh karena itu, para wanita di sana bermacam-macam, mulai dari yang pakai cadar sampai yang ndak pakai baju. Lautnya Beirut itu Laut Tengah dan Mediteranian Sea. Di sana memang indah sekali, sehingga kamu harus ke sana, kalau sudah punya uang.

Presiden di Lebanon itu harus berasal dari golongan Kristen Manorit, Perdana Menteri dari Sunni, dan Ketua Parlemen dari Syi’ah. Sedangkan kelompok-kelompok lainnya diberi bagian institusi yang kecil-kecil. Yang bergolak itu bukan Beirut, akan tetapi Lebanon Selatan, karena di situ merupakan tempat gerakan Hizbullah yang dipimpin Hasan Nashrullah. Hasan adalah orang Syi’ah fanatik. Saya sempat mendengar pidatonya selama satu jam penuh tentang Hari ‘Asyura. Memang Hasan Nashrullah ini sangat agitasi,  umpama di sini, Hasan itu seperti Habib Rizieq yang isi pidatonya Allahu Akbar tok. Setiap pidato hanya membahas itu-itu saja, sehingga tidak penah berbicara tentang keadilan, kemakmuran, dan sebagainya.

Letak perbedaan Syi’ah dengan Sunni harus kamu ketahui. Jangan sembrono terhadap Syi’ah. Sunni adalah satu pikiran yang kepada ajaran, sedangkan Syi’ah itu lebih cenderung kepada orang. Syi’ah itu fokus kepada Ali RA dan keturunanya. Jadi, di sini ada personifikasi syariat. Anehnya, kalau Sunni itu tetap hormat kepada Ali RA, kita sering mengucapkan kalimat Ali Karramallahu Wajhah, kita juga membaca sya’ir-syair beliau dan mau mengikuti fatwa beliau; namun kita juga bersikap baik kepada Abu Bakar RA, Umar RA, dan Utsman RA. Sedangkan dalam ajaran Syi’ah, kalau orang sudah percaya kepada ‘Ali RA, maka wajib hukumnya untuk menghujat Abu Bakar RA, Umar RA dan Utsman RA. Bahkan menghujat ketiga shahabat tersebut seolah menjadi ‘Rukun Iman’. Kebencian Syi’ah ini dikarenakan Abu Bakar RA cs. dianggap telah mengghashab Khilafah ‘Ali RA. Kebencian ini ditambah lagi dengan terjadinya Perang Shiffin yang merupakan bentrok antara Mu’awiyah RA dengan Ali RA, kemudian dilanjutkan dengan bentrok antara Yazid ibn Mu’awiyah dengan Sayyidina Hasan dan Husain RA.

Perang yang terjadi antara Husain RA dan Yazid memang sadis, karena kepala Sayyidina Husain RA dipenggal dan dikuburkan di Masjid Damaskus, sedangkan badan beliau dimakamkan di Nejef (Irak selatan). Peristiwa berdarah ini terjadi pada tanggal 10 Muharram atau Hari Asyura’. Peristiwa itu diingat-ingat terus oleh Syi’ah, sehingga setiap kali tanggal 10 Muharram, orang-orang Syi’ah suka menyakiti badannya sendiri untuk bersimpati dan berempati kepada Sayyidina Husain. Dari sini tampak bahwa dari ajaran ini ada segmen dendam secara ajaran, belum secara politik. Bahkan Syi’ah memasukkan peristiwa sejarah itu ke dalam akidah mereka. Padahal menurut kita, sejarah ya sejarah. Apapun yang dilakukan oleh pelaku sejarah, semuanya menjadi tanggungan mereka kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-An’am [6]: 164

قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (164)

Katakanlah: “Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa, melainkan mudaratnya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan” (Q.S. al-An’am [6]: 164).

Akhirnya saya ketemu dengan Muhammad Rosyid, seorang Mufti Lebanon (Menteri Agama) yang merupakan orang Sunni. Akan tetapi, Mufti Lebanon ini tidak cocok dengan Sunni yang ada di Syiria, bukan karena faktor agama, melainkan karena faktor Rofiq Hariri. Dulu di Lebanon ada Perdana Menteri yang bernama Rofiq Hariri, kemudian dia terbunuh, dan diduga orang yang membunuh berasal dari rezim Basyar di Damaskus yang sekarang berkuasa. Padahal, Muhammad Rosyid itu diangkat menjadi mufti oleh Rofiq Hariri. Jadi, di Lebanon membela Rofiq Hariri, sedangkan yang di Damaskus dianggap melawan Rofiq Hariri, sehingga terjadilah bentrokan antara sesama Sunni, yaitu Sunni Lebanon dengan Sunni Damsakus. Saya minta kamu perhatikan cerita ini betul-betul! Bahwa pertikaian di dalam Islam itu jarang sekali yang tumbuh karena akidah, melainkan karena ahammiyah mashlahiyah (interest; kepentingan).

Selanjutnya saya pergi ke seorang tokoh Syi’ah di Lebanon yang bernama Amir Qabbalan. Qabbalan ini atasan Hasan Nashrullah. Kalau dimisalkan suatu partai, maka Qabbalan itu sebagai Ketua Partai, sedangkan Nashrullah itu Ketua Fraksi-nya. Kekuatan Hizbullah pimpinan Hasan Nashrullah ini mencapai sepuluh kali lipat kekuatan Tentara Lebanon yang resmi, sehingga Hizabullah tidak bisa diatasi oleh pemerintah Lebanon. Hizbullah ini terkenal sangat militan, bahkan Israel pun belum pernah menang melawan Hizbullah. Saya sendiri tidak tahu kenapa, mungkin karena banyak hizib (wirid)-nya.

Ketika saya ketemu Syaikh Qabalan, dia bercerita bahwa mereka sekarang dituduh melakukan pembantaian di Irak. Setelah bercerita banyak, lalu saya bilang: “Kalau tidak mau dituduh, ya dihentikan saja”. Dia bertanya; “Bagaimana cara menghentikannya?”. Saya jawab: “Saya kira Imam-imam Syi’ah perlu membuat pengumuman berupa Hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

اَلْمُسْلِمُ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَامُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

Orang Islam dengan orang Islam yang lain, haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.

Inilah yang saya minta”. Kemudian Syaikh Qabbalan itu tidak menjawab.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kebencian kaum Syi’ah kepada Sunni pada saat Iran diserang Irak masa lampau, masih membara. Sekarang, oleh Amerika kondisi ini dibalik, sehingga setelah Saddam jatuh, maka yang dijadikan sebagai Perdana Menteri adalah Maliki yang merupakan orang Syi’ah fanatik. Tujuannya agar timbul dendam kepada Saddam, sehingga Saddam kemudian dihukum gantung. Setelah itu ganti golongan Sunni yang marah. Mulailah Amerika menyokong Sunni untuk melawan Syi’ah. Bahkan Syi’ah juga dituduh di mana-mana dan menunjukkan bukti-bukti penyiksaaan yang dilakukan Syi’ah. Padahal dulu yang menyiksa kan Amerika. Itulah kelakuannya Yahudi!

Setelah saya mengetahui posisi Syi’ah seperti itu, maka saya kembali lagi ke Damaskus untuk bertemu dengan Syi’ah dan Sunni sekaligus. Di sana kita berunding dan saya memberikan satu pikiran bahwa dalam menanggapi krisis di Irak, yang pertama kali harus dilakukan adalah isu (qadhiyyah) Sunni-Syi’ah harus dihentikan dan dibongkar, lalu diganti dengan isu rakyat Irak-Amerika. Sekarang sedang diusahakan bagaimana isu yang dihembuskan oleh media itu tidak lagi Islam Syi’ah versus Sunni, melainkan Rakyat Irak versus Amerika.  

Nah, setelah itu sebenarnya saya mau ke Iran. Akan tetapi, karena ada undangan dari kiai-kiai di Salatiga, akhirnya saya harus pulang lebih dulu. Alhamdulillah, Ketua Parlemen Iran akan datang ke PBNU, dan itu merupakan kesempatan untuk meminta Iran supaya menghentikan pembataian yang mereka lakukan.

Jadi, sebenarnya pertikaian yang terjadi di sana adalah pertikaian etnik dan sektarian. Selanjutnya ada kesepakatan bahwa para ulama bertugas menghentikan pertikaian di lapangan, sedangkan pemerintah-pemerintah Islam diharapkan bisa berunding kembali dan ditambah dengan adanya resolusi yang mengharuskan Amerika segera keluar dari Irak, lalu diganti dengan pasukan penyangga kekuatan seperti halnya di Lebanon Selatan. Inilah jalan keluar yang disepakati. Akan tetapi pertanyaannya, “Siapa yang bisa menyuruh Amerika pulang dari Irak?”, inilah masalahnya.

Oleh karenanya, saya ini baru saja diundang oleh Presiden SBY. Padahal SBY itu sudah lama gregeten sama saya, karena penggawean (kerjaan) saya ini suka mengkritik. Oleh karena itu, SBY merasa jengkel dan menganggap saya hanya ngeriwuki (menyulitkan) saja. Akan tetapi, karena ada masalah Timur Tengah seperti itu, maka Pemerintah RI tidak mungkin bisa melakukannya sendiri, terutama untuk ‘menembus’ para ulama. Karena untuk menemui mereka tidak bisa menggunakan jalur formal diplomasi, melainkan harus melalui second track (jalur alternatif) diplomasi. Akhirnya saya diundang dan saya mau datang, karena ini menyangkut kepentingan Negara. Di sini sudah harus bisa memilah, yaitu ketidak-cocokan pendapat harus dikalahkan oleh kepentingan negara. Kalau saya ini lebih berpikir pada perjuangan, bukan pada orang. Kalau ada yang sama, ya monggo (silahkan), kalau tidak sama, ya monggo. Tapi saya lurus kepada perjuangan.

Akhirnya nanti pada tanggal 26 Februari 2007, akan diadakan pertemuan antara Hamas dengan orang-orang di Jakarta. Pertemuan itu rencananya akan dihadiri oleh beberapa tokoh penting dari Syi’ah dan Sunni, dan ada kemungkinan Uni Eropa juga mau mengkuti pertemuan ini sebagai observer (pengamat).

Saya mau cerita kepada kamu bahwa kondisi umat Islam sekarang ini ruwet, karena mereka tidak cocok dengan bunyi Islam. Itu kesimpulannya!. Tidak boleh bertengkar, mereka bertengkar; tidak boleh korupsi, duit sumbangan ke Palestina malah dikorupsi; tidak boleh saling bunuh maupun saling dendam, justru saling bunuh dan saling dendam. Semua permasalahan ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan simbol-simbol atau bendera Islam, akan tetapi harus dengan tathbiq al-syariah (implementasi syariat), yaitu apakah sudah ada kecocokan antara perilaku umat Islam dengan al-Qur’an dan Hadis.

Secara substansial, memang ada jarak antara agama dengan pemeluk agama. Saya sendiri ndak mentolo (tidak tega) melihat kesadisan yang terjadi di Irak, bahkan ketika saya melihatnya di televisi saja sampai memejamkan mata. Misalnya, ada ibu hamil yang diangkat, kemudian disobek perutnya, lalu anaknya diambil dan dipenggal. Masya Allah. Ini adalah suatu perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh orang Yahudi sekalipun, akan tetapi justru dilakukan oleh umat Islam. Dengan kondisi seperti ini, kemudian mereka mau menang, maka urutan menangnya nomor berapa? Umat Islam yang bercerai-berai ini harus kalah untuk membuktikan bahwa al-Qur’an itu benar.

Editing Transkrip oleh Dr. Rosidin, M.Pd.I

Jember, 20 Februari 2018




Posting Komentar untuk "Islam Rahmatan lil 'Alamin versi KH. Hasyim Muzadi "