Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tafsir dan Hadis Tarbawi Gerhana Matahari dan Bulan

Gerhana Bulan
Hikmah Gerhana adalah Menyegarkan Kembali Rasa Takut kepada Allah SWT

Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com

Al-Qur’an menyebut kata “syams” (matahari) sebanyak 33 kali dalam 32 ayat; dan kata “qamar” (rembulan) sebanyak 27 kali dalam 26 ayat. Banyaknya penyebutan matahari dan rembulan mengisyaratkan pentingnya peran matahari dan rembulan bagi kehidupan. Misalnya, melalui cahaya matahari, cadangan oksigen diperbarui setiap hari; melalui cahaya rembulan, buah-buahan menjadi matang sehingga dapat dinikmati setiap hari.

Dapat dipahami bahwa alam semesta –termasuk matahari dan bulan– berjalan dengan dua cara: Pertama, Hukum alam (sunnatullah) yang mencerminkan kehendak Allah SWT (iradatullah). Kedua, Hukum anomali yang mencerminkan kekuasaan Allah SWT (qudratullah). Ibaratnya, pemilik toko biasanya berkehendak membuka toko jam 08.00 WIB, namun dalam kondisi tertentu, dia berkuasa membuka toko jam 09.00 WIB. Sama halnya, biasanya cahaya bulan normal, tiba-tiba terjadi gerhana. Bumi biasanya tenang, tiba-tiba terjadi gempa. Langit biasanya tenang, tiba-tiba muncul petir menggelegar.

Apa sesungguhnya rahasia di balik peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan tersebut? Jawabannya dapat disimak pada Hadis Rasulullah SAW berikut:

فَإِذَا تَجَلَّى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لِشَىْءٍ مِنْ خَلْقِهِ خَشَعَ لَهُ (وفي رواية) وَلَكِنْ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ.

Jika Allah ‘Azza wa Jalla “menampakkan diri” pada sesuatu dari makhluk-Nya, maka Dia menakut-nakuti-Nya (dalam riwayat lain), akan tetapi Allah (bermaksud) menakut-nakuti para hamba-Nya dengan peristiwa tersebut. Maka ketika kalian melihat sesuatu dari peristiwa tersebut, maka bergegaslah berdzikir, berdoa dan beristighfar kepada-Nya”.

Hadis ini mengisyaratkan bahwa peristiwa alam yang bersifat qudratullah (di luar kewajaran), bukan sekedar fenomena alam yang menarik diteliti secara ilmiah atau dinikmati sebagai hiburan, melainkan bertujuan menggugah rasa takut manusia kepada Allah SWT (Q.S. al-Isra’ [17]: 59).

وَمَا نُرْسِلُ بِالْآَيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا ﴿الإسراء: 59﴾  

Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti (Q.S. al-Isra’ [17]: 59)

Misalnya, kendati masyarakat pernah mengalami gempa, tetap saja mereka panik dan ketakutan ketika terjadi gempa. Hanya saja, rasa takut itu tidak ditujukan kepada makhluk, melainkan kepada Allah SWT (Q.S. Fushshilat [41]: 37).

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ ﴿فصلت: ٣٧﴾  

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.

Apabila manusia takut kepada Allah SWT, maka ekspresinya adalah semakin mendekat kepada-Nya. Lain halnya jika takut kepada selain Allah SWT, maka ekspresinya adalah semakin menjauh darinya, semisal takut kepada singa. Hadis di atas memberikan contoh media taqarrub (mendekat) kepada Allah SWT, yaitu bergegas berdzikir, berdoa dan beristighfar kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, wajar jika Islam mengajarkan bacaan khusus ketika seorang muslim mengalami fenomena alam yang di luar kewajaran, misalnya gempa bumi, petir dan gerhana.

Khusus ketika terjadi gerhana matahari maupun rembulan, umat muslim diseru agar mendirikan shalat. Di antara alasannya, shalat merupakan ibadah yang paling lengkap untuk mengekspresikan rasa takut sekaligus kagum (khasyyah) kepada Allah SWT. Lebih dari itu, shalat menghimpun seluruh bentuk penghormatan dan pemuliaan yang dikenal umat manusia. Mulai dari mengangkat tangan, berdiri, rukuk, sujud, duduk, dan sebagainya.

Atas dasar itu, Shalat Kusuf (gerhana matahari) maupun Khusuf (gerhana bulan) hukumnya sunnah muakkad. Lebih baik dilakukan secara berjamaah, meskipun boleh dilakukan secara sendirian. Shalat Kusuf dilakukan siang hari secara lirih (sirri); Shalat Khusuf dilakukan malam hari secara jelas (jahr). Shalat Kusuf dan Khusuf boleh dilakukan sebagaimana shalat sunnah Rawatib, namun tata cara yang terbaik adalah dua rakaat dengan empat kali berdiri, membaca Surat al-Fatihah dan rukuk.

Praktiknya, niat, takbiratul ihram, doa iftitah, membaca Surat al-Fatihah, membaca Surat al-Qur’an, rukuk. Kemudian berdiri lagi, membaca Surat al-Fatihah, membaca Surat al-Qur’an, rukuk. Setelah itu baru i’tidal dan seterusnya. Demikian juga praktik dalam rakaat kedua. Setelah shalat dibacakan khutbah sebagaimana khutbah Jum’at.

Materi khutbah disarankan mengenai problem moral-spiritual yang melanda suatu masyarakat, sehingga memicu “peringatan Allah SWT” dalam bentuk gerhana. Misalnya, jika mengacu pada khutbah Rasulullah SAW setelah shalat gerhana, problem moral-spiritual yang perlu dibenahi adalah terkait perzinahan. Beliau bersabda:

يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنَ اللَّهِ أَنْ يَزْنِىَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِىَ أَمَتُهُ

Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu dibandingkan Allah, ketika seorang hamba laki-laki atau wanita berzina.

Sungguh, Hadis ini seolah mengingatkan bangsa Indonesia akan maraknya penyakit moral-spiritual terkait perzinahan. Mari kita simak beberapa data berikut: Sejak tahun 2005 hingga sekarang, Indonesia selalu masuk dalam 10 negara yang paling banyak mengakses situs porno. Peringkat tertinggi adalah posisi kedua setelah Thailand pada tahun 2012. Sedangkan daerah yang paling besar pengakses situs porno adalah Yogyakarta (DIY), Jakarta, Bandung, Surabaya dan Malang; padahal kota-kota tersebut dikenal sebagai kota pelajar dimana terdapat banyak lembaga pendidikan ternama.

Kembali ke belakang, tahun 2014 terjadi kasus pelecehan seksual anak di sebuah sekolah internasional di Jakarta. Tahun 2015 Indonesia dihebohkan dengan kasus prostitusi online di kalangan artis dan birokrat. Baru-baru ini sedang hangat-hangatnya kontroversi tentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Bahkan, LGBT hendak dilegalkan di Indonesia, atas nama Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, seluruh ajaran Islam adalah untuk menegakkan HAM. Hanya saja, jika HAM bersifat universal (umum; masyarakat), maka disebut Huquq Allah (Hak-Hak Allah); jika HAM bersifat partikular (khusus; pribadi), maka disebut Huquq Adami (Hak-Hak Manusia). Hemat penulis, kasus LGBT memang bertentangan dengan HAM partikular, namun selaras dengan HAM universal. Ibaratnya, di rumah sakit, jika ada pasien menderita penyakit menular, maka dia dikarantina atau ditempatkan di ruang isolasi. Perlakuan yang demikian ini memang bertentangan dengan HAM partikular si pasien, namun selaras dengan HAM universal masyarakat, yaitu menjaga mereka tidak tertular penyakit tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, sudah seharusnya kita semua waspada. Berusaha sungguh-sungguh menjaga diri dan keluarga dari efek buruk perzinahan dan sejenisnya. Termasuk fenomena pacaran yang menjadi problematika umum di kalangan remaja. Anak SD pun sudah banyak yang mengenal istilah pacaran. Jangan hanya atas nama hak asasi manusia, orangtua bersikap lunak memperbolehkan anak-anaknya berpacaran; padahal mereka belum mengenal kewajiban asasi manusia. Pemberian izin orangtua kepada anaknya untuk berpacaran ibarat orangtua memberikan korek api kepada anak kecil yang belum mengerti bahaya kebakaran. Potensi keburukannya jauh melebihi potensi kebaikannya. Selain melalui pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat; dianjurkan pula untuk berdoa memohon penjagaan Allah SWT dari berbagai fitnah kehidupan dan kematian, misalnya melalui doa berikut:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ. 

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, adzab neraka, fitnah kehidupan dan kematian, dan dari buruknya fitnah sang pendusta, Dajjal.

Hadis lain yang menarik untuk disimak adalah Rasulullah SAW mengaitkan peristiwa gerhana dengan anjuran bersedekah.   

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا.

Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kekuasaan Allah; keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah dan shadaqahlah.

Dalam Syarah Hadisnya, Ibn Baththal menyebutkan bahwa perintah ini berhubungan dengan perilaku golongan Anshar ketika itu yang menyukai kekayaan, hiburan dan tertawa. Sungguh, tiga hal itu juga sedang mendera bangsa Indonesia saat ini. Kekayaan seakan-akan menjadi satu-satunya tujuan hidup umat manusia saat ini, apapun akan dilakukan demi meraih kekayaan. Prinsip hidupnya adalah kerja, kerja dan kerja. Lupa beribadah.

Hiburan yang dicari bukannya hiburan hakiki, seperti amaliah ketakwaan (Q.S. Yunus [10]: 63-64); atau hiburan untuk melepas penat, seperti bercengkrama dengan keluarga (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 39); melainkan hiburan yang bersifat pelampiasan, seperti berkunjung ke tempat wisata, wisata kuliner, bermain game, berlama-lama dalam bermedia sosial, rela keluar dana demi menikmati fasilitas televisi berbayar; dan sebagainya. Akhirnya, semakin banyak hiburan yang dinikmati, semakin haus akan hiburan, namun tidak jua merasa terhibur. Layaknya orang yang minum air laut, semakin diminum, semakin haus dan tidak pernah hilang rasa hausnya.

Demikian halnya tertawa semakin populer, terutama dengan banyaknya acara komedi seperti stand-up comedy, meme-meme lucu, video parody, dan sejenisnya; sampai-sampai ada slogan bahwa tertawa bisa menyehatkan, padahal jelas-jelas Rasulullah SAW memerintahkan senyum, bukan tertawa; itulah kiranya, di penghujung khutbah, beliau bersabda:

وَاللهِ لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا   

Demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.

Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Gunung Rejo, 2 Februari 2018.


Posting Komentar untuk "Tafsir dan Hadis Tarbawi Gerhana Matahari dan Bulan"