Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Motivasi Qur'ani untuk Menulis


MOTIVASI QUR'ANI UNTUK MENULIS



 
Motivasi Menulis
Meningkatkan Kualitas Tulisan Melalui Pengalaman
 Foto: boomboosasa.wordpress.com

Pertama, Allah SWT mendidik manusia melalui jalur khusus (upnormal; extra ordinary) berupa ilmu ladunni (ilmu pemberian) yang secara langsung dianugerahkan kepada seseorang, terutama dikarenakan ketakwaannya (Q.S. al-Baqarah [2]: 282). Seperti Nabi Khidr AS (Q.S. al-Kahfi [18]: 65).

Kedua, Allah SWT mendidik manusia melalui jalur umum (normal; ordinary) berupa ilmu kasbi (ilmu pemerolehan) yang dianugerahkan kepada seseorang, melalui jalur proses pembelajaran yang melibatkan media pembelajaran seperti pena (al-qalam) yang saat ini dapat dimaknai segala bentuk media pembelajaran, baik berupa metode pendidikan seperti diskusi; maupun alat pendidikan seperti smartphone (Q.S. al-‘Alaq [96]: 4).

Ketiga, Kendati objek yang dipelajari manusia itu sama, hasil yang diraih oleh setiap manusia bisa berbeda-beda, karena ilmu Allah SWT itu sedemikian luas; yang diilustrasikan “seandainya seluruh pohon di bumi ini dibentuk menjadi pena, sedangkan tintanya adalah seluruh air laut yang ada di bumi; niscaya ilmu Allah SWT tidak akan kekurangan sama sekali” (Q.S. Luqman [31]: 27). 

Misalnya, kendati sejak dulu hingga kini, al-Qur’an sudah dikaji oleh umat manusia –muslim dan non-muslim– di berbagai penjuru dunia, selalu saja ada ilmu baru yang dapat dipetik dari al-Qur’an. Ini baru “kalimat Allah SWT yang tertulis”. Belum lagi alam semesta yang merupakan “kalimat Allah SWT yang terhampar”, yang sudah terbukti menghasilkan berbagai IPTEKS yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Keempat, Peran penting pena bagi kehidupan manusia adalah menghasilkan karya tulis (Q.S. al-Qalam [68]: 1). Melalui karya tulis, ilmu pengetahuan dapat diabadikan dan diwariskan dari masa ke masa. Di sisi lain, telaah terhadap karya tulis, dapat menstimuli produksi karya-karya tulis yang berfungsi sebagai “asimilasi” (tambahan) maupun “akomodasi” (bantahan). Misalnya, Shahih Bukhari saja memiliki delapan kitab syarah (penjelas).

Kelima, Karya tulis yang dihasilkan perlu dikontrol dengan etika Islami, karena setiap kalimat yang tertulis, akan dicatat sebagai amal baik atau amal buruk oleh Malaikat Raqib-‘Atid (Q.S. Qaf [50]: 18). Atas dasar itu, wajar jika karya tulis yang dihasilkan umat muslim, seharusnya tergolong amal baik’ sehingga berpotensi menjadi “tinta” yang akan ditimbang pada hari perhitungan amal di akhirat kelak (H.R. al-Dailami).