Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tipologi Generasi Muda Qurani

TIPOLOGI GENERASI MUDA QURANI

Dr. Rosidin, M.Pd.I
www.dialogilmu.com

Menjadi Generasi Muda Qurani
(foto: www.romadecade.org)


Menyambut peringatan Hari Sumpah Pemuda, perlu kiranya mengulas tentang generasi muda dari perspektif al-Qur'an. Berikut hasil analisis ringan terkait tipologi generasi muda Qur'ani:

Pertama, Ashhab al-Kahfi. Generasi muda yang menjaga iman dengan cara berlindung di tempat sepi seperti gua. Misalnya, para santri yang kehidupannya jauh dari hiruk-pikuk duniawi, terutama media massa dan media sosial; karena hidup sesuai dengan aturan pondok pesantren yang membatasi akses terhadap media-media tersebut.

Kedua, Nabi Ibrahim AS. Generasi muda yang berani melakukan revolusi sosial demi perbaikan kualitas masyarakat sekitar. Misalnya, remas, IPNU/IPPNU, Ansor/Banser/Fatayat, dan organisasi kepemudaan lain, yang secara kreatif melaksanakan kegiatan yang berguna bagi masyarakat, sesuai dengan kapasitas dan ciri khas masing-masing.

Ketiga, Yusya' yang mendampingi Nabi Musa AS saat hendak menemui Nabi Khidhr AS. Generasi muda yang sedang "magang" atau khidmah kepada tokoh senior, sebagai upaya regenerasi yang menjamin perjuangan berkelanjutan. Misalnya, kader dai, pengusaha pemula hingga asisten ahli atau ajudan tokoh, yang kemampuannya sudah teruji, namun jam terbang pengalamannya belum maksimal.

Keempat, Nabi Yahya AS dan Nabi Isa AS. Generasi muda yang sudah dipercaya masyarakat sebagai tokoh. Misalnya, menjadi kepala sekolah, kepala desa, kepala institusi hingga pemilik usaha yang membawahi banyak bawahan. Kepercayaan ini dikarenakan kelebihan yang menonjol pada sosoknya, sehingga sudah dipercaya masyarakat, kendati usianya masih muda belia.

Kelima, Dua putri Nabi Syu'aib AS. Generasi muda yang mengabdikan hidupnya untuk membantu orangtua, karena keterbatasan yang melingkupi hidupnya. Misalnya, anak yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga; anak yang merawat orangtua atau mertua yang sedang lemah; hingga anak yang harus bekerja demi hidup mandiri, karena kendala biaya.

Apapun tipe yang sedang menjadi realitas kehidupan kita sekarang ini, pastikan tetap husnuzhan (baik sangka) pada takdir Ilahi. Kalaupun ada realitas yang tidak sesuai harapan, kemungkinan besar kesalahan diri sendiri yang mengakibatkan realitas tersebut.