Fiqh Janaiz: Perawatan Jenazah
Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com
Shalat Jenazah sebagai Ciri Khas Perawatan Jenazah |
Pendahuluan
Kematian merupakan suatu
keniscayaan bagi umat manusia, “Setiap
yang bernyawa akan merasakan kematian” (Q.S.
Ali ‘Imran [3]: 185). Kematian adalah misteri yang
hanya diketahui oleh Allah SWT, “Jiwa
tidak mengetahui di bagian bumi mana ia meninggal dunia” (Q.S.
Luqman [31]: 34).
Manusia
tidak
bisa menghindari kematian,
di manapun manusia
bersembunyi,
kematian pasti akan menemukannya, “Di
manapun kalian berada, niscaya kematian akan menyusul kalian, meskipun kalian
berada di benteng yang kokoh” (Q.S. al-Nisa’ [4]: 78). Oleh
sebab itu, sia-sia saja jika manusia berusaha melarikan diri dari kematian, “Katakanlah,
tidak akan bermanfaat bagi kalian melarikan diri dari kematian” (Q.S.
al-Ahzab [33]: 16).
Kematian tidak akan datang
lebih cepat maupun lebih lambat, kematian akan tiba ketika memang sudah
ajalnya, yakni masuk waktu yang ditetapkan oleh Allah SWT, “Jiwa tidak akan
mengalami kematian, kecuali atas izin Allah” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 145).
Ketika itu, datanglah Malaikat Maut, “Katakanlah, yang mewafatkan kalian
adalah malaikat maut yang diwakilkan kepada kalian” (Q.S. al-Sajdah [32]:
11), kemudian manusia akan merasakan sakaratul maut, sebagaimana firman
Allah SWT dalam Surat Qaf [50]: 19
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ
تَحِيدُ
Dan datanglah sakaratul maut dengan nyata.
Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.
Tulisan
ini membahas seluk beluk amalan khas Islam terkait kematian, mulai dari
menjenguk orang yang sakit, sakaratul maut, ta’ziyah dan perawatan jenazah yang
meliputi memandikan, mengafani, menshalati dan menguburkan.
Peta Konsep
Dari Sakit, Sakaratul Maut hingga Perawatan Jenazah |
Materi Pokok
A.
Menjenguk Orang Sakit
Menjenguk
orang sakit hukumnya sunah. Berdasarkan Hadis al-Barra’ yang meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW memerintahkan para shahabat untuk mengiringi jenazah dan
menjenguk orang sakit.
Abu
Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasululah SAW bersabda: “Hak orang muslim atas
muslim lain ada enam: Jika engkau bertemu dengan orang muslim, maka ucapkanlah
salam kepadanya; jika dia mengundangmu, maka datangilah; jika dia meminta
nasihat kepadamu, maka nasihatilah; jika dia bersin, lalu mengucap Hamdalah,
maka doakanlah; jika dia sakit, maka jenguklah; jika dia wafat, maka
iringilah”.
Berikut
adalah akhlak yang disunahkan ketika menjenguk orang sakit: Pertama, Mendoakan si sakit agar
mendapatkan kesembuhan. ‘Aisyah RA meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW
pergi menjenguk orang sakit –atau beliau yang dijenguk ketika sedang sakit– maka
Rasulullah SAW berdoa:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ مُذْهِبَ الْبَاسِ، اشْفِ وَأَنْتَ
الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا (رَوَاهُ
الْبُخَارِيُّ)
Ya
Allah, Tuhan manusia, Dzat yang menghilangkan penyakit. Mohon sembuhkanlah,
karena Engkau adalah Dzat Yang Maha Menyembuhkan. Tiada kesembuhan, kecuali
kesembuhan yang Engkau anugerahkan. Kesembuhan yang tidak lagi dihinggapi
sakit. (H.R. Bukhari)
Kedua, Membacakan Surat al-Fatihah di dekat si sakit.
Ketiga, Menanyakan kesehatan si sakit dan memberinya
motivasi yang menyenangkan hatinya.
Keempat, Tidak berlama-lama ketika menjenguk si sakit dan
memilih waktu yang tepat, yaitu pagi, sore atau malam, bukan di tengah siang.
B.
Sakaratul Maut
Berikut
ini tanda-tanda sakaratul maut sebagaimana disarikan dari berbagai sumber:
Pertama, Nafasnya cepat dan dangkal seperti orang yang tengah
lari.
Kedua, Suhu badan naik tiba-tiba dan denyut jantung lebih
cepat, lalu suhu tubuh dingin dikuti frekuensi denyut nadi yang menurun.
Ketiga, Merasa resah dan gelisah serta keringat bercucuran.
Keempat, Tangan berwarna kebiru-biruan dan sekujur tubuh akan
mendingin mulai dari ujung kaki hingga ke seluruh tubuh.
Kelima, Mulutnya mengeluarkan kata-kata (jika orang shalih,
maka mengucapkan kalimat thayyibah atau zikir; sebaliknya orang yang
zalim akan mengucapkan kata-kata kotor).
Keenam, Hilangnya penginderaan dan gerakan secara
berangsur-angsur dimulai dari ujung kaki, tangan, dan ujung hidung yang terasa
dingin.
Ketujuh, Kulit tubuh nampak kebiru-biruan agak abu-abu atau
pucat.
Kedelapan, Tekanan darah menurun, otot rahang terlihat
mengendur dan wajah terlihat penuh kepasrahan.
Menurut
Syekh Nawawi Banten, di antara tanda-tanda jenazah yang husnul-khatimah
(akhir yang terpuji) adalah keningnya berkeringat; kedua matanya mengeluar-kan
air mata; janur hidungnya mengembang dan wajahnya ceria (tersenyum). Sedangkan
tanda-tanda jenazah yang su’ul khatimah (akhir yang tercela) adalah
wajahnya kelihatan sedih dan takut; ruhnya sulit keluar, bahkan sampai
seminggu; kedua sudut bibirnya berbusa.
Adapun
akhlak terhadap orang yang mengalami sakaratul maut adalah:
Pertama, Menidurkan miring ke kanan dengan menghadap kiblat.
Kedua, Selalu
mengingatkan waktu-waktu shalat.
Ketiga, Menalqin dengan kalimat syahadat atau minimal dengan
kalimat Jalalah (Allah).
Keempat, Memberi
wewangian dan menyiwaki.
Kelima, Membaca al-Qur’an di samping orang yang sekarat
mati.
Keenam, Memberi minum, terutama jika ada tanda bahwa orang
yang sekarat mati (muhtadhar) meminta minum.
Jika
seorang muslim meninggal dunia, maka seseorang dari mahramnya atau orang yang
sama jenis kelaminnya segera melakukan hal-hal berikut ini:
Pertama, Memejamkan matanya dengan membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لَهُ (لَهَا) وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ (دَرَجَتَهَا) فِي الْمَهْدِيَيْنِ وَاغْفِرْ
لَنَا وَلَهُ (وَلَهَا) يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
Dengan menyebut nama Allah dan agama Rasulullah. Ya Allah, mohon Engkau
ampuni dia, Engkau angkat derajatnya dalam golongan orang-orang yang
mendapatkan petunjuk; mohon Engkau ampuni kami dan dia, wahai Tuhan alam
semesta.
Kedua,
Tangan disedekapkan.
Ketiga,
Kedua rahang diikat dengan tali lebar.
Keempat,
Sendi-sendi yang kaku diluruskan dengan minyak atau air teh yang hangat.
Kelima,
Perut ditindih bantal (atau sesuatu yang agak berat) agar tidak membesar dan
kotoran bisa mudah keluar.
Keenam,
Mengganti pakaian dan menutupinya dengan kain panjang.
Ketujuh,
Diletakkan di balai-balai [tempat duduk atau tempat tidur yang terbuat dari
bambu atau kayu] atau dipan yang agak tinggi.
Kedelapan,
Menyegerakan perawatan jenazah.
Kesembilan, Mengumumkan berita duka atas kematiannya.
Kesepuluh,
Mengurusi hutang-hutangnya, termasuk membayarkan fidyah, zakat dan wasiatnya.
Kesebelas,
Setiap mengangkat dan memindahkan jenazah selalu membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ.
Dengan menyebut nama Allah dan agama Rasulullah SAW
C.
Ta’ziyah
Secara etimologi, ta’ziyah berasal dari
akar
kata ‘aza–ya‘zi, yang berarti
menghibur atau mendorong agar sabar. Sehubungan dengan meninggalnya seseorang, ta’ziyah berarti mengunjungi keluarga yang tertimpa musibah kematian
dengan tujuan menghibur dan membesarkan hati agar bersabar.
Jadi,
ta’ziyah adalah menghibur keluarga jenazah, membesarkan hati mereka agar
bersabar, menyarankan agar ridha terhadap qadha’-qadar Allah SWT, dan
mendoakan jenazah yang berstatus muslim.
Ta’ziyah hukumnya sunah dilakukan selama tiga
hari sejak terjadinya musibah kematian, baik sebelum jenazah dikuburkan maupun
sesudahnya. Akan tetapi,
yang lebih utama ta’ziyah dilakukan sebelum jenazah dikuburkan. Jika
lebih dari tiga hari, maka hukum ta’ziyah makruh, kecuali bagi orang
yang memang tinggalnya jauh dari rumah duka. Demikian keterangan dalam Hadis Bukhari Muslim. Hal
ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan perasaan sedih di hati keluarga jenazah.
Seseorang yang berta’ziyah kepada
keluarga yang tertimpa musibah kematian hendaklah menerapkan tata krama
berikut:
Pertama, Menunjukkan sikap berbela sungkawa atas
musibah yang menimpa, baik perilaku maupun perkataan, seperti doa:
أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ وَأَحْسِنْ عُزَّاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ
Semoga Allah menganugerahkan pahala yang agung kepadamu; memberi
kebaikan atas dukamu; dan memberi ampunan kepada (anggota keluarga)-mu yang
meninggal dunia.
Kedua, Tidak mengeluarkan kata-kata yang
menyinggung atau tidak menyenangkan pihak keluarga yang sedang tertimpa musibah.
Ketiga, Memberikan nasihat agar tetap tabah dan
bersabar dalam menghadapi musibah, karena musibah ini semata-mata dari kebijaksanaan
Allah SWT.
D.
Perawatan Jenazah dalam Islam
Perawatan
jenazah dalam Islam ada empat: memandikan, mengafani, menshalati dan
menguburkan. Hukum seluruh perawatan jenazah tersebut adalah fardhu kifayah.
1.
Memandikan Jenazah
Dalil
memandikan jenazah antara lain:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فِى الَّذِيْ سَقَطَ عَنْ بَعِيْرِهِ:
إِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمُ).
Ibnu Abbas RA berkata: Nabi SAW bersabda perihal orang yang meninggal
dunia karena terjatuh dari untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan daun
bidara”. (H.R. Bukhari–Muslim).
Sebelum
memandikan jenazah, perlu dipahami ketentuan tentang orang yang berhak memandikan jenazah. Pertama,
jika jenazahnya laki-laki, maka yang berhak memandikannya adalah anak
laki-lakinya, laki-laki lain, sementara itu wanita tidak diperbolehkan
memandikannya, kecuali istri, anak wanita atau mahramnya. Kedua, jenazah
wanita harus dimandikan oleh anak wanita atau orang wanita lain, adapun
laki-laki yang boleh memandikannya adalah suami, anak laki-laki atau mahramnya.
Ketiga, untuk jenazah anak-anak,
maka yang memandikannya boleh orang laki-laki atau wanita. Apabila pada anggota
badan jenazah terdapat cacat, maka orang yang
memandikan harus merahasiakan hal tersebut, demi menjaga nama baik keluarga
jenazah tersebut. Sebaliknya, apabila melihat hal-hal yang positif pada
jenazah tersebut, maka diperkenankan untuk menyebar-luaskan, sebagai motivasi
bagi orang lain agar meniru perilaku terpuji si jenazah.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
bahwa jenazah yang akan dimandikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
Pertama, Jenazah itu orang muslim atau muslimah,
bukan bayi yang mati dalam kandungan.
Kedua, Anggota badannya masih ada, sekalipun sedikit atau sebagian.
Ketiga, Jenazah itu bukan mati syahid, karena
orang mati syahid tidak wajib dimandikan.
Ilustrasi Proses Memandikan Jenazah |
Tata cara memandikan jenazah adalah:
Pertama, Jenazah ditempatkan pada tempat yang
terlindung dari sengatan matahari, hujan atau pandangan orang banyak.
Diletakkan pada tempat yang lebih tinggi, seperti balai-balai atau dipan.
Kedua, Jenazah diberikan pakaian (pakaian
basahan), seperti sarung atau kain supaya memudahkan memandikannya, dan
auratnya tetap tertutup, sementara orang yang memandikan hendaknya memakai
sarung tangan.
Ketiga, Air untuk memandikan jenazah hendaknya
air dingin, kecuali dalam keadaan darurat, misalnya di daerah yang sangat
dingin atau karena sebab-sebab lain.
Keempat, Setelah segala keperluan mandi telah
disiapkan, maka langkah-langkah memandikan Jenazah adalah sebagai berikut:
a) Kotoran dan najis yang melekat pada
anggota badan jenazah dibersihkan sampai hilang najisnya dan kotorannya;
b) Jenazah diangkat (agak didudukkan),
perutnya diurut supaya kotoran yang mungkin ada di perutnya keluar;
c) Kotoran yang ada pada kuku-kuku jari
tangan dan kaki dibersihkan, termasuk kotoran yang ada di mulut dan gigi.
d) Membaca niat
memandikan jenazah:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. نَوَيْتُ أَنْ
أُغْسِلَ هَذَا الْمَيِّتَ (هَذِهِ الْمَيِّتَةَ) فَرْضَ الْكِفَايَةِ ِللهِ
تَعَالَى. اللَّهُمَّ اغْسِلْهُ (هَا) بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ.
Dengan menyebut nama Allah dan
agama Rasulullah. Saya niat memandikan jenazah laki-laki (wanita) ini, fardhu
kifayah, karena Allah Ta’ala. Ya Allah, mohon Engkau mandikan dia dengan air,
salju dan embun.
e) Menyiram air ke seluruh badan sampai
merata, dimulai dari ujung rambut terus ke bawah sampai kaki, sambil berdoa
berikut sebanyak tiga kali:
غُفْرَانَكَ يَا اللهُ رَبُّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
(Mohon) ampunan-Mu, Ya Allah, Wahai Tuhan kami; dan hanya kepada-Mu,
tempat kembali
f) Mendahulukan anggota wudhu dan anggota
tubuh bagian kanan ketika menyiramkan air.
g) Menyiramkan dan memandikannya disunahkan
tiga kali dengan urutan: seluruh tubuh disiram basah, segera memakai sabun
sampai bersih benar, sesudah itu diwudhukan dan terakhir disiram dengan air
yang sudah dicampur dengan kapur barus atau bahan lain yang wangi.
h) Membaca doa setelah memandikan jenazah:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ
وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي وَإِيَّاهُ (هَا) مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِي وَإِيَّاهُ (هَا) مِنَ
الْمُتَطَهِّرِيْنَ.
Tiada Tuhan selain Allah Yang Esa Yang tiada sekutu bagi-Nya. Segala
puji hanya bagi-Nya, Dia yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu. Ya Allah, mohon Engkau jadikan aku dan dia (jenazah ini)
termasuk orang-orang yang bertaubat serta orang-orang yang suka bersuci.
i) Disunahkan
untuk memandikan jenazah sebanyak 3 (tiga), 5 (lima) atau 7 (tujuh) kali.
2.
Mengafani Jenazah
Dalil mengafani jenazah antara lain:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ قَالَ: أُتِيَ النَّبِىُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ وَقَصَتْهُ رَاحِلَتُهُ فَمَاتَ وَهُوَ
مُحْرِمٌ، فَقَالَ: كَفِّنُوهُ فِى ثَوْبَيْهِ (رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ)
Ibnu ‘Abbas RA berkata: Seorang laki-laki
yang sedang ihram meninggal dunia karena jatuh dari binatang tunggangannya dan
didatangkan ke hadapan Nabi SAW, lalu beliau bersabda: “Kafanilah dia dalam
kedua pakaian (ihram)nya” (H.R. Abu Dawud).
Kain
kafan diambil dari harta benda yang ditinggalkan jenazah. Jika jenazah tidak
meninggalkan harta benda, maka
ditanggung oleh orang yang menanggung belanja jenazah ketika masih hidup. Bila tidak ada juga, maka wajib bagi kaum muslimin dan
orang-orang yang mampu untuk mencukupi kain kafan bagi jenazah tersebut.
Kain kafan yang diutamakan berwarna putih. Bila tidak
ada, maka warna apapun diperbolehkan dan diberi kapur barus serta
harum-haruman.
Niat mengafani jenazah:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. نَوَيْتُ تَكْفِيْنَ
هَذَا الْمَيِّتِ (هَذِهِ الْمَيِّتَةِ)
فَرْضَ الْكِفَايَةِ ِللهِ تَعَالَى.
Dengan menyebut nama Allah dan
agama Rasulullah. Saya niat mengkafani jenazah laki-laki (wanita) ini, fardhu
kifayah, karena Allah Ta’ala. Ya Allah, mohon Engkau mandikan dia dengan air,
salju dan embun.
Sedangkan doa mengafani jenazah adalah:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الثَّوْبَ لَهُ (لَهَا) رَحْمَةً وَنُوْرًا
وَحِجَابًا مَسْتُوْرًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَالْحَمْدُ
ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ .
Ya Allah, mohon Engkau jadikan pakaian (kafan) ini menjadi rahmat,
cahaya, pelindung dan penutup baginya; atas nama rahmat-Mu, wahai Dzat Yang
Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Sebaiknya,
laki-laki dikafani dengan 3 (tiga) helai kain putih, tanpa gamis dan serban. Satu
helai sebagai sarung, satu lagi menutupi badan dari leher hingga kaki, dan yang
terakhir menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan untuk jenazah wanita, sebaiknya
digunakan 5 (lima) helai; masing-masing untuk sarung, kerudung dan gamis,
ditambah dua helai untuk membalut seluruh tubuhnya. Pada dasarnya, semua bahan
yang boleh dipakainya sewaktu hidup, boleh dijadikan sebagai kafan dan dipilih
bahan yang terbaik.
Perlengkapan Mengafani Jenazah |
Berikut ini penjelasan terperinci tentang tata cara mengafani
jenazah sesuai jenis kelaminnya:
Mengafani
Jenazah Laki-laki
Ketentuan Kafan Jenazah Laki-Laki |
Pertama, Kain kafan untuk jenazah laki-laki berjumlah tiga lapis, dan tiap lapisan kain yang telah terhampar, ditaburi wewangian.
Kedua, Letakkan
jenazah di atas kain kafan. Kedua tangannya diletakkan di atas dada, seperti
ketika sedang berdiri shalat, yakni dengan posisi tangan kanan di bawah tangan
kiri.
Ketiga, Kain kafan lapisan pertama (yang
langsung mengenai tubuh jenazah) dilingkupkan ke tubuh jenazah, dimulai dari
sebelah kiri, kemudian sebelah kanan. Kemudian menyusul lapisan berikutnya.
Jadi,
mengkafaninya secara satu persatu, bukan mengkafaninya secara langsung 3 (tiga)
lapis sekaligus.
Keempat, Ikatlah tubuh jenazah yang sudah
terbungkus ketiga kain kafan itu dengan tali yang diambilkan dari kain kafan
tersebut (yakni sobekan kain kafan, sekedar cukup untuk tali pengikat). Ikatan
pertama di ujung kepala, ikatan kedua di tengah badan, ikatan ketiga di tengah
atau di arah lutut, dan ikatan keempat di ujung kaki. Semua ikatan
adalah ikatan sementara, karena sesudah dimasukkan ke liang lahad,
ikatan-ikatan tersebut harus dibuka kembali.
Mengafani Jenazah Wanita
Ketentuan Kafan Jenazah Wanita |
Pertama, Mula-mula
dihamparkan dua lapis kain pembungkus (gambar 4 dan 5) yang sudah ditaburi wewangian.
Kedua, Kenakan
sarung (gambar 1) ke tubuh jenazah, lalu
baju kurung (gambar 2),
dilanjutkan kerudung (gambar 3).
Ketiga, Kain pembungkus yang dua lapis, dilingkupkan ke
tubuh jenazah selapis demi selapis. Kemudian diikat empat atau lima ikatan memakai tali dari
sobekan kain kafan dengan ikatan sementara.
3.
Menshalati Jenazah
Dalil
menshalati jenazah antara lain:
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: صَلُّوا عَلَى مَوْتَاكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ
سَوَاءً. (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهَ)
Jabir RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Shalatilah
orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian [umat muslim] pada malam dan
siang hari dengan empat takbir” (H.R. Ibn Majah)
Orang
yang paling berhak menyalatkan jenazah adalah ayahnya, lalu kakeknya, para ashabah-nya
secara berurutan, yaitu anak, cucu, saudara, anak saudara, paman dan anak
paman. Alasannya, karena merekalah yang paling berduka atas kematian itu.
Apabila terdapat dua orang atau lebih pada derajat yang sama, dahulukanlah yang
tertua, atau yang lebih baik bacaannya dan lebih faqih (ahli Fikih), karena
dia lebih mulia dan shalatnya lebih sempurna.
Pada
awalnya, usahakan barisan (shaf) disusun menjadi tiga baris. Setiap shaf paling
sedikit terdiri dari dua orang. Apabila jenazah laki-laki, maka posisi imam
shalat berada lurus dengan kepala jenazah. Apabila jenazah wanita, maka posisi
imam shalat lurus dengan pusar jenazah.
Perbedaan Posisi Imam dalam Shalat Jenazah Laki-Laki dan Wanita |
Setelah
itu, shalat jenazah dimulai dengan seruan:
اَلصَّلاَةُ عَلَى الْمَيِّتِ
“Mari (kita)
menshalati mayat”
Adapun
tata cara shalat jenazah adalah:
Pertama, Niat menyengaja melakukan shalat
jenazah, dengan empat takbir menghadap kiblat karena Allah SWT.
أُصَلِّي عَلَى هَذَا الْمَيِّتِ (الْمَيِّتَةِ) أَرْبَعَ
تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ إِمَامًا/مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى
Saya niat menshalati
jenazah laki-laki (wanita) ini, empat kali takbir, fardhu kifayah, sebagai
imam/makmum karena Allah Ta’ala.
Kedua, Takbiratul Ihram bersamaan dengan
niat.
Ketiga, Takbir pertama, lalu membaca Surat al-Fatihah
sebagaimana shalat yang lain (tanpa membaca Surat al-Qur’an
lainnya).
Keempat, Takbir kedua, kemudian membaca
shalawat Nabi SAW:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ،
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Ya Allah, mohon Engkau
limpahkan rahmat yang agung kepada (Nabi) Muhammad (SAW) dan keluarga beliau,
sebagaimana Engkau pernah memberi rahmat yang agung kepada (Nabi) Ibrahim (AS)
dan keluarga beliau. Dan mohon Engkau limpahkan berkah kepada (Nabi) Muhammad
(SAW) dan keluarga beliau, sebagaimana Engkau pernah memberi berkah kepada
(Nabi) Ibrahim (AS) dan keluarga beliau. Di seluruh alam ini,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.
Kelima, Takbir ketiga, lalu membaca doa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ (ـهَا) وَعَافِهِ
(ـهَا) وَاعْفُ عَنْهُ (ـهَا). وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ (ـهَا) وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ
(ـهَا) وَاغْسِلْهُ (ـهَا) بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ. وَنَقِّهِ (ـهَا)
مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ.
وَأَبْدِلْهُ (ـهَا) دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ (ـهَا) وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ
أَهْلِهِ (ـهَا) وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ (ـهَا). وَأَدْخِلْهُ (ـهَا)
الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ (ـهَا) مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ.
Ya Allah, mohon ampunilah, rahmatilah, sejahterahkanlah dan dan
maafkanlah dia. Mohon Engkau muliakan tempatnya, Engkau luaskan kuburnya,
Engkau mandikan dengan air, salju dan embun. Mohon Engkau bersihkan dia dari
segala dosa sebagaimana Engkau bersihkan pakaian putih dari noda. Mohon Engkau
berikan pengganti bagi dia, rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang
lebih baik daripada keluarganya, dan pasangan yang lebih baik daripada
pasangannya. Mohon Engkau masukkan dia ke dalam surga dan Engkau jauhkan dia
dari adzab kubur dan adzab neraka.
Jika jenazah laki-laki, semua berakhiran hu atau hi; jika
jenazah laki-laki, maka semua berakhiran ha.
Jika jenazah anak-anak, maka doa di atas diganti sebagai berikut:
اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ (ـهَا) لَنَا وَلِوَالِدَيْهِ (ـهَا)
سَلَفًا وَفَرَطًا وَدُخْرًا وَعِظَةً وَأَجْرًا.
Ya Allah, mohon Engkau jadikan dia bagi kami dan bagi kedua orangtuanya,
sebagai jaminan, simpanan, penebus, nasihat serta pahala.
Keenam, Takbir keempat, lalu membaca doa:
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ (هَا) وَلاَ تَفْتِنَّا
بَعْدَهُ (هَا) وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (هَا)
Ya Allah, mohon jangan Engkau haramkan kami untuk mendapatkan pahalanya,
janganlah Engkau timpakan fitnah bagi kami sepeninggalnya, dan mohon ampunilah
segala kesalahan kami dan kesalahannya.
Ketujuh, Mengucapkan salam sambil memalingkan
muka ke kanan dan ke kiri. Lalu berdoa:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ بِحَقِّ الْفَاتِحَةِ اعْتِقْ رِقَابَنَا وَرِقَابَ هَذَا الْمَيِّتِ
(هَذِهِ الْمَيِّتَةِ) مِنَ النَّارِ 3×. اللَّهُمَّ أَنْزِلِ الرَّحْمَةَ وَالْمَغْفِرَةَ عَلىَ هَذَا
الْمَيِّتِ (هَذِهِ الْمَيِّتَةِ) وَاجْعَلْ قَبْرَهُ
(هَا) رَوْضَةً مِنَ رِيَاضِ الْجِنَانِ،
وَلاَ تَجْعَلْهُ لَهُ (لَهَا) حُفْرَةً مِنَ حُفَرِ النِّيْرَانِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى
خَيْرِ خَلْقِهِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ
ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Ya Allah, mohon Engkau limpahkan rahmat yang agung kepada (Nabi)
Muhammad (SAW) dan keluarga beliau. Ya Allah, atas nama Surat al-Fatihah, mohon
Engkau bebaskan ‘leher’ kami dan leher jenazah ini dari neraka (dibaca 3 kali).
Ya Allah, mohon Engkau limpahkan rahmat dan ampunan kepada jenazah ini. Mohon
Engkau jadikan kuburnya sebagai taman surga, dan mohon jangan Engkau jadikan
kuburnya sebagai lubang neraka. Semoga Engkau limpahkan rahmat yang agung
kepada makhluk terbaik, (Nabi) Muhammad), keluarga beliau dan para Sahabat
beliau sekalian. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
4.
Menguburkan Jenazah
Dalil
menguburkan jenazah antara lain:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: إِذَا وَضَعْتُمْ مَوْتَاكُمْ فِي الْقَبْرِ، فَقُولُوا بِسْمِ اللَّهِ
وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ).
Ibnu
‘Umar RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: “Jika kalian meletakkan
jenazah-jenazah kalian di dalam kubur, maka ucapkanlah: ‘Dengen menyebut nama
Allah dan agama Rasulullah” (H.R. Ahmad).
Tata
cara menguburkan jenazah adalah:
Pertama, Dibuatkan
liang kubur yang cukup dalam,
sepanjang badan jenazah, dalamnya setinggi orang berdiri ditambah setengah
lengan (sekitar 2 meter), lebar
kurang lebih 1 (satu) meter. Di dasar lubang dibuat lebih
miring lebih dalam ke arah kiblat. Maksudnya agar tidak mudah dibongkar
binatang buas dan tidak bau setelah jenazah itu membusuk.
Kedua, Bentuk lubang kubur disunatkan memakai
lubang lahad [lubang yang digali di bawah kubur sebelah kiblat, kira-kira muat
untuk jenazah, kemudian ditutup dengan papan atau bambu]. Jika tanahnya gembur
dan mudah runtuh, lebih baik dibuatkan lubang tengah [lubang kecil di
tengah-tengah kubur kira-kira muat jenazah, disebut dengan istilah syaq]
kemudian ditutup dengan papan atau bambu, seterusnya dengan tanah.
Ketiga, Setelah
jenazah diusung dan sampai kubur, maka
masukkanlah ke dalam liang lahad
dengan miring ke kanan dan menghadap kiblat.
Keempat, Cara
memasukkan jenazah adalah terlebih dahulu memasukkan kepala jenazah dari arah
kaki makam (di Indonesia, arah selatan).
Kelima, Tali-tali
pengikat kain kafan dilepas semua, pipi kanan dan ujung kaki ditempelkan ke
tanah.
Keenam, Setelah
itu, jenazah ditutup dengan papan, kayu, atau bambu yang disebut “dinding ari”
kemudian di atasnya ditimbun tanah sehingga lubang itu rata dan ditinggikan
seperlunya, kira-kira sejengkal. Para ulama tidak menyukai meninggikan kubur
dari permukaan tanah, kecuali sekedar sebagai tanda bahwa itu adalah kubur,
agar tidak diinjak atau diduduki.
Ketujuh, Kemudian
meletakkan pelepah yang masih basah atau menyiramnya dengan kembang di atas
kubur tersebut. Hal ini sesuai dengan perbuatan Rasulullah SAW pada saat
selesai menguburkan putra beliau, Ibrahim.
E.
Hikmah Seputar Fikih Jenazah
Beranjak dari keterangan di
atas, maka seorang muslim yang bijak dapat
memetik banyak hikmah yang berguna
bagi kehidupannya.
1.
Hikmah Ta’ziyah
Pertama, Bagi yang mengunjungi maupun
yang dikunjungi, ta’ziyah dapat menyadarkan dan
mengingatkan diri, bahwa kematian itu pasti akan menimpa kepada setiap orang,
meskipun waktunya tidak ada yang mengetahui. Dengan menyadari ini, maka seorang
muslim akan bersungguh-sungguh mempersiapkan diri dengan berbagai amal shalih,
sebagai bekal kehidupan setelah kematian.
Kedua, Ta’ziyah dapat menumbuhkan sikap
tolong-menolong dan gotong royong serta membina sifat kedermawanan dan kasih
sayang di antara sesama anggota masyarakat.
Ketiga, Khusus bagi keluarga yang
mengalami musibah kematian, ta’ziyah dapat menghibur hati dari
kesedihan yang berarti akan mengurangi beban berat yang dipikulnya, terutama
beban mental.
2.
Hikmah Perawatan Jenazah
Pertama,
Senantiasa merenungkan sabda Rasulullah SAW yang menyeru kepada umatnya agar banyak-banyak mengingat kematian:
اَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ (رَوَاهُ
النَّسَائِيُّ)
Perbanyaklah dari mengingat pemutus
kenikmatan-kenikmatan (yaitu kematian)
(H.R. al-Nasa’i)
Kedua, Merupakan manifestasi dari perasaan
persaudaraan Islami (Ukhuwah Islamiyah).
Ketiga, Mewujudkan ketinggian agama Islam, sebab
seorang muslim bukan hanya menghormati orang yang hidup saja, tapi juga kepada
yang sudah meninggal dunia.
Keempat, Lebih mempertegas ajaran Islam tentang
persamaan kedudukan manusia di hadapan Allah SWT. Semua itu tergambar dalam
pengurusan jenazah yang tidak membedakan status sosial (kaya-miskin).
Tokoh
Teladan: Hamzah ibn Abdul Mutholib RA
Hamzah ibn Abdul Mutholib
RA adalah sahabat sekaligus paman Nabi Muhammad SAW. Dilahirkan dua tahun
sebelum Nabi SAW. Memeluk Islam pada tahun kedelapan dari kenabian. Terkenal
dengan sebutan Asadullah (singa Allah) dan Sayyidusy-Syuhada’
(penghulu para syuhada’). Di perang Badar beliau berhasil menghempaskan
beberapa tokoh musyrikin, seperti Syaibah ibn Rabi’ah, Thu’aimah ibn Adi dan
‘Utbah ibn Rabi’ah. Dalam perang Uhud, beliau berhasil menewaskan 31 kafir
Quraisy. Sebelum akhirnya gugur di tangan Wahsyi, budak milik Jubair bin
Muth’im, pada tahun 3 H.
Dalam Usud al-Ghabah,
Ibn Atsir menjelaskan bahwa setelah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy,
Hamzah RA tergelincir sehingga beliau terjatuh kebelakang dan tersingkaplah
baju besinya, dan pada saat itu beliau langsung ditombak oleh Wahsyi. Kemudian
Hindun merobek perut Hamzah RA, lalu mengeluarkan hatinya untuk kemudian
dikunyahnya, tetapi tidak tertelan dan segera dimuntahkannya.
Usai peperangan, Rasulullah
RA dan para sahabat memeriksa jasad dan tubuh para syuhada yang gugur. Sejenak
beliau berhenti, menyaksikan dan membisu seraya air mata menetes di kedua belah
pipinya. Tidak sedikitpun terlintas di benaknya bahwa kaum kafir begitu tega
berbuat keji dan kejam terhadap jasad Hamzah RA. Kemudian Rasulullah SAW
mendekati jasad Hamzah RA seraya berkata, “Tak pernah aku menderita sebagaimana
yang kurasakan saat ini. Dan tidak ada suasana apapun yang lebih menyakitkan
diriku daripada suasana sekarang ini.”
Setelah itu Rasulullah SAW
dan kaum muslimin menshalatkan jenazah Hamzah RA dan para syuhada lainnya satu
per satu. Jenazah Hamzah RA dishalatkan terlebih dahulu, kemudian dibawa lagi
jenazah seorang syahid untuk dishalatkan, sementara jenazah Hamzah RA tetap
dibiarkan di situ. Lalu jenazah itu diangkat, sedangkan jenazah Hamzah tetap di
tempat. Demikianlah Rasulullah SAW menshalatkan para syuhada Uhud satu persatu,
sehingga jika dihitung, maka Rasulullah SAW dan para sahabat telah menshalatkan
Hamzah RA sebanyak tujuh puluh kali. Subhanallah!.
Kisah
Berhikmah: Kisah Wafatnya Muadzin (Kesaksian Dokter Khalid ibn Abdul Aziz
al-Jubair)
Dokter
Jasim al-Haditsi seorang penasehat jantung anak di “Amir Sulthan Center untuk
Penyakit Jantung” Rumah Sakit Angkatan Bersenjata Riyadh, Arab Saudi
mengisahkan cerita teman dokternya:
“Suatu malam, saat sedang bertugas di rumah
sakit, ada seorang pasien yang meninggal dunia. Maka akupun segera memastikan akan
kematian pasien tersebut, dengan meletakkan stetoskop di atas dadanya. Ternyata
dari jantungnya terdengar suara azan:
Allahu akbar, Allahu akbar!
Asyhadu allaa ilaaha illallaah!..
Aku
menyangka, 'Oh rupanya sudah saatnya masuk waktu Subuh'. Akupun bertanya kepada
perawat; 'Jam berapa sekarang?'. Dijawab perawat; 'masih jam satu (malam),
Dok...'. Aku baru sadar bahwa saat ini belum tiba saatnya Adzan Subuh. Akupun
kembali meletakkan stetoskop di atas dadanya. Dan kembali saya mendengar suara
adzan lagi dengan lengkap.... Setelah selesai pemeriksaan, dimandikan, dan
jenazah dikuburkan. Esoknya aku mendatangi keluarganya. Aku ingin tahu dan
bertanya amalan apa yang di lakukan orang ini, sehingga dari dalam dadanya
terdengar suara adzan. Mereka menjawab: “Ia bekerja sebagai seorang Muadzin
pada sebuah masjid, biasanya ia datang ke masjid seperempat jam sebelum tiba
waktunya adzan atau kadang lebih awal lagi. Ia mengkhatamkan al-Qur'an dalam
waktu tiga hari, serta dia senantiasa menjaga lisannya dari kesalahan.... Subhanallah,
Allahu Akbar.
Sumber:
illanm.blogspot.co.id
Khazanah:
Tanda-tanda Kematian Secara Medis
Berikut ini 7 (tujuh) tanda orang yang akan mati
menurut medis:
Pertama, Mengeluarkan suara mengerikan (death rattle). Hal ini terjadi setelah pasien hilang refleks
batuk serta kehilangan kekuatan untuk menelan yang mengakibatkan akumulasi
kelebihan air liur di tenggorokan serta paru-paru.
Kedua, Mengalami gangguan saat bernapas (cheynes-stokes respiration), yakni pola pernapasan yang amat abnormal
ditandai dengan napas yang amat cepat serta sesudah itu periode tidak bernapas
(apnea). Dalam waktu pendek, jantung menjadi lemah serta terlalu banyak
bekerja, ini membuat tubuh hiperventilasi (bernapas normal cepat),
sesudah itu, tidak ada energi lebih untuk bernapas untuk waktu yang lama (apnea).
Ketiga, Kekakuan setelah kematian (rigor mortis). Dalam banyak kasus, rigor mortis
biasanya diawali setelah 1-3 jam kematian. Sesudah kematian, tubuh tidak mampu
untuk memecahkan ikatan yang mengakibatkan kontraksi terus-menerus.
Keempat, Livor mortis adalah
warna ungu-merah yang muncul ketika darah tenggelam ke bagian tubuh
terspesifik. Perihal ini umumnya diawali 1-2 jam sesudah kematian serta menjadi
permanen dalam 6-12 jam.
Kelima, Temperatur tubuh turun (algor mortis). Terjadi bila suhu di luar lebih dingin dari suhu tubuh.
Normalnya perlu 24 jam sampai tubuh benar-benar menjadi dingin atau suhu
tubuhnya sama dengan lingkungan seputar. Proses
sekarat mulai terjadi ketika tubuh tidak bisa mendapatkan asupan oksigen yang
diperlukan untuk bisa bertahan hidup. Sel yang berbeda akan memiliki kecepatan
kematian yang berbeda pula, sehingga panjangnya proses seseorang sekarat
tergantung pada sel-sel yang kekurangan oksigen ini.
Keenam, Keluar cairan merah kecoklatan (purge fluid) dari mulut serta lubang
anus. Selain itu, orang yang sekarat akan kehilangan kontrol
pada kandung kemih dan ususnya, sehingga seringkali terlihat mengompol.
Ketujuh, Munculnya tanda garis coklat kemerahan (tache noire) dengan posisi horizontal
pada bola mata orang yang akan mati. Membran mukosa lain seperti lidah yang
akan tampak gelap seperti
terkena udara yang terlalu lama. Kaki dan tangan terasa dingin dan perlahan
membiru akibat terhentinya aliran darah ke daerah tersebut. Lama-kelamaan akan
semakin menyebar ke bagian tubuh atas seperti lengan, bibir dan kuku. Selain
itu orang menjadi tidak responsif, meskipun matanya terbuka tapi memiliki
tatapan mata kosong atau tidak melihat sekelilingnya. Kematian diakhiri dengan berhentinya kerja
jantung, sehingga menghentikan aliran darah dan oksigen ke seluruh tubuh dan
berhenti juga kerja otak karena sudah tidak lagi mendapat pasokan oksigen dan
darah ke otak. Maka dalam hitungan beberapa detik sampai disinilah akhir
perjalanan hidup seorang manusia ciptaan Allah SWT.
Sumber:
cuitnews.com
Mengenal Tanaman Bidara
Gambar Pohon Bidara |
Tanaman
Obat yang satu ini memang jarang dijumpai pada daerah perkotaan, Bidara atau
Widara ini sangat tumbuh baik di daerah kering dan tandus. Bidara juga dikenal
dengan nama Rhamnaceae serta mempunyai nama latin atau ilmiah Ziziphus
mauritiana. Tanaman ini diduga berasal dari Asia Tengah (Arab) termasuk
Indonesia.
Karena
banyaknya suku serta budaya, tumbuhan obat yang satu ini mempunyai banyak nama.
Beda wilayah beda juga sebutannya. Orang-orang Arab menyebutnya Nabka,
dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Dom sedangkan di Perancis
disebut Paliure dan Nigeria bidara dikenal dengan julukan Kurna,
sedangkan nama bidara untuk beberapa daerah di tanah air adalah di Madura
dikenal dengan sebutan Bukkol, sedangkan di Jawa disebut widara
dan masih banyak lagi nama lainnya.
Ciri-ciri
daun bidara: Daunnya berbentuk bulat kecil, tangkainya berduri, bunganya kecil
putih berbulu mengeluarkan aroma wangi. Pohon bidara akan mengeluarkan bunga
antara bulan Juni dan Agustus, dan buahnya akan mengalami proses pematangan
mulai dari Oktober sampai Desember. Buahnya sangat pekat berwarna hijau pada
saat masih muda. Tekstur Buah dan bijinya yang keras, daging buahnya lembek dan
rasanya Kecut.
Manfaat
dan khasiat bidara bagi kesehatan tubuh antara lain: a) Air daun bidara ini digunakan
untuk mandi dan diminum; b) Daun Bidara dapat dipakai dalam memandikan jenazah;
c) Memandikan orang demam; d) Sebagai pengusir gangguan jin dan pengaruh ilmu
sihir; e) Daun bidara dapat diolah menjadi jamu herbal; f) Sebagai obat luar;
g) Mengobati penyakit lambung dan usus; h) Mengobati gangguan kulit seperti
jerawat pada wajah, dan panu; i) Memperlancar pencernaan; j) Menurunkan panas
tubuh atau obat demam; k) Mempercepat pengeringan luka; l) Mendinginkan kepala
bayi dengan cara dihaluskan dan dicampur dengan kunyit; m) Perawatan kulit dan
rambut; n) Komposisi fitokimia dan kimia yang terdapat pada bubuk daun bidara
baik untuk kesuburan rambut, dapat memanjangkan, menghitamkan, Menebalkan
rambut; o) Daun bidara dipercaya dapat membersihkan aura negatif pada wajah,
mandi air bidara dapat mengembalikan aura kecantikan wajah yang mereka dan
berseri kembali.
Manfaat lain dari
tumbuhan bidara: a) Kayunya dapat diolah jadi barang kerajinan; b) Perabot
rumah tangga; c) Kayu bakar dan bahan pembuatan arang berkualitas; d) Kulit
kayu dan buahnya dapat digunakan sebagai pewarna alami; e) Daun bidara sebagai
pakan alternatif untuk ternak seperti sapi dan kambing pada saat musim
penghujan.
Sumber: www.hasbihtc.com
Mutiara
Hadis: Alam Kubur sebagai Permulaan Kehidupan Akhirat
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ
الْأَخِرَةِ، فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ، وَإِنْ لَمْ
يَنْجَحْ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ، مَا رَأَيْتُ مَنْظَرَ قَطٌّ
إِلاَّ الْقَبْرَ أَفْظَعُ مِنْهُ. (رَوَاهُ اَلتِّرْمِـذِيُّ).
Utsman ibn Affan RA berkata:
Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya kuburan adalah permulaan tempat dari
kehidupan akhirat. Jadi jika seseorang selamat darinya, maka masa sesudah itu
akan lebih mudah baginya. Sedangkan jika seseorang tidak selamat darinya, maka
masa sesudah iru akan lebih sulit baginya. Aku tidak pernah melihat suatu
pemandangan yang lebih mengerikan dibandingkan kuburan. (HR. al-Tirmidzi)
Kamus Mini
Sakaratul Maut: Keadaan saat-saat
menjelang kematian (ajal tiba).
Takziyah: 1) Kunjungan (ucapan) untuk menyatakan turut berduka
cita atau belasungkawa; 2) hal menghibur hati orang yang mendapat musibah
[khususnya musibah kematian].
Talqin: Hal membisikkan
(menyebutkan) kalimat syahadat [atau kalimat thayyibah] dekat orang yang
hendak meninggal dunia atau (dalam bentuk doa) untuk mayat yang baru
dikuburkan.
Daun Bidara: Daun yang biasanya
digunakan untuk memandikan jenazah. Ciri-cirinya adalah daunnya berbentuk bulat
kecil, tangkainya berduri, bunganya kecil putih berbulu mengeluarkan aroma
wangi.
Kain Kafan: Kain putih pembungkus
mayat.
Liang Lahad:
Lubang yang digali di bawah
kubur sebelah kiblat, kira-kira muat untuk jenazah, kemudian ditutup dengan
papan atau bambu.
Liang Syaq: Lubang
yang digali di
tengah-tengah kubur,
kira-kira muat jenazah, kemudian
ditutup dengan papan atau bambu.
Syahid: Orang yang meninggal
dunia di jalan Allah atau karena Allah (semisal meninggal dunia dalam membela
agama Islam).
Ziarah: Berkunjung ke tempat
yang dianggap keramat atau mulia (seperti makam) untuk berkirim doa.
Rangkuman
Pertama, Menjenguk orang sakit
hukumnya sunah, bahkan merupakan salah satu hak seorang muslim atas muslim
lainnya.
Kedua, Setiap kematian selalu
diawali oleh sakaratul maut yang memiliki tanda-tanda khusus menurut medis
maupun riwayat Hadis.
Ketiga, Ta’ziyah
merupakan ungkapan belasungkawa kepada keluarga jenazah agar merasa terhibur
dan bersabar atas qadha-qadar Allah SWT.
Keempat, Memandikan jenazah oleh
orang yang berhak, dengan menggunakan air bersih, air bercampur sabun, daun
bidara dan kapur barus (kamper). Disunahkan memandikan tiga kali, lima kali
atau tujuh kali.
Kelima, Mengafani jenazah
laki-laki disunahkan tiga lapis kain, sedangkan mengafani jenazah wanita
disunahkan lima lapis kain. Disunahkan menggunakan kain kafan berwarna putih.
Keenam, Menshalati jenazah
dimulai dengan niat, kemudian takbiratul ihram (takbir pertama), lalu membaca
Surat al-Fatihah; takbir kedua, lalu membaca shalawat; takbir ketiga, lalu
membaca doa khusus untuk jenazah; takbir keempat, lalu membaca doa untuk
orang-orang yang ditinggalkan jenazah; diakhiri salam.
Ketujuh, Menguburkan jenazah di liang kubur yang panjangnya sepanjang badan jenazah, dalamnya
setinggi orang berdiri ditambah setengah lengan (sekitar 2
meter), lebarnya kurang lebih 1 (satu) meter. Di dasar liang kubur dibuatkan liang lahad
yang posisinya ke arah kiblat.