Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fiqh Janaiz: Perawatan Jenazah


Dr. Rosidin, M.Pd.I

http://www.dialogilmu.com

Perawatan Jenazah
Shalat Jenazah sebagai Ciri Khas Perawatan Jenazah

Pendahuluan

Kematian merupakan suatu keniscayaan bagi umat manusia, “Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 185).  Kematian adalah misteri yang hanya diketahui oleh Allah SWT, “Jiwa tidak mengetahui di bagian bumi mana ia meninggal dunia (Q.S. Luqman [31]: 34).

Manusia tidak bisa menghindari kematian, di manapun manusia bersembunyi, kematian pasti akan menemukannya, “Di manapun kalian berada, niscaya kematian akan menyusul kalian, meskipun kalian berada di benteng yang kokoh (Q.S. al-Nisa’ [4]: 78). Oleh sebab itu, sia-sia saja jika manusia berusaha melarikan diri dari kematian, “Katakanlah, tidak akan bermanfaat bagi kalian melarikan diri dari kematian” (Q.S. al-Ahzab [33]: 16).

Kematian tidak akan datang lebih cepat maupun lebih lambat, kematian akan tiba ketika memang sudah ajalnya, yakni masuk waktu yang ditetapkan oleh Allah SWT, “Jiwa tidak akan mengalami kematian, kecuali atas izin Allah” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 145). Ketika itu, datanglah Malaikat Maut, “Katakanlah, yang mewafatkan kalian adalah malaikat maut yang diwakilkan kepada kalian” (Q.S. al-Sajdah [32]: 11), kemudian manusia akan merasakan sakaratul maut, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Qaf [50]: 19

وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ

Dan datanglah sakaratul maut dengan nyata. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.

Tulisan ini membahas seluk beluk amalan khas Islam terkait kematian, mulai dari menjenguk orang yang sakit, sakaratul maut, ta’ziyah dan perawatan jenazah yang meliputi memandikan, mengafani, menshalati dan menguburkan. 

Peta Konsep

Mind Mapp Fiqh Janaiz
Dari Sakit, Sakaratul Maut hingga Perawatan Jenazah

Materi Pokok

A.         Menjenguk Orang Sakit

Menjenguk orang sakit hukumnya sunah. Berdasarkan Hadis al-Barra’ yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan para shahabat untuk mengiringi jenazah dan menjenguk orang sakit.

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasululah SAW bersabda: “Hak orang muslim atas muslim lain ada enam: Jika engkau bertemu dengan orang muslim, maka ucapkanlah salam kepadanya; jika dia mengundangmu, maka datangilah; jika dia meminta nasihat kepadamu, maka nasihatilah; jika dia bersin, lalu mengucap Hamdalah, maka doakanlah; jika dia sakit, maka jenguklah; jika dia wafat, maka iringilah”.

Berikut adalah akhlak yang disunahkan ketika menjenguk orang sakit:  Pertama, Mendoakan si sakit agar mendapatkan kesembuhan. ‘Aisyah RA meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW pergi menjenguk orang sakit –atau beliau yang dijenguk ketika sedang sakit– maka Rasulullah SAW berdoa:

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ مُذْهِبَ الْبَاسِ، اشْفِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Ya Allah, Tuhan manusia, Dzat yang menghilangkan penyakit. Mohon sembuhkanlah, karena Engkau adalah Dzat Yang Maha Menyembuhkan. Tiada kesembuhan, kecuali kesembuhan yang Engkau anugerahkan. Kesembuhan yang tidak lagi dihinggapi sakit. (H.R. Bukhari)

Kedua, Membacakan Surat al-Fatihah di dekat si sakit.

Ketiga, Menanyakan kesehatan si sakit dan memberinya motivasi yang menyenangkan hatinya.

Keempat, Tidak berlama-lama ketika menjenguk si sakit dan memilih waktu yang tepat, yaitu pagi, sore atau malam, bukan di tengah siang.

B.         Sakaratul Maut

Berikut ini tanda-tanda sakaratul maut sebagaimana disarikan dari berbagai sumber:

Pertama, Nafasnya cepat dan dangkal seperti orang yang tengah lari.

Kedua, Suhu badan naik tiba-tiba dan denyut jantung lebih cepat, lalu suhu tubuh dingin dikuti frekuensi denyut nadi yang menurun.

Ketiga, Merasa resah dan gelisah serta keringat bercucuran.

Keempat, Tangan berwarna kebiru-biruan dan sekujur tubuh akan mendingin mulai dari ujung kaki hingga ke seluruh tubuh.

Kelima, Mulutnya mengeluarkan kata-kata (jika orang shalih, maka mengucapkan kalimat thayyibah atau zikir; sebaliknya orang yang zalim akan mengucapkan kata-kata kotor).

Keenam, Hilangnya penginderaan dan gerakan secara berangsur-angsur dimulai dari ujung kaki, tangan, dan ujung hidung yang terasa dingin.

Ketujuh, Kulit tubuh nampak kebiru-biruan agak abu-abu atau pucat.

Kedelapan, Tekanan darah menurun, otot rahang terlihat mengendur dan wajah terlihat penuh kepasrahan.

Menurut Syekh Nawawi Banten, di antara tanda-tanda jenazah yang husnul-khatimah (akhir yang terpuji) adalah keningnya berkeringat; kedua matanya mengeluar-kan air mata; janur hidungnya mengembang dan wajahnya ceria (tersenyum). Sedangkan tanda-tanda jenazah yang su’ul khatimah (akhir yang tercela) adalah wajahnya kelihatan sedih dan takut; ruhnya sulit keluar, bahkan sampai seminggu; kedua sudut bibirnya berbusa.

Adapun akhlak terhadap orang yang mengalami sakaratul maut adalah:

Pertama, Menidurkan miring ke kanan dengan menghadap kiblat.

Kedua, Selalu mengingatkan waktu-waktu shalat.
Ketiga, Menalqin dengan kalimat syahadat atau minimal dengan kalimat Jalalah (Allah).

Keempat, Memberi wewangian dan menyiwaki.

Kelima, Membaca al-Qur’an di samping orang yang sekarat mati.

Keenam, Memberi minum, terutama jika ada tanda bahwa orang yang sekarat mati (muhtadhar) meminta minum.

Jika seorang muslim meninggal dunia, maka seseorang dari mahramnya atau orang yang sama jenis kelaminnya segera melakukan hal-hal berikut ini:

Pertama, Memejamkan matanya dengan membaca:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ (لَهَا) وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ (دَرَجَتَهَا) فِي الْمَهْدِيَيْنِ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (وَلَهَا) يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

Dengan menyebut nama Allah dan agama Rasulullah. Ya Allah, mohon Engkau ampuni dia, Engkau angkat derajatnya dalam golongan orang-orang yang mendapatkan petunjuk; mohon Engkau ampuni kami dan dia, wahai Tuhan alam semesta.

Kedua, Tangan disedekapkan.

Ketiga, Kedua rahang diikat dengan tali lebar.

Keempat, Sendi-sendi yang kaku diluruskan dengan minyak atau air teh yang hangat.

Kelima, Perut ditindih bantal (atau sesuatu yang agak berat) agar tidak membesar dan kotoran bisa mudah keluar.

Keenam, Mengganti pakaian dan menutupinya dengan kain panjang.

Ketujuh, Diletakkan di balai-balai [tempat duduk atau tempat tidur yang terbuat dari bambu atau kayu] atau dipan yang agak tinggi.

Kedelapan, Menyegerakan perawatan jenazah.

Kesembilan, Mengumumkan berita duka atas kematiannya.

Kesepuluh, Mengurusi hutang-hutangnya, termasuk membayarkan fidyah, zakat dan wasiatnya.

Kesebelas, Setiap mengangkat dan memindahkan jenazah selalu membaca:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Dengan menyebut nama Allah  dan agama Rasulullah SAW

C.         Ta’ziyah

Secara etimologi, taziyah berasal dari akar kata ‘aza–ya‘zi, yang berarti menghibur atau mendorong agar sabar. Sehubungan dengan meninggalnya seseorang, taziyah berarti mengunjungi keluarga yang tertimpa musibah kematian dengan tujuan menghibur dan membesarkan hati agar bersabar.

Jadi, ta’ziyah adalah menghibur keluarga jenazah, membesarkan hati mereka agar bersabar, menyarankan agar ridha terhadap qadha’-qadar Allah SWT, dan mendoakan jenazah yang berstatus muslim.

Ta’ziyah hukumnya sunah dilakukan selama tiga hari sejak terjadinya musibah kematian, baik sebelum jenazah dikuburkan maupun sesudahnya. Akan tetapi, yang lebih utama ta’ziyah dilakukan sebelum jenazah dikuburkan. Jika lebih dari tiga hari, maka hukum ta’ziyah makruh, kecuali bagi orang yang memang tinggalnya jauh dari rumah duka. Demikian keterangan dalam Hadis Bukhari Muslim. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan perasaan sedih di hati keluarga jenazah.

Seseorang yang berta’ziyah kepada keluarga yang tertimpa musibah kematian hendaklah menerapkan tata krama berikut:

Pertama, Menunjukkan sikap berbela sungkawa atas musibah yang menimpa, baik perilaku maupun perkataan, seperti doa:

أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ وَأَحْسِنْ عُزَّاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ

Semoga Allah menganugerahkan pahala yang agung kepadamu; memberi kebaikan atas dukamu; dan memberi ampunan kepada (anggota keluarga)-mu yang meninggal dunia.

Kedua, Tidak mengeluarkan kata-kata yang menyinggung atau tidak menyenangkan pihak keluarga yang sedang tertimpa musibah.

Ketiga, Memberikan nasihat agar tetap tabah dan bersabar dalam menghadapi musibah, karena musibah ini semata-mata dari kebijaksanaan Allah SWT.

D.        Perawatan Jenazah dalam Islam

Perawatan jenazah dalam Islam ada empat: memandikan, mengafani, menshalati dan menguburkan. Hukum seluruh perawatan jenazah tersebut adalah fardhu kifayah.

1.            Memandikan Jenazah

Dalil memandikan jenazah antara lain:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فِى الَّذِيْ سَقَطَ عَنْ بَعِيْرِهِ: إِغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمُ).

Ibnu Abbas RA berkata: Nabi SAW bersabda perihal orang yang meninggal dunia karena terjatuh dari untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara”.  (H.R. Bukhari–Muslim).

Sebelum memandikan jenazah, perlu dipahami ketentuan tentang orang yang berhak memandikan jenazah. Pertama, jika jenazahnya laki-laki, maka yang berhak memandikannya adalah anak laki-lakinya, laki-laki lain, sementara itu wanita tidak diperbolehkan memandikannya, kecuali istri, anak wanita atau mahramnya. Kedua, jenazah wanita harus dimandikan oleh anak wanita atau orang wanita lain, adapun laki-laki yang boleh memandikannya adalah suami, anak laki-laki atau mahramnya. Ketiga, untuk jenazah anak-anak, maka yang memandikannya boleh orang laki-laki atau wanita. Apabila pada anggota badan jenazah terdapat cacat, maka orang yang memandikan harus merahasiakan hal tersebut, demi menjaga nama baik keluarga jenazah tersebut. Sebaliknya, apabila melihat hal-hal yang positif pada jenazah tersebut, maka diperkenankan untuk menyebar-luaskan, sebagai motivasi bagi orang lain agar meniru perilaku terpuji si jenazah.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa jenazah yang akan dimandikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Pertama, Jenazah itu orang muslim atau muslimah, bukan bayi yang mati dalam kandungan.

Kedua, Anggota badannya masih ada, sekalipun sedikit atau sebagian.

Ketiga, Jenazah itu bukan mati syahid, karena orang mati syahid tidak wajib dimandikan.

Ghasl al-Janazah
Ilustrasi Proses Memandikan Jenazah 
Tata cara memandikan jenazah adalah:

Pertama, Jenazah ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sengatan matahari, hujan atau pandangan orang banyak. Diletakkan pada tempat yang lebih tinggi, seperti balai-balai atau dipan.

Kedua, Jenazah diberikan pakaian (pakaian basahan), seperti sarung atau kain supaya memudahkan memandikannya, dan auratnya tetap tertutup, sementara orang yang memandikan hendaknya memakai sarung tangan.

Ketiga, Air untuk memandikan jenazah hendaknya air dingin, kecuali dalam keadaan darurat, misalnya di daerah yang sangat dingin atau karena sebab-sebab lain.

Keempat, Setelah segala keperluan mandi telah disiapkan, maka langkah-langkah memandikan Jenazah adalah sebagai berikut:

a) Kotoran dan najis yang melekat pada anggota badan jenazah dibersihkan sampai hilang najisnya dan kotorannya;

b) Jenazah diangkat (agak didudukkan), perutnya diurut supaya kotoran yang mungkin ada di perutnya keluar;

c) Kotoran yang ada pada kuku-kuku jari tangan dan kaki dibersihkan, termasuk kotoran yang ada di mulut dan gigi.

d) Membaca niat memandikan jenazah:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. نَوَيْتُ أَنْ أُغْسِلَ هَذَا الْمَيِّتَ (هَذِهِ الْمَيِّتَةَ) فَرْضَ الْكِفَايَةِ ِللهِ تَعَالَى. اللَّهُمَّ اغْسِلْهُ (هَا) بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ.

Dengan menyebut nama Allah  dan agama Rasulullah. Saya niat memandikan jenazah laki-laki (wanita) ini, fardhu kifayah, karena Allah Ta’ala. Ya Allah, mohon Engkau mandikan dia dengan air, salju dan embun.

e) Menyiram air ke seluruh badan sampai merata, dimulai dari ujung rambut terus ke bawah sampai kaki, sambil berdoa berikut sebanyak tiga kali:

غُفْرَانَكَ يَا اللهُ رَبُّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ

(Mohon) ampunan-Mu, Ya Allah, Wahai Tuhan kami; dan hanya kepada-Mu, tempat kembali

f) Mendahulukan anggota wudhu dan anggota tubuh bagian kanan ketika menyiramkan air.

g) Menyiramkan dan memandikannya disunahkan tiga kali dengan urutan: seluruh tubuh disiram basah, segera memakai sabun sampai bersih benar, sesudah itu diwudhukan dan terakhir disiram dengan air yang sudah dicampur dengan kapur barus atau bahan lain yang wangi.
h) Membaca doa setelah memandikan jenazah:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي وَإِيَّاهُ (هَا) مِنَ التَّوَّابِيْنَ  وَاجْعَلْنِي وَإِيَّاهُ (هَا) مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.

Tiada Tuhan selain Allah Yang Esa Yang tiada sekutu bagi-Nya. Segala puji hanya bagi-Nya, Dia yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, mohon Engkau jadikan aku dan dia (jenazah ini) termasuk orang-orang yang bertaubat serta orang-orang yang suka bersuci.

i) Disunahkan untuk memandikan jenazah sebanyak 3 (tiga), 5 (lima) atau 7 (tujuh) kali.

2.          Mengafani Jenazah

Dalil mengafani jenazah antara lain:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ قَالَ: أُتِيَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ وَقَصَتْهُ رَاحِلَتُهُ فَمَاتَ وَهُوَ مُحْرِمٌ، فَقَالَ: كَفِّنُوهُ فِى ثَوْبَيْهِ (رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ)

Ibnu ‘Abbas RA berkata: Seorang laki-laki yang sedang ihram meninggal dunia karena jatuh dari binatang tunggangannya dan didatangkan ke hadapan Nabi SAW, lalu beliau bersabda: “Kafanilah dia dalam kedua pakaian (ihram)nya” (H.R. Abu Dawud).

Kain kafan diambil dari harta benda yang ditinggalkan jenazah. Jika jenazah tidak meninggalkan harta benda, maka ditanggung oleh orang yang menanggung belanja jenazah ketika masih hidup. Bila tidak ada juga, maka wajib bagi kaum muslimin dan orang-orang yang mampu untuk mencukupi kain kafan bagi jenazah tersebut.    

Kain kafan yang diutamakan berwarna putih. Bila tidak ada, maka warna apapun diperbolehkan dan diberi kapur barus serta harum-haruman.

Niat mengafani jenazah:

بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. نَوَيْتُ تَكْفِيْنَ هَذَا الْمَيِّتِ (هَذِهِ الْمَيِّتَةِ)  فَرْضَ الْكِفَايَةِ ِللهِ تَعَالَى.

Dengan menyebut nama Allah  dan agama Rasulullah. Saya niat mengkafani jenazah laki-laki (wanita) ini, fardhu kifayah, karena Allah Ta’ala. Ya Allah, mohon Engkau mandikan dia dengan air, salju dan embun.

Sedangkan doa mengafani jenazah adalah:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الثَّوْبَ لَهُ (لَهَا) رَحْمَةً وَنُوْرًا وَحِجَابًا مَسْتُوْرًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ .

Ya Allah, mohon Engkau jadikan pakaian (kafan) ini menjadi rahmat, cahaya, pelindung dan penutup baginya; atas nama rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Sebaiknya, laki-laki dikafani dengan 3 (tiga) helai kain putih, tanpa gamis dan serban. Satu helai sebagai sarung, satu lagi menutupi badan dari leher hingga kaki, dan yang terakhir menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan untuk jenazah wanita, sebaiknya digunakan 5 (lima) helai; masing-masing untuk sarung, kerudung dan gamis, ditambah dua helai untuk membalut seluruh tubuhnya. Pada dasarnya, semua bahan yang boleh dipakainya sewaktu hidup, boleh dijadikan sebagai kafan dan dipilih bahan yang terbaik.

Kafn al-Janazah
Perlengkapan Mengafani Jenazah

Berikut ini penjelasan terperinci tentang tata cara mengafani jenazah sesuai jenis kelaminnya:
Mengafani Jenazah Laki-laki

Kafn al-Mayyit
Ketentuan Kafan Jenazah Laki-Laki

Pertama
, Kain kafan untuk jenazah laki-laki berjumlah tiga lapis, dan tiap lapisan kain yang telah terhampar, ditaburi wewangian.

Kedua, Letakkan jenazah di atas kain kafan. Kedua tangannya diletakkan di atas dada, seperti ketika sedang berdiri shalat, yakni dengan posisi tangan kanan di bawah tangan kiri.

Ketiga, Kain kafan lapisan pertama (yang langsung mengenai tubuh jenazah) dilingkupkan ke tubuh jenazah, dimulai dari sebelah kiri, kemudian sebelah kanan. Kemudian menyusul lapisan berikutnya. Jadi, mengkafaninya secara satu persatu, bukan mengkafaninya secara langsung  3 (tiga) lapis sekaligus.

Keempat, Ikatlah tubuh jenazah yang sudah terbungkus ketiga kain kafan itu dengan tali yang diambilkan dari kain kafan tersebut (yakni sobekan kain kafan, sekedar cukup untuk tali pengikat). Ikatan pertama di ujung kepala, ikatan kedua di tengah badan, ikatan ketiga di tengah atau di arah lutut, dan ikatan keempat di ujung kaki. Semua ikatan adalah ikatan sementara, karena sesudah dimasukkan ke liang lahad, ikatan-ikatan tersebut harus dibuka kembali.

Mengafani Jenazah Wanita

Kafn al-Mayyitah
Ketentuan Kafan Jenazah Wanita

Pertama, Mula-mula dihamparkan dua lapis kain pembungkus (gambar 4 dan 5) yang sudah ditaburi wewangian.

Kedua, Kenakan sarung (gambar 1) ke tubuh jenazah, lalu baju kurung (gambar 2), dilanjutkan kerudung (gambar 3).

Ketiga, Kain pembungkus yang dua lapis, dilingkupkan ke tubuh jenazah selapis demi selapis. Kemudian diikat empat atau lima ikatan memakai tali dari sobekan kain kafan dengan ikatan sementara.

3.          Menshalati Jenazah

Dalil menshalati jenazah antara lain:

عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: صَلُّوا عَلَى مَوْتَاكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ سَوَاءً. (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهَ)

Jabir RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Shalatilah orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian [umat muslim] pada malam dan siang hari dengan empat takbir” (H.R. Ibn Majah)

Orang yang paling berhak menyalatkan jenazah adalah ayahnya, lalu kakeknya, para ashabah-nya secara berurutan, yaitu anak, cucu, saudara, anak saudara, paman dan anak paman. Alasannya, karena merekalah yang paling berduka atas kematian itu. Apabila terdapat dua orang atau lebih pada derajat yang sama, dahulukanlah yang tertua, atau yang lebih baik bacaannya dan lebih faqih (ahli Fikih), karena dia lebih mulia dan shalatnya lebih sempurna.

Pada awalnya, usahakan barisan (shaf) disusun menjadi tiga baris. Setiap shaf paling sedikit terdiri dari dua orang. Apabila jenazah laki-laki, maka posisi imam shalat berada lurus dengan kepala jenazah. Apabila jenazah wanita, maka posisi imam shalat lurus dengan pusar jenazah.

Posisi Imam
Perbedaan Posisi Imam dalam Shalat Jenazah Laki-Laki dan Wanita

Setelah itu, shalat jenazah dimulai dengan seruan:
اَلصَّلاَةُ عَلَى الْمَيِّتِ

Mari (kita) menshalati mayat

Adapun tata cara shalat jenazah adalah:

Pertama, Niat menyengaja melakukan shalat jenazah, dengan empat takbir menghadap kiblat karena Allah SWT.

أُصَلِّي عَلَى هَذَا الْمَيِّتِ (الْمَيِّتَةِ) أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ إِمَامًا/مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

Saya niat menshalati jenazah laki-laki (wanita) ini, empat kali takbir, fardhu kifayah, sebagai imam/makmum karena Allah Ta’ala.

Kedua, Takbiratul Ihram bersamaan dengan niat.

Ketiga, Takbir pertama, lalu membaca Surat al-Fatihah sebagaimana shalat yang lain (tanpa membaca Surat al-Qur’an lainnya).

Keempat, Takbir kedua, kemudian membaca shalawat Nabi SAW:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Ya Allah, mohon Engkau limpahkan rahmat yang agung kepada (Nabi) Muhammad (SAW) dan keluarga beliau, sebagaimana Engkau pernah memberi rahmat yang agung kepada (Nabi) Ibrahim (AS) dan keluarga beliau. Dan mohon Engkau limpahkan berkah kepada (Nabi) Muhammad (SAW) dan keluarga beliau, sebagaimana Engkau pernah memberi berkah kepada (Nabi) Ibrahim (AS) dan keluarga beliau. Di seluruh alam ini, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.

Kelima, Takbir ketiga, lalu membaca doa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ (لَهَا) وَارْحَمْهُ (ـهَا) وَعَافِهِ (ـهَا) وَاعْفُ عَنْهُ (ـهَا). وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ (ـهَا) وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ (ـهَا) وَاغْسِلْهُ (ـهَا) بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ. وَنَقِّهِ (ـهَا) مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ. وَأَبْدِلْهُ (ـهَا) دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ (ـهَا) وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ (ـهَا) وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ (ـهَا). وَأَدْخِلْهُ (ـهَا) الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ (ـهَا) مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ.

Ya Allah, mohon ampunilah, rahmatilah, sejahterahkanlah dan dan maafkanlah dia. Mohon Engkau muliakan tempatnya, Engkau luaskan kuburnya, Engkau mandikan dengan air, salju dan embun. Mohon Engkau bersihkan dia dari segala dosa sebagaimana Engkau bersihkan pakaian putih dari noda. Mohon Engkau berikan pengganti bagi dia, rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik daripada keluarganya, dan pasangan yang lebih baik daripada pasangannya. Mohon Engkau masukkan dia ke dalam surga dan Engkau jauhkan dia dari adzab kubur dan adzab neraka.

Jika jenazah laki-laki, semua berakhiran hu atau hi; jika jenazah laki-laki, maka semua berakhiran ha.

Jika jenazah anak-anak, maka doa di atas diganti sebagai berikut:

اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ (ـهَا) لَنَا وَلِوَالِدَيْهِ (ـهَا) سَلَفًا وَفَرَطًا وَدُخْرًا وَعِظَةً وَأَجْرًا.

Ya Allah, mohon Engkau jadikan dia bagi kami dan bagi kedua orangtuanya, sebagai jaminan, simpanan, penebus, nasihat serta pahala.

Keenam, Takbir keempat, lalu membaca doa:
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ (هَا) وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ (هَا) وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (هَا)

Ya Allah, mohon jangan Engkau haramkan kami untuk mendapatkan pahalanya, janganlah Engkau timpakan fitnah bagi kami sepeninggalnya, dan mohon ampunilah segala kesalahan kami dan kesalahannya.

Ketujuh, Mengucapkan salam sambil memalingkan muka ke kanan dan ke kiri. Lalu berdoa:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ بِحَقِّ الْفَاتِحَةِ  اعْتِقْ رِقَابَنَا وَرِقَابَ هَذَا الْمَيِّتِ (هَذِهِ الْمَيِّتَةِ) مِنَ النَّارِ 3×. اللَّهُمَّ أَنْزِلِ الرَّحْمَةَ وَالْمَغْفِرَةَ عَلىَ هَذَا الْمَيِّتِ (هَذِهِ الْمَيِّتَةِ) وَاجْعَلْ قَبْرَهُ (هَا) رَوْضَةً مِنَ رِيَاضِ الْجِنَانِ، وَلاَ تَجْعَلْهُ لَهُ (لَهَا) حُفْرَةً مِنَ حُفَرِ النِّيْرَانِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Ya Allah, mohon Engkau limpahkan rahmat yang agung kepada (Nabi) Muhammad (SAW) dan keluarga beliau. Ya Allah, atas nama Surat al-Fatihah, mohon Engkau bebaskan ‘leher’ kami dan leher jenazah ini dari neraka (dibaca 3 kali). Ya Allah, mohon Engkau limpahkan rahmat dan ampunan kepada jenazah ini. Mohon Engkau jadikan kuburnya sebagai taman surga, dan mohon jangan Engkau jadikan kuburnya sebagai lubang neraka. Semoga Engkau limpahkan rahmat yang agung kepada makhluk terbaik, (Nabi) Muhammad), keluarga beliau dan para Sahabat beliau sekalian. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

4.          Menguburkan Jenazah

Dalil menguburkan jenazah antara lain:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا وَضَعْتُمْ مَوْتَاكُمْ فِي الْقَبْرِ، فَقُولُوا بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ).


Ibnu ‘Umar RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: “Jika kalian meletakkan jenazah-jenazah kalian di dalam kubur, maka ucapkanlah: ‘Dengen menyebut nama Allah dan agama Rasulullah” (H.R. Ahmad).

Tata cara menguburkan jenazah adalah:

Pertama, Dibuatkan liang kubur yang cukup dalam, sepanjang badan jenazah, dalamnya setinggi orang berdiri ditambah setengah lengan (sekitar 2 meter), lebar kurang lebih 1 (satu) meter. Di dasar lubang dibuat lebih miring lebih dalam ke arah kiblat. Maksudnya agar tidak mudah dibongkar binatang buas dan tidak bau setelah jenazah itu membusuk.

Kedua, Bentuk lubang kubur disunatkan memakai lubang lahad [lubang yang digali di bawah kubur sebelah kiblat, kira-kira muat untuk jenazah, kemudian ditutup dengan papan atau bambu]. Jika tanahnya gembur dan mudah runtuh, lebih baik dibuatkan lubang tengah [lubang kecil di tengah-tengah kubur kira-kira muat jenazah, disebut dengan istilah syaq] kemudian ditutup dengan papan atau bambu, seterusnya dengan tanah.

Ketiga, Setelah jenazah diusung dan sampai kubur, maka masukkanlah ke dalam liang lahad dengan miring ke kanan dan menghadap kiblat.

Keempat, Cara memasukkan jenazah adalah terlebih dahulu memasukkan kepala jenazah dari arah kaki makam (di Indonesia, arah selatan).

Kelima, Tali-tali pengikat kain kafan dilepas semua, pipi kanan dan ujung kaki ditempelkan ke tanah.

Keenam, Setelah itu, jenazah ditutup dengan papan, kayu, atau bambu yang disebut “dinding ari” kemudian di atasnya ditimbun tanah sehingga lubang itu rata dan ditinggikan seperlunya, kira-kira sejengkal. Para ulama tidak menyukai meninggikan kubur dari permukaan tanah, kecuali sekedar sebagai tanda bahwa itu adalah kubur, agar tidak diinjak atau diduduki.

Ketujuh, Kemudian meletakkan pelepah yang masih basah atau menyiramnya dengan kembang di atas kubur tersebut. Hal ini sesuai dengan perbuatan Rasulullah SAW pada saat selesai menguburkan putra beliau, Ibrahim.

 
Liang Lahad
Perbedaan Liang Syaq dan Lahad

E.         Hikmah Seputar Fikih Jenazah

Beranjak dari keterangan di atas, maka seorang muslim yang bijak dapat memetik banyak hikmah yang berguna bagi kehidupannya.

1.            Hikmah Taziyah

Pertama, Bagi yang mengunjungi maupun yang dikunjungi, taziyah dapat menyadarkan dan mengingatkan diri, bahwa kematian itu pasti akan menimpa kepada setiap orang, meskipun waktunya tidak ada yang mengetahui. Dengan menyadari ini, maka seorang muslim akan bersungguh-sungguh mempersiapkan diri dengan berbagai amal shalih, sebagai bekal kehidupan setelah kematian.

Kedua, Taziyah dapat menumbuhkan sikap tolong-menolong dan gotong royong serta membina sifat kedermawanan dan kasih sayang di antara sesama anggota masyarakat.

Ketiga, Khusus bagi keluarga yang mengalami musibah kematian, taziyah dapat menghibur hati dari kesedihan yang berarti akan mengurangi beban berat yang dipikulnya, terutama beban mental.

2.          Hikmah Perawatan Jenazah

Pertama, Senantiasa merenungkan sabda Rasulullah SAW yang menyeru kepada umatnya agar banyak-banyak mengingat kematian

اَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ (رَوَاهُ النَّسَائِيُّ)

Perbanyaklah dari mengingat pemutus kenikmatan-kenikmatan (yaitu kematian)  (H.R. al-Nasa’i)

Kedua, Merupakan manifestasi dari perasaan persaudaraan Islami (Ukhuwah Islamiyah).

Ketiga, Mewujudkan ketinggian agama Islam, sebab seorang muslim bukan hanya menghormati orang yang hidup saja, tapi juga kepada yang sudah meninggal dunia.

Keempat, Lebih mempertegas ajaran Islam tentang persamaan kedudukan manusia di hadapan Allah SWT. Semua itu tergambar dalam pengurusan jenazah yang tidak membedakan status sosial (kaya-miskin).

Tokoh Teladan: Hamzah ibn Abdul Mutholib RA

Hamzah ibn Abdul Mutholib RA adalah sahabat sekaligus paman Nabi Muhammad SAW. Dilahirkan dua tahun sebelum Nabi SAW. Memeluk Islam pada tahun kedelapan dari kenabian. Terkenal dengan sebutan Asadullah (singa Allah) dan Sayyidusy-Syuhada’ (penghulu para syuhada’). Di perang Badar beliau berhasil menghempaskan beberapa tokoh musyrikin, seperti Syaibah ibn Rabi’ah, Thu’aimah ibn Adi dan ‘Utbah ibn Rabi’ah. Dalam perang Uhud, beliau berhasil menewaskan 31 kafir Quraisy. Sebelum akhirnya gugur di tangan Wahsyi, budak milik Jubair bin Muth’im, pada tahun 3 H.

Dalam Usud al-Ghabah, Ibn Atsir menjelaskan bahwa setelah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy, Hamzah RA tergelincir sehingga beliau terjatuh kebelakang dan tersingkaplah baju besinya, dan pada saat itu beliau langsung ditombak oleh Wahsyi. Kemudian Hindun merobek perut Hamzah RA, lalu mengeluarkan hatinya untuk kemudian dikunyahnya, tetapi tidak tertelan dan segera dimuntahkannya.

Usai peperangan, Rasulullah RA dan para sahabat memeriksa jasad dan tubuh para syuhada yang gugur. Sejenak beliau berhenti, menyaksikan dan membisu seraya air mata menetes di kedua belah pipinya. Tidak sedikitpun terlintas di benaknya bahwa kaum kafir begitu tega berbuat keji dan kejam terhadap jasad Hamzah RA. Kemudian Rasulullah SAW mendekati jasad Hamzah RA seraya berkata, “Tak pernah aku menderita sebagaimana yang kurasakan saat ini. Dan tidak ada suasana apapun yang lebih menyakitkan diriku daripada suasana sekarang ini.”

Setelah itu Rasulullah SAW dan kaum muslimin menshalatkan jenazah Hamzah RA dan para syuhada lainnya satu per satu. Jenazah Hamzah RA dishalatkan terlebih dahulu, kemudian dibawa lagi jenazah seorang syahid untuk dishalatkan, sementara jenazah Hamzah RA tetap dibiarkan di situ. Lalu jenazah itu diangkat, sedangkan jenazah Hamzah tetap di tempat. Demikianlah Rasulullah SAW menshalatkan para syuhada Uhud satu persatu, sehingga jika dihitung, maka Rasulullah SAW dan para sahabat telah menshalatkan Hamzah RA sebanyak tujuh puluh kali. Subhanallah!.

Kisah Berhikmah: Kisah Wafatnya Muadzin (Kesaksian Dokter Khalid ibn Abdul Aziz al-Jubair)

Dokter Jasim al-Haditsi seorang penasehat jantung anak di “Amir Sulthan Center untuk Penyakit Jantung” Rumah Sakit Angkatan Bersenjata Riyadh, Arab Saudi mengisahkan cerita teman dokternya:
 “Suatu malam, saat sedang bertugas di rumah sakit, ada seorang pasien yang meninggal dunia. Maka akupun segera memastikan akan kematian pasien tersebut, dengan meletakkan stetoskop di atas dadanya. Ternyata dari jantungnya terdengar suara azan:

Allahu akbar, Allahu akbar!
Asyhadu allaa ilaaha illallaah!..

Aku menyangka, 'Oh rupanya sudah saatnya masuk waktu Subuh'. Akupun bertanya kepada perawat; 'Jam berapa sekarang?'. Dijawab perawat; 'masih jam satu (malam), Dok...'. Aku baru sadar bahwa saat ini belum tiba saatnya Adzan Subuh. Akupun kembali meletakkan stetoskop di atas dadanya. Dan kembali saya mendengar suara adzan lagi dengan lengkap.... Setelah selesai pemeriksaan, dimandikan, dan jenazah dikuburkan. Esoknya aku mendatangi keluarganya. Aku ingin tahu dan bertanya amalan apa yang di lakukan orang ini, sehingga dari dalam dadanya terdengar suara adzan. Mereka menjawab: “Ia bekerja sebagai seorang Muadzin pada sebuah masjid, biasanya ia datang ke masjid seperempat jam sebelum tiba waktunya adzan atau kadang lebih awal lagi. Ia mengkhatamkan al-Qur'an dalam waktu tiga hari, serta dia senantiasa menjaga lisannya dari kesalahan.... Subhanallah, Allahu Akbar.
Sumber: illanm.blogspot.co.id

Khazanah: Tanda-tanda Kematian Secara Medis

Berikut ini 7 (tujuh) tanda orang yang akan mati menurut medis:

Pertama, Mengeluarkan suara mengerikan (death rattle). Hal ini terjadi setelah pasien hilang refleks batuk serta kehilangan kekuatan untuk menelan yang mengakibatkan akumulasi kelebihan air liur di tenggorokan serta paru-paru.

Kedua, Mengalami gangguan saat bernapas (cheynes-stokes respiration), yakni pola pernapasan yang amat abnormal ditandai dengan napas yang amat cepat serta sesudah itu periode tidak bernapas (apnea). Dalam waktu pendek, jantung menjadi lemah serta terlalu banyak bekerja, ini membuat tubuh hiperventilasi (bernapas normal cepat), sesudah itu, tidak ada energi lebih untuk bernapas untuk waktu yang lama (apnea).

Ketiga, Kekakuan setelah kematian (rigor mortis). Dalam banyak kasus, rigor mortis biasanya diawali setelah 1-3 jam kematian. Sesudah kematian, tubuh tidak mampu untuk memecahkan ikatan yang mengakibatkan kontraksi terus-menerus.

Keempat, Livor mortis adalah warna ungu-merah yang muncul ketika darah tenggelam ke bagian tubuh terspesifik. Perihal ini umumnya diawali 1-2 jam sesudah kematian serta menjadi permanen dalam 6-12 jam.

Kelima, Temperatur tubuh turun (algor mortis). Terjadi bila suhu di luar lebih dingin dari suhu tubuh. Normalnya perlu 24 jam sampai tubuh benar-benar menjadi dingin atau suhu tubuhnya sama dengan lingkungan seputar. Proses sekarat mulai terjadi ketika tubuh tidak bisa mendapatkan asupan oksigen yang diperlukan untuk bisa bertahan hidup. Sel yang berbeda akan memiliki kecepatan kematian yang berbeda pula, sehingga panjangnya proses seseorang sekarat tergantung pada sel-sel yang kekurangan oksigen ini.

Keenam, Keluar cairan merah kecoklatan (purge fluid) dari mulut serta lubang anus. Selain itu, orang yang sekarat akan kehilangan kontrol pada kandung kemih dan ususnya, sehingga seringkali terlihat mengompol.

Ketujuh, Munculnya tanda garis coklat kemerahan (tache noire) dengan posisi horizontal pada bola mata orang yang akan mati. Membran mukosa lain seperti lidah yang akan tampak gelap seperti terkena udara yang terlalu lama. Kaki dan tangan terasa dingin dan perlahan membiru akibat terhentinya aliran darah ke daerah tersebut. Lama-kelamaan akan semakin menyebar ke bagian tubuh atas seperti lengan, bibir dan kuku. Selain itu orang menjadi tidak responsif, meskipun matanya terbuka tapi memiliki tatapan mata kosong atau tidak melihat sekelilingnya. Kematian diakhiri dengan berhentinya kerja jantung, sehingga menghentikan aliran darah dan oksigen ke seluruh tubuh dan berhenti juga kerja otak karena sudah tidak lagi mendapat pasokan oksigen dan darah ke otak. Maka dalam hitungan beberapa detik sampai disinilah akhir perjalanan hidup seorang manusia ciptaan Allah SWT.
Sumber: cuitnews.com
  
Mengenal Tanaman Bidara

Memandikan Jenazah
Gambar Pohon Bidara

Tanaman Obat yang satu ini memang jarang dijumpai pada daerah perkotaan, Bidara atau Widara ini sangat tumbuh baik di daerah kering dan tandus. Bidara juga dikenal dengan nama Rhamnaceae serta mempunyai nama latin atau ilmiah Ziziphus mauritiana. Tanaman ini diduga berasal dari Asia Tengah (Arab) termasuk Indonesia.

Karena banyaknya suku serta budaya, tumbuhan obat yang satu ini mempunyai banyak nama. Beda wilayah beda juga sebutannya. Orang-orang Arab menyebutnya Nabka, dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Dom sedangkan di Perancis disebut Paliure dan Nigeria bidara dikenal dengan julukan Kurna, sedangkan nama bidara untuk beberapa daerah di tanah air adalah di Madura dikenal dengan sebutan Bukkol, sedangkan di Jawa disebut widara dan masih banyak lagi nama lainnya.

Ciri-ciri daun bidara: Daunnya berbentuk bulat kecil, tangkainya berduri, bunganya kecil putih berbulu mengeluarkan aroma wangi. Pohon bidara akan mengeluarkan bunga antara bulan Juni dan Agustus, dan buahnya akan mengalami proses pematangan mulai dari Oktober sampai Desember. Buahnya sangat pekat berwarna hijau pada saat masih muda. Tekstur Buah dan bijinya yang keras, daging buahnya lembek dan rasanya Kecut.

Manfaat dan khasiat bidara bagi kesehatan tubuh antara lain: a) Air daun bidara ini digunakan untuk mandi dan diminum; b) Daun Bidara dapat dipakai dalam memandikan jenazah; c) Memandikan orang demam; d) Sebagai pengusir gangguan jin dan pengaruh ilmu sihir; e) Daun bidara dapat diolah menjadi jamu herbal; f) Sebagai obat luar; g) Mengobati penyakit lambung dan usus; h) Mengobati gangguan kulit seperti jerawat pada wajah, dan panu; i) Memperlancar pencernaan; j) Menurunkan panas tubuh atau obat demam; k) Mempercepat pengeringan luka; l) Mendinginkan kepala bayi dengan cara dihaluskan dan dicampur dengan kunyit; m) Perawatan kulit dan rambut; n) Komposisi fitokimia dan kimia yang terdapat pada bubuk daun bidara baik untuk kesuburan rambut, dapat memanjangkan, menghitamkan, Menebalkan rambut; o) Daun bidara dipercaya dapat membersihkan aura negatif pada wajah, mandi air bidara dapat mengembalikan aura kecantikan wajah yang mereka dan berseri kembali.

Manfaat lain dari tumbuhan bidara: a) Kayunya dapat diolah jadi barang kerajinan; b) Perabot rumah tangga; c) Kayu bakar dan bahan pembuatan arang berkualitas; d) Kulit kayu dan buahnya dapat digunakan sebagai pewarna alami; e) Daun bidara sebagai pakan alternatif untuk ternak seperti sapi dan kambing pada saat musim penghujan.
Sumber: www.hasbihtc.com

Mutiara Hadis: Alam Kubur sebagai Permulaan Kehidupan Akhirat

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الْأَخِرَةِ، فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ، وَإِنْ لَمْ يَنْجَحْ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ، مَا رَأَيْتُ مَنْظَرَ قَطٌّ إِلاَّ الْقَبْرَ أَفْظَعُ مِنْهُ. (رَوَاهُ اَلتِّرْمِـذِيُّ).

Utsman ibn Affan RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya kuburan adalah permulaan tempat dari kehidupan akhirat. Jadi jika seseorang selamat darinya, maka masa sesudah itu akan lebih mudah baginya. Sedangkan jika seseorang tidak selamat darinya, maka masa sesudah iru akan lebih sulit baginya. Aku tidak pernah melihat suatu pemandangan yang lebih mengerikan dibandingkan kuburan. (HR. al-Tirmidzi)

Kamus Mini

Sakaratul Maut: Keadaan saat-saat menjelang kematian (ajal tiba).

Takziyah: 1) Kunjungan (ucapan) untuk menyatakan turut berduka cita atau belasungkawa; 2) hal menghibur hati orang yang mendapat musibah [khususnya musibah kematian].

Talqin: Hal membisikkan (menyebutkan) kalimat syahadat [atau kalimat thayyibah] dekat orang yang hendak meninggal dunia atau (dalam bentuk doa) untuk mayat yang baru dikuburkan.

Daun Bidara: Daun yang biasanya digunakan untuk memandikan jenazah. Ciri-cirinya adalah daunnya berbentuk bulat kecil, tangkainya berduri, bunganya kecil putih berbulu mengeluarkan aroma wangi.

Kain Kafan: Kain putih pembungkus mayat.

Liang Lahad: Lubang yang digali di bawah kubur sebelah kiblat, kira-kira muat untuk jenazah, kemudian ditutup dengan papan atau bambu.

Liang Syaq: Lubang yang digali di tengah-tengah kubur, kira-kira muat jenazah, kemudian ditutup dengan papan atau bambu.

Syahid: Orang yang meninggal dunia di jalan Allah atau karena Allah (semisal meninggal dunia dalam membela agama Islam).

Ziarah: Berkunjung ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (seperti makam) untuk berkirim doa.

Rangkuman

Pertama, Menjenguk orang sakit hukumnya sunah, bahkan merupakan salah satu hak seorang muslim atas muslim lainnya.

Kedua, Setiap kematian selalu diawali oleh sakaratul maut yang memiliki tanda-tanda khusus menurut medis maupun riwayat Hadis. 
Ketiga, Ta’ziyah merupakan ungkapan belasungkawa kepada keluarga jenazah agar merasa terhibur dan bersabar atas qadha-qadar Allah SWT.

Keempat, Memandikan jenazah oleh orang yang berhak, dengan menggunakan air bersih, air bercampur sabun, daun bidara dan kapur barus (kamper). Disunahkan memandikan tiga kali, lima kali atau tujuh kali.

Kelima, Mengafani jenazah laki-laki disunahkan tiga lapis kain, sedangkan mengafani jenazah wanita disunahkan lima lapis kain. Disunahkan menggunakan kain kafan berwarna putih.

Keenam, Menshalati jenazah dimulai dengan niat, kemudian takbiratul ihram (takbir pertama), lalu membaca Surat al-Fatihah; takbir kedua, lalu membaca shalawat; takbir ketiga, lalu membaca doa khusus untuk jenazah; takbir keempat, lalu membaca doa untuk orang-orang yang ditinggalkan jenazah; diakhiri salam.

Ketujuh, Menguburkan jenazah di liang kubur yang panjangnya sepanjang badan jenazah, dalamnya setinggi orang berdiri ditambah setengah lengan (sekitar 2 meter), lebarnya kurang lebih 1 (satu) meter. Di dasar liang kubur dibuatkan liang lahad yang posisinya ke arah kiblat.