Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memenangkan Kompetisi Melalui Doa



Dr. Rosidin, M.Pd.I

http://www.dialogilmu.com


Keajaiban Doa
Allah itu Dekat, Berdoalah dengan Penuh Keyakinan Diijabahi oleh-Nya

Al-Qur’an menjelaskan tentang keniscayaan kompetisi dalam kehidupan. Setiap insan berlomba-lomba untuk memenangkan kompetisi tersebut. Hanya saja, konsentrasi manusia terlalu fokus pada keunggulan insani, entah dalam bentuk kerja keras, kerja cerdas, kerja berkualitas, relasi dan koneksi, dan sebagainya. Akibatnya, kerap kali manusia melalaikan satu elemen utama dalam rangka memenangkan suatu kompetisi. Elemen yang dimaksud adalah doa, memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Sebagai pembuka, berikut penulis gambarkan tentang lika-liku kompetisi yang harus dihadapi oleh manusia beserta konsekuensinya, sebagaimana yang termaktub dalam Surat al-Takatsur [102]: 1-8.

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu [1] Sampai kamu masuk ke dalam kubur [2]. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu) [3]. Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui [4. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin [5]. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim [6]. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin [7]. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan [8]. (Q.S. al-Takatsur [102]: 1-8)

Di dalam menghadapi ketatnya persaingan (kompetisi), manusia tidak hanya membutuhkan ikhtiar sungguh-sungguh, melainkan juga membutuhkan kekuatan doa. Di samping perbedaan pendapat terkait sejumlah aspek doa, masih banyak aspek yang kiranya dapat disepakati.

Pertama, doa adalah cerminan kebutuhan manusia kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, orang yang tidak berdoa berarti merasa tidak butuh kepada Allah SWT, sehingga orang tersebut layak dilabeli sebagai orang yang sombong, karena merasa mampu menangani problem kehidupan melalui kemampuannya sendiri.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ (60)

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (Q.S. al-Mu’min [40]: 60).

Padahal dalam Hadis berlaku rumus, “Barangsiapa rendah hati karena Allah, niscaya dia akan diangkat derajatnya oleh Allah”.

وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ  (رواه مسلم)

Seseorang tiada bersikap tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, kecuali Allah telah (akan) mengangkatnya (H.R. Muslim).

Jika rendah hati saja sudah ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT, apalagi rendah diri di hadapan Allah SWT, tentu derajatnya semakin tinggi lagi. Sedangkan menurut al-Ghazali, merupakan perwujudan rasa rendah diri kepada Allah SWT.

Memang ketika sedang dalam kondisi stabil, manusia merasa dapat mengandalkan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan. Akan tetapi, ketika dalam kondisi terpuruk, manusia bergegas untuk berdoa kepada Allah SWT. Inilah watak yang disindir oleh al-Qur’an melalui ayat berikut:

فَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (49)

Maka apabila manusia ditimpa bahaya, ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata: Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (Q.S. al-Zumar [39]: 49).

Itulah mengapa seringkali Allah SWT memberikan ujian dan cobaan agar manusia sering dalam keadaan terpojok, akhirnya dia merasa begitu membutuhkan Allah SWT.

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: مَنْ يُكْثِرُ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ، يُسْتَجَابُ لَهُ عِنْدَ الْبَلاَءِ، وَمَنْ يُكْثِرُ قَرْعَ الْبَابِ يُفْتَحُ لَهُ (شعب الإيمان للبيهقي)

Abu al-Darda’ RA berkata: “Barangsiapa memperbanyak doa ketika dalam kondisi lapang, maka akan dikabulkan baginya ketika dalam kondisi sempit (terkena musibah). Barangsiapa memperbanyak mengetuk pintu, maka akan dibukakan baginya” (H.R. al-Baihaqi).

Kedua, doa adalah cerminan kualitas kedekatan manusia kepada Allah SWT. Ibaratnya, apabila seseorang bersahabat karib dengan orang lain, maka dia akan banyak berkomunikasi dengannya. Dari sini dapat ditarik simpulan bahwa semakin dekat seseorang kepada Allah SWT, semakin banyak dia berdoa kepada Allah SWT. Rasulullah SAW dikenal sebagai rasul yang paling banyak berdoa, bahkan Imam Nawawi menyusun doa-doa khusus yang pernah dipanjatkan oleh Rasulullah SAW dalam kitab al-Adzkar. Fakta ini semakin memperkuat posisi Rasulullah SAW sebagai manusia yang paling dekat kepada Allah SWT.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186)

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (Q.S. al-Baqarah [2]: 186).

Oleh sebab itu, al-Qur’an menganjurkan umat muslim agar sering bergaul dengan orang-orang yang banyak berdoa. Mereka adalah orang-orang yang berdoa setiap pagi dan sore. Dengan kata lain, sepanjang waktu mereka berdoa kepada Allah SWT.

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا (28)

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Q.S. al-Kahfi [18]: 28)

Posisi penting doa juga disinggung oleh Hadis berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ «الدُّعَاءُ مُخُّ الْعِبَادَةِ». (رواه الترمذي) وفي رواية (الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ)

Anas ibn Malik RA meriwayatkan dari Nabi SAW yang bersabda: “Doa adalah intisari ibadah” (H.R. al-Tirmidzi). Dalam riwayat lain, “Doa adalah ibadah itu sendiri”.

Ketiga, terkabulnya doa menuntut sejumlah persyaratan yang intinya adalah melakukan hal-hal baik dan meninggalkan hal-hal buruk. Antara lain adanya keselarasan antara doa dengan amal. Ibaratnya, jangan sampai orang berdoa minta ke arah barat, namun dia berjalan ke arah timur.  Hal ini dicontohkan oleh pasukan Thalut ketika berhadapan dengan pasukan Jalut. Mereka berdoa meminta kemenangan sekaligus pada saat yang sama menuju medan perang dengan gagah berani.

وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (250)

Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: “Ya Tuhan Kami, tuangkanlah kesabaran atas diri Kami, dan kokohkanlah pendirian Kami dan tolonglah Kami terhadap orang-orang kafir”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 250).

Persyaratan lainnya adalah tidak melakukan hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya doa:

وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: ((لا يَزالُ يُسْتَجَابُ لِلعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بإثْمٍ، أَوْ قَطيعَةِ رحِمٍ، مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ)) قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الاِسْتِعْجَالُ؟ قَالَ: ((يَقُوْلُ: قَدْ دَعوْتُ، وَقَدْ دَعَوْتُ، فَلَمْ أرَ يسْتَجِبُ لي، فَيَسْتحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ)).

Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Seorang hamba senantiasa dikabulkan (doanya) selama dia tidak berdoa dengan (membawa dosa) atau memutus silaturrahim, selama tidak tergesa-gesa”. Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud tergesa-gesa?”. Rasulullah SAW menjawab: “Dia berkata: ‘Sungguh saya sudah berdoa, sungguh saya sudah berdoa, namun belum juga dikabulkan. Kemudian dia putus asa ketika itu dan meninggalkan doa”. 

Keempat, etika doa yang terpenting ketika berdoa adalah penuh harap sekaligus penuh was-was, sehingga wujudnya adalah sikap waspada. Inilah sikap yang ditunjukkan oleh Nabi Zakariya AS yang terkenal sangat gemar berdoa:

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (90)

Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya, Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas; dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 90).

Perasaan takut sekaligus penuh harap, disertai ingat kepada Allah SWT dapat diperoleh ketika sedang berada di atas kendaraan yang berpotensi kecelakaan, semisal pesawat atau kapal laut:

قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ أَنْجَانَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (63)

Katakanlah: “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan: “Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan Kami dari (bencana) ini, tentulah Kami menjadi orang-orang yang bersyukur”. (Q.S. al-An’am [6]: 63)

Berdoa pun sebaiknya memilih momen terbaik, misalnya ketika bersujud, sebagaimana Hadis riwayat Abu Hurairah RA berikut:

أنَّ رسولَ اللهِ  صلى الله عليه وسلم  قَالَ: ((أقْرَبُ مَا يكونُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأكْثِرُوا الدُّعَاءَ)) رواه مسلم .

Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Sedekat-dekatnya hamba kepada Tuhan-nya adalah ketika dia sedang bersujud; maka hendaklah kalian memperbanyak doa” (H.R. Muslim).

Ketika tengah malam dan setelah shalat-shalat fardhu, sebagaimana Hadis riwayat Abu Umamah RA bahwa ada orang bertanya kepada Rasulullah SAW:

أيُّ الدُّعاءِ أَسْمَعُ؟ قَالَ: ((جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرِ، وَدُبُرَ الصَّلَواتِ المَكْتُوباتِ)) . رواه الترمذي.

Doa apakah yang paling didengar?, Rasulullah SAW menjawab: “Di tengah malam terakhir dan setiap selesai shalat fardhu” (H.R. al-Tirmidzi).

Kelima, doa berdimensi sosial. Doa adalah salah satu media untuk menjalin ikatan ruhani dengan sesama manusia. Bahkan orang yang mendoakan saudaranya tanpa kehadiran saudaranya tersebut di sampingnya, doanya dinilai sebagai doa mustajabah. Abu Darda’ RA meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلمٍ يدعُو لأَخِيهِ بِظَهْرِ الغَيْبِ إِلاَّ قَالَ المَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ. رواه مسلم .

Setiap kali seorang muslim mendoakan saudaranya tanpa kehadiran saudaranya tersebut, niscaya malaikat akan berdoa untuknya: “Dan bagimu, seperti itu juga”. (H.R. Muslim)

Begitu eratnya doa dengan konteks sosial, sampai-sampai memutuskan silaturrahim adalah salah satu perbuatan yang dapat menghalangi terkabulnya doa. Apalagi jika doa itu disampaikan oleh orangtua untuk anaknya, maka statusnya tergolong tiga doa yang paling berpeluang dikabulkan Allah SWT.

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ (مُصَنَّفْ إِبْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ).

Tiga doa yang tidak diragukan lagi benar-benar mustajab (dikabulkan): Doa orang yang dizhalimi, doa seorang musafir, dan doa orangtua kepada anaknya (H.R. Ibn Abi Syaibah).

Keenam, doa berhubungan dengan qadha’-qadar. Di antara takdir Allah SWT adalah bala’ dapat ditolak dengan doa. Artinya, ada rumus bahwa orang yang mendapatkan bala’ adalah orang yang tidak pernah berdoa, sedangkan orang yang selamat dari bala’ adalah orang yang pernah berdoa. Jadi, doa adalah sebab tolak balak dan menarik rahmat, sebagaimana perisai adalah sebab tidak terkena anak panah; atau air adalah sebab keluarnya tumbuh-tumbuhan.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: الدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَ مِمَّا لَمْ يَنْزِلْ، فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاءِ (الْمُسْتَدْرَكُ لِلْحَاكِمِ)

Ibn ‘Umar RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Doa itu bermanfaat bagi apa yang sudah turun (terjadi) dan apa yang belum turun (terjadi); maka hendaklah kalian menetapi doa, wahai para hamba Allah” (H.R. Hakim)

Ketujuh, sasaran doa adalah kepentingan duniawi dan ukhrawi. Hadis riwayat Anas RA

كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم : ((اللَّهُمَّ آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً ، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ)) متفقٌ عَلَيْهِ .

Doa Nabi SAW yang paling banyak adalah: “Ya Allah, mohon Engkau berikan kepada kami di dunia, kebaikan; dan di akhirat, kebaikan; serta selamatkan kami dari adzab neraka”. (H.R. Bukhari-Muslim)

Di antara urusan duniawi yang penting untuk dimintakan doa adalah urusan kenegaraan:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ (35)

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala”. (Q.S. Ibrahim [14]: 35)

Urusan kesehatan:

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (83)

Dan Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang”. (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 83)

Urusan keluarga:

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ (38)

Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 38)

Urusan ukhrawi yang penting untuk dimintakan doa adalah terlindungi dari godaan setan

وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (97) وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (98)

Dan katakanlah: “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku” (Q.S. al-Mu’minun [23]: 97-98)

Aktif mendirikan ibadah

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ (40)

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku (Q.S. Ibrahim [14]: 40)

Menetapi iman, mendapatkan ampunan serta terhindar dari dosa dan neraka

رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آَمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآَمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ (193)

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami, dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 193)

Contoh doa yang secara lengkap mencakup semua itu adalah:

اللَّهُمَّ إنِّي أسَألُكَ مِنْ خَيْر مَا سَأَلَكَ مِنْهُ نَبِيُّكَ محمَّدٌ صلى الله عليه وسلم؛ وأعوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا استَعَاذَ مِنْهُ نَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم، وأنتَ المُسْتَعانُ، وَعَليْكَ البَلاَغُ، وَلاَ حَولَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ باللهِ )) . )رواه الترمذي(

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikan apa saja yang pernah diminta oleh Nabi-Mu, Muhammad SAW; dan aku mohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan apa saja yang pernah dimohonkan perlindungan oleh Nabi-Mu, Muhammad SAW; Engkau adalah Dzat Yang Maha Penolong; hanya kepada-Mu tujuan segala sesuatu. Tiada daya dan upaya, kecuali (atas izin) Allah (H.R. al-Tirmidzi).


Wallahu A’lam bi al-Shawab.