Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membentengi Diri, Keluarga dan Masyarakat dari Narkoba

Narkotika
Narkoba sebagai Penjegal Masa Depan Cerah


Dr. Rosidin, M.Pd.I 
www.dialogilmu.com

Khamr sebagai Cikal Bakal Narkoba
Akal adalah onderdil manusia yang berharga, terutama menurut agama Islam. Tanpa akal, manusia tidak dibebani kewajiban agama, semisal orang gila. Jadi, wajar jika Islam menaruh perhatian serius terhadap akal. Buktinya, menjadikan pemeliharaan akal (hifzh al-‘aql) sebagai salah satu maqashid syariah (tujuan pokok agama Islam). Oleh karena itu, Islam mengharamkan khamr (Q.S. al-Ma’idah [5]: 90). Minuman keras disebut khamr karena menutupi akal. Ketika akal seseorang tertutup, maka pengendalian dirinya tidak berfungsi. Akibatnya, perbuatannya menjadi liar dan menabrak aturan agama. 

Kisah populer seorang ahli ibadah dan guru puluhan ribu santri, yaitu Syekh Barshisha, menjadi ‘ibrah (pelajaran) yang tak lekang oleh zaman tentang bahaya minuman keras. Selepas mabuk, Barshisha berzina dengan seorang wanita yang sudah bersuami. Ketika suami wanita itu memergoki perzinahan tersebut, Barshisha segera membunuhnya. Karena membunuh, maka Barshisha dihukum salib hingga akhirnya mati dalam keadaan kafir.
 
Dalil Keharaman Khamr dan Narkoba
Buruknya minuman keras dapat dilihat pada rentetan Hadis riwayat Ibnu Majah: 

Pertama, “Jangan minum khamr, karena keburukannya bercabang menjadi keburukan-keburukan lain; sebagaimana pohon yang bercabang”. 

Kedua, “Pecandu khamr seperti penyembah berhala”. 

Ketiga, “Pecandu khamr tidak akan masuk surga”. 

Keempat, “Barangsiapa minum khamr, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari”. 

Kelima, “Waktu malam dan siang tidak akan berakhir, hingga sekelompok umatmu minum khmar yang mereka beri nama selain khamr”.
 
Hadis kelima mengisyaratkan bahwa seiring perkembangan zaman, akan muncul model-model baru dari khamr. Sekarang kita menyebutnya dengan istilah narkoba atau napza. Narkoba singkatan dari “narkotika dan obat-obatan terlarang”; napza singkatan dari “narkotika, psikotropika dan zat adiktif”. Hanya saja, istilah narkoba biasanya digunakan oleh institusi penegak hukum, seperti polisi, BNN, jaksa dan hakim; sedangkan istilah napza biasanya digunakan oleh praktisi kesehatan dan rehabilitasi.
 
Jenis-Jenis Narkoba atau Napza

Ada empat jenis narkotika berdasarkan efeknya. 

Pertama, halusinogen, yang membuat penggunanya memiliki halusinasi tinggi terhadap hal atau benda yang sebenarnya tidak ada atau tidak nyata, seperti merasa terbang. 

Kedua, stimulan, yang mempercepat kinerja jantung dan otak, sehingga penggunanya tidak mudah lelah dan selalu merasa gembira. 

Ketiga, depresan, yang menekan aktivitas fungsional tubuh dan sistem saraf, sehingga penggunanya merasa tenang, tertidur atau pingsan. 

Keempat, adiktif, yang memutuskan saraf otak, sehingga penggunanya mengalami kecanduan. Contoh narkotika: morfin, kokain, heroin (putaw), ganja (mariyuana; cimeng) dan opium. 

Psikotropika menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku penggunanya, seperti timbul euforia, depresi, dan insomnia. Contoh psikotropika: ekstasi, sabu-sabu dan pil koplo. 

Zat Adiktif menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, seperti mabuk (teler) dan hilang kesadaran. Contoh zat adiktif: alkohol dan nikotin.  
Paparan di atas menunjukkan bahwa narkoba berdampak buruk bagi kesehatan jasmani dan ruhani pemakainya. Parahnya, dampak buruk narkoba tidak hanya mengenai penggunanya, melainkan juga orang di sekitarnya, terutama keluarga. 

Dampak Negatif Narkoba pada Keluarga, Masyarakat dan Agama

Pertama, keluarga akan mengalami beban psikologis, seperti sangat malu dan putus asa (depresi), karena merasa gagal mendidik dan melindungi anggota keluarganya dari jeratan narkoba. 

Kedua, keluarga akan dilabeli citra negatif oleh masyarakat, sehingga mengganggu hubungan sosial keluarga dengan masyarakat, seperti dikucilkan dari pergaulan masyarakat. 

Ketiga, keluarga akan menanggung beban ekonomi yang berat, karena harga narkoba sendiri sudah mahal, ditambah efek kecanduan yang mengharuskan pembelian secara rutin, seperti harga satu gram sabu-sabu bisa mencapai Rp. 850.000.
 
Perputaran uang yang sedemikian besar dalam bisnis narkoba membuat masyarakat ikut terkena imbas negatif. 

Pertama, ketenangan dan ketentraman masyarakat terusik, karena merasa bahaya narkoba bisa sewaktu-waktu mengenai anggota keluarganya, sekalipun dia adalah tokoh masyarakat yang taat beragama. Kasus Ridho Rhoma yang dipenjara karena kepemilikan sabu-sabu adalah contoh konkretnya. 

Kedua, menjamurnya lowongan pekerjaan terkait narkoba yang sudah pasti haram. Misalnya, kasus tukang ojek online yang ditangkap Polres Jakarta Selatan, sebagai kurir narkoba, karena tergiur laba sepuluh juta rupiah. 

Ketiga, dunia pendidikan semakin kewalahan mendidik. Bagaimana tidak, oknum guru dan murid pun terjerumus dalam narkoba. Misalnya, Kepala Sekolah di Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, yang berinisial LB, ditangkap polisi karena menjadi pengedar narkoba. Sedangkan BNN (Badan Narkotika Nasional) menyebut pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa mencapai 27,32% pada tahun 2016.
 
Lengkap sudah dampak buruk narkoba. Mulai dari menyerang pribadi, keluarga, dan masyarakat. BNN menyebut bahwa di Indonesia, pecandu narkoba sudah mencapai 6 (enam) juta orang. Ini belum termasuk pengedar dan pemula (coba-coba). Jadi, wajar jika diviralkan di berbagai media, “Indonesia Darurat Narkoba”. 

Bukan hanya itu, narkoba sudah mengobrak-abrik lima maqashid syariah (tujuan pokok syariat Islam) sekaligus. Pertama, dari segi pemeliharaan agama (hifzh al-din), narkoba termasuk dosa besar. Kedua, dari segi pemeliharaan jiwa-raga (hifzh al-nafs), narkoba merusak kesehatan jasmani dan ruhani. Ketiga, dari segi pemeliharaan akal (hifzh al-‘aql), narkoba memutus saraf otak. Keempat, dari segi pemeliharaan keluarga (hifzh al-nasl), narkoba merusak keharmonisan keluarga, masyarakat dan negara. Kelima, dari segi pemeliharaan harta (hifzh al-mal), narkoba menjerumuskan sikap boros (mubadzir) dan atau pendapatan yang haram.
 
Alternatif Solusi
Mengingat problem narkoba sudah kompleks, maka alternatif solusinya juga kompleks. Mustahil problem narkoba ditangani satu institusi. Dibutuhkan koordinasi (musyawarah), kerjasama (ta’awun) dan gerakan serentak (amar ma’ruf nahi munkar) dari berbagai pihak. 

Pertama, keadilan pemerintah. Misalnya, penegakan hukum harus tegas dan memberi efek jera. Kepala BNN DKI Jakarta menyebut lemahnya penegakan hukum di Indonesia, membuat jaringan internasional menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama pemasaran narkoba. 

Kedua, bimbingan pendidik. Misalnya, sosialisasi BNN tentang bahaya narkoba membutuhkan kerjasama dengan unsur pendidik, seperti kiai, habib, tokoh masyarakat, ustadz, guru dan tenaga kependidikan. Jika sosialisasi bahaya narkoba disampaikan oleh para pendidik yang sudah memiliki keteladanan dan kharisma di mata masyarakat ini, maka sosialisasi jauh lebih efektif dibandingkan sosialisasi oleh BNN sendiri. 

Selain itu, sosialisasi tidak bisa dilakukan sekali dua kali, karena minim efek; melainkan harus terus-menerus, sehingga dapat merasuk (terinternalisasi) ke dalam sanubari masyarakat. Ibarat mengguyur batu dengan satu tangki air selama sehari, tidak mungkin bisa melubangi batu tersebut. Sebaliknya, tetesan air setiap hari, suatu saat bisa melubangi batu tersebut. 

Ketiga, kepedulian keluarga dan masyarakat. Misalnya, berperan serta melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar (memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan). Selama mesin amar ma’ruf nahi munkar berjalan stabil di masyarakat, keburukan apapun bisa diredam. Namun, jika mesin amar ma’ruf nahi munkar sudah mogok, misalnya setiap anggota keluarga atau masyarakat sudah tidak peduli pada anggota keluarga atau masyarakat yang lain, maka keburukan sekecil apapun sangat mudah menyebar.
 
Selain tiga jenis ikhtiar tersebut, tidak kalah pentingnya adalah beribadah dan berdoa kepada Allah SWT agar diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara terhindar dari bahaya narkoba. Perpaduan ikhtiar dengan doa inilah yang diharapkan menjadi benteng kokoh dari serangan ganas narkoba. Sebagaimana Ashhabul Kahfi yang berikhtiar bersembunyi di gua, sembari aktif beribadah dan berdoa agar diberi rahmat dan petunjuk. Walhasil, mereka bebas dari bahaya kemusyrikan yang melanda masyarakat ketika itu. Wallahu A’lam bi al-Shawab.

Jember, 7 Maret 2018.
     
  

   

Posting Komentar untuk "Membentengi Diri, Keluarga dan Masyarakat dari Narkoba"