Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sang Ensiklopedi Rasul Terdahulu

SANG ENSIKLOPEDI RASUL TERDAHULU

Meneladani Akhlak Nabi Muhammad SAW
(foto: m.tribunnews.com)

Dr. Rosidin, M.Pd.I
www.dialogilmu.com

Sebagai rasul penutup, Nabi Muhammad SAW mewarisi kelebihan rasul terdahulu; bahkan menyempurnakannya, sehingga beliau pantas menyandang gelar sebagai manusia paripurna (insan kamil). Berikut ini beberapa perbandingan Nabi Muhammad SAW dengan para rasul terdahulu.  

Pertama, Nabi Adam AS dikenal sebagai abu al-basyar (bapak manusia), sehingga manusia disebut sebagai Bani Adam (anak-anak Adam). Sedangkan Nabi Muhammad SAW memiliki anak-cucu yang disebut habib, sayyid, dzurriyyah atau ahlul bait. Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Wahai umat manusia, sesungguhnya aku meninggalkan dua hal pada kalian. Kalian tidak akan tersesat, jika mengikuti keduanya. Keduanya adalah kitabullah (al-Qur’an) dan ahlul baitku adalah anak cucuku” (H.R. al-Hakim). Terbukti, umat muslim Indonesia berhutang budi yang sangat besar kepada dzurriyyah Nabi SAW, sejak zaman Walisongo, seperti Sunan Maulana Malik Ibrahim yang merupakan keturunan ke-22 Nabi Muhammad SAW; hingga zaman sekarang, seperti Habib Lutfi bin Yahya.

Kedua, Nabi Idris AS dikenal sebagai rasul pertama yang mampu menulis dengan pena. Sedangkan Nabi Muhammad SAW merupakan rasul yang ummi (tidak bisa baca-tulis) dan diutus kepada masyarakat yang ummi (Q.S. al-Jumu’ah [62]: 2) dengan membawa ajaran Islam yang menyerukan budaya baca-tulis (Surat al-‘Alaq [96]: 1-5). Terbukti, falsafah iqra’ tersebut telah mengantarkan bangsa Arab yang semula dikenal sebagai bangsa biadab (Jahiliyyah), berubah drastis menjadi bangsa berperadaban tinggi (Madani).

Ketiga, Nabi Nuh AS dikenal sebagai rasul yang sangat sabar dalam berdakwah siang-malam (Q.S. Nuh [71]: 5) selama 950 tahun (Q.S. al-‘Ankabut [29]: 14), namun hanya sedikit kaumnya yang mau beriman (Q.S. Hud [11]: 40), yaitu sekitar 80 orang menurut Tafsir al-Jalalain. Sedangkan Nabi Muhammad SAW berdakwah lebih efektif, yaitu sekitar 23 tahun; namun berhasil mengIslamkan puluhan hingga ratusan ribu shahabat. Kendati jumlah persisnya tidak bisa dipastikan, diperkirakan jumlah shahabat kisaran 100.0000. Abu Zur’ah al-Razi (guru Imam Muslim) dan Imam al-Suyuthi menyebut angka 114.000. 

Di sisi lain, Nabi Nuh AS berdoa agar Allah SWT membinasakan kaum kafir yang mengingkari dakwah beliau (Q.S. Nuh [71]: 26); sedangkan Nabi Muhammad SAW selalu optimis bahwa kaum kafir pun berpotensi melahirkan generasi muslim (H.R. al-Bukhari); seperti Khalid ibn al-Walid dan Ikrimah ibn Abi Jahal yang merupakan anak para musuh utama beliau.

Keempat, Nabi Shalih AS dianugerahi mukjizat berupa unta yang “dilahirkan” dari batu (Q.S. al-A’raf [7]: 73), sedangkan Nabi Muhammad SAW pernah mengendarai buraq yang mengantarkan beliau saat Isra’ dan Mi’raj. Buraq tersebut berwarna putih, ukurannya lebih besar dari keledai, lebih kecil dari bighal (H.R. Muslim). Nabi Muhammad SAW juga memiliki unta bernama Qashwa yang dikendarai pada momen-momen penting Islam, seperti Hijrah ke Madinah, penentuan lokasi rumah dan masjid Nabawi, Perang Badar, Fathul Makkah, Perjanjian Hudaibiyyah dan Haji Wada’. Jadi, binatang tidak hanya berdimensi mukjizat (semisal buraq), melainkan memberi manfaat nyata (semisal qashwa).  

Kelima, Nabi Ibrahim AS terkenal dengan kecemerlangan penalaran saat berdakwah; sebagaimana tercermin saat peristiwa penghancurkan berhala-berhala. Ketika kaumnya bertanya tentang pelakunya, beliau menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara” (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 63). Logika yang identik digunakan Nabi Muhammad SAW untuk meruntuhkan kepercayaan bangsa Arab Jahiliyyah terhadap berhala. Misalnya, berhala itu tidak mungkin bisa melindungi penyembahnya, karena berhala tidak mampu melindungi dirinya sendiri saat dihinggapi dan dikotori lalat (Q.S. al-Hajj [22]: 73). Lebih parah lagi, berhala itu minta diberi makan (sajen) dan tidak mampu memberi makan; berbeda halnya dengan Allah SWT yang memberi makan dan tidak butuh makan (Q.S. al-An’am [6]: 14).

Keenam, Nabi Yusuf AS sangat populer ketampanannya, sampai-sampai para wanita yang melihatnya, mengira beliau bukan manusia, melainkan malaikat (Q.S. Yusuf [12]: 31). Sedangkan ketampanan Nabi Muhammad SAW melampaui Nabi Yusuf AS. Lebih dari itu, ketampanan Nabi Yusuf AS tidak diiringi kewibawaan, sehingga masih ada wanita yang berani menggoda beliau. Lain halnya dengan Nabi Muhammad SAW yang sangat tampan plus berwibawa, sehingga tidak ada wanita yang berani menggoda beliau. 

Di sisi lain, Nabi Yusuf AS mampu menakwili mimpi terkait apa yang akan terjadi beberapa tahun ke depan; sedangkan Nabi Muhammad SAW diberi mukasyafah (penglihatan nubuat) terhadap masa depan; baik skala tahun, seperti kemenangan Romawi atas Persia (Q.S. al-Rum [30]: 2-4); skala abad, seperti penaklukan Konstantinopel atau kota Heraclius (H.R. Ahmad) yang baru terwujud pada tahun 857 H / 1453 M; bahkan tanda-tanda kiamat, seperti manusia berlomba-lomba membangun gedung pencakar langit (H.R. Muslim).

Ketujuh, Nabi Ayyub AS sangat sabar menghadapi berbagai musibah, mulai dari kehilangan anak, harta, hingga menderita penyakit. Nabi Muhammad SAW sejak masih dalam kandungan, sudah kehilangan sang ayahanda; lalu disusul wafatnya sang ibunda; sehingga beliau berstatus anak yatim piatu sejak usia 6 tahun (Q.S. al-Dhuha [93]: 6). Nabi Muhammad SAW juga bersabar saat ditinggal wafat oleh sang kakek (Abdul Muththalib), sang paman (Abu Thalib; Hamzah) sang istri (Khadijah); dan putra-putri yang beliau cintai, yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum, Qasim, Abdullah dan Ibrahim. Hanya Sayyidah Fathimah yang wafat setelah beliau. 

Terkait harta, Nabi Muhammad SAW lebih memilih hidup miskin, sebagaimana doa beliau: “Allahumma ahyini miskinan, wa amitni miskinan, wahsyurni fi zumratil masakini yaumal qiyamah”; Ya Allah, mohon Engkau hidupkan aku sebagai orang miskin, wafatkan aku sebagai orang miskin, dan kumpulkan aku dalam golongan orang miskin pada hari kiamat (H.R. al-Tirmidzi). Terkait sakit, Abu Sa’id al-Khudri RA merasakan panas tubuh Nabi Muhammad SAW, padahal hanya meletakkan tangan di atas selimut saat beliau sakit. Lalu beliau bersabda: “Sebagaimana dilipatgandakan bagi kami ujian, demikian pula dilipatgandakan bagi kami pahala” (H.R. Ibn Majah).  

Kedelapan, Nabi Musa AS memiliki kekuatan yang sangat besar (Q.S. al-Qashash [28]: 26), bahkan pukulan “tak sengaja” beliau pernah menelan korban nyawa (Q.S. al-Qashash [28]: 15). Sedangkan Nabi Muhammad SAW memiliki fisik yang sehat bugar dan jarang sakit. Di antara bukti kekuatan fisik beliau adalah saat menggali parit dalam Perang Khandaq, banyak shahabat yang meminta bantuan beliau untuk memecahkan batu-batu besar yang tidak mampu mereka pecahkan. Nabi Muhammad SAW juga beberapa kali mampu mengalahkan Rukanah, seorang pegulat hebat pada zaman itu.  

Kesembilan, Nabi Isa AS memiliki watak kasih sayang yang luar biasa. Salah satu ajarannya yang populer, “kalau ada orang yang menampar pipi kanan, maka kita harus memberikan pipi kiri“. Sedangkan Nabi Muhammad SAW merupakan rahmatan lil ‘alamin (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 107) yang kasih sayangnya meliputi seluruh makhluk, baik di dunia maupun di akhirat. Beliau bersabda: “Sayangilah semua yang ada di bumi, niscaya semua yang di langit akan menyayangi kalian” (H.R. al-Tirmidzi). Bahkan beliau belum rela, jika satu saja umat beliau yang masih tinggal di neraka (Q.S. al-Dhuha [93]: 5).