Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tipologi Anak dalam Bingkai al-Qur'an

Dr. Rosidin, M.Pd.I
http://www.dialogilmu.com




Aneka Tipe Anak dalam al-Qur'an

Manusia adalah makhluk yang unik. Tidak ada satu pun manusia yang sama persis. Saudara kembar sekalipun pasti memiliki perbedaan. Akan tetapi, manusia dapat dikategorikan berdasarkan kesamaan tipe yang dimiliki. Tulisan ini mengetengahkan tipologi anak yang didasarkan pada hasil penelusuran terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang memuat terma walad (anak) dan derivasinya. Ternyata penulis mendapati ada lima tipe anak dalam al-Qur'an, berdasarkan relasinya dengan orangtua mereka.


Lima Tipe Anak dalam al-Qur'an




Pertama, anak yang menjadi musuh bagi orangtuanya. 


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu, ada yang menjadi musuh bagimu; maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. al-Taghabun [64]: 14).

Kedua, anak yang menjadi fitnah atau ujian keimanan bagi orangtuanya.


وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan (fitnah) dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang agung (Q.S. al-Anfal [8]: 28). 


إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (fitnah), dan di sisi Allah-lah pahala yang agung (Q.S. al-Taghabun [64]: 15).

Ketiga, anak yang menjadi objek kompetisi atau persaingan antar orangtua.


اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan saling berbangga antara kamu serta saling memperbanyak harta dan anak (Q.S. al-Hadid [57]: 20).

Keempat, anak yang menjadi perhiasan atau kebanggaan orangtua.


الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia; sedangkan amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (Q.S. al-Kahfi [18]: 46). 


زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan lahan pertanian. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 14).

Kelima, anak yang menjadi penentram jiwa orangtuanya (qurrata a’yun).


وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, mohon anugerahkanlah kepada kami, istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penentram jiwa (qurrata a’yun), dan mohon jadikanlah kami (sebagai) imam bagi orang-orang yang bertakwa (Q.S. al-Furqan [25]: 74)


وَقَالَتِ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ قُرَّةُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

Dan berkatalah istri Fir'aun: "(bayi Nabi Musa ini) adalah penentram jiwa bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita ambil dia menjadi anak", sedang mereka tiada menyadari (Q.S. al-Qashash [28]: 9).


فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya dia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (Q.S. al-Qashash [28]: 13).

Lima Contoh Tipe Anak dalam al-Qur’an

Contoh anak tipe pertama (musuh orangtua) adalah Kan’an yang memusuhi dakwah orangtuanya (Nabi Nuh AS). 


قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia (Kan’an) bukan termasuk keluargamu, sesungguhnya (perbuatan)nya itu perbuatan yang tidak baik. Oleh sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku, sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya. (Q.S. Hud [11]: 49).

Contoh anak tipe kedua (fitnah bagi orangtua) adalah anak kecil yang dibunuh oleh Nabi Khidhr AS.


فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا

Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan anak kecil, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, padahal dia tidak membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar" (Q.S. al-Kahfi [18]: 74).


وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا

Dan adapun anak kecil (yang saya bunuh) itu, maka kedua orangtuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa anak itu akan mendorong kedua orangtuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran (Q.S. al-Kahfi [18]: 80).

Contoh anak tipe ketiga (objek kompetisi atau persaingan antar orangtua) adalah kisah dua pemilik kebun yang termaktub dalam Surat al-Kahfi. Salah seorang pemilik kebun yang sombong berkomentar bahwa keluarganya lebih mulia dibandingkan keluarga pemilik kebun yang shalih: 


وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا

Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan anak-anakku lebih perkasa (kuat)" (Q.S. al-Kahfi [18]: 24).

Menurut Ibn ‘Asyur, ayat di atas berkenaan dengan kebanggaan terkait “anak-anak atau keturunan”, berdasarkan jawaban balik yang dikemukakan oleh pemilik kebun yang shalih, terhadap pernyataan di atas, yaitu Q.S. al-Kahfi [18]: 39 


إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا

Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan anak-anak (keturunan) (Q.S. al-Kahfi [18]: 39).

Contoh anak tipe keempat (perhiasan atau kebanggaan orangtua) adalah anak laki-laki yang lebih dibanggakan oleh orangtua pada zaman Rasulullah SAW dibandingkan anak wanita; mengingat saat itu (bahkan bisa jadi hingga kini), anak laki-laki dipandang sebagai simbol kekuatan, sedangkan anak wanita dipandang sebagai simbol kelemahan.


وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ (57) وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (59)

Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak wanita. Mahasuci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki). Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak wanita, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu (Q.S. al-Nahl [16]: 57-59).

Contoh anak tipe kelima (penentram jiwa orangtua) adalah Habil bagi Nabi Adam AS; Nabi Isma’il AS dan Nabi Ishaq bagi Nabi Ibrahim AS; Nabi Yusuf AS bagi Nabi Ya’qub AS; Nabi Sulaiman AS bagi Nabi Dawud AS; Nabi Yahya AS bagi Nabi Zakariya AS; Sayyidah Maryam bagi Keluarga Imran; Nabi ‘Isa AS bagi Sayyidah Maryam.


يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَآَتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا (12) وَحَنَانًا مِنْ لَدُنَّا وَزَكَاةً وَكَانَ تَقِيًّا (13) وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا (14)

Hai Yahya, ambillah al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh; dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak. Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dan dosa); dan ia adalah seorang yang bertakwa. Dan seorang yang berbakti kepada kedua orangtuanya, dan dia bukanlah orang yang sombong lagi durhaka (Q.S. Maryam [19]: 12-14).

Sikap Orangtua terhadap Lima Tipe Anak dalam al-Qur'an

Sikap Orangtua terhadap Anak Tipe Pertama. Dalam menghadapi anak yang tergolong tipe “musuh orangtua”, sikap ideal yang dapat dilakukan orangtua berdasarkan analisis tafsir Q.S. al-Taghabun [64]: 14 adalah: 
  • Pertama, memperingatkan mereka dengan tegas, terutama terkait ajaran Islam yang memerintahkan anak agar berbakti kepada orangtua, bukan justru memusuhi orangtua. 
  • Kedua, memaafkan sikap zhalim anak; toleran (tidak mudah marah) terhadap kebodohan anak; dan gemar memohon ampunan kepada Allah SWT untuk perbaikan anak.
Sikap Orangtua terhadap Anak Tipe Kedua. Dalam menghadapi anak yang tergolong tipe “finah bagi orangtua”, sikap ideal yang dapat dilakukan orangtua berdasarkan analisis tafsir Q.S. al-Kahfi [18]: 80 adalah: 
  • Pertama, orangtua tidak sampai melampaui batas-batas syariat Islam. Misalnya, hanya atas nama kasih sayang dan hak asasi manusia, orangtua memberi izin kepada anaknya untuk berpacaran; padahal syariat Islam secara tegas melarang pacaran, karena berpotensi menimbulkan perzinahan (Q.S. al-Isra’ [17]: 32). 
  • Kedua, orangtua menjaga nilai-nilai keimanan dan berpaling dari kekafiran. Misalnya, hanya demi membiayai pendidikan anak, orangtua rela mencari rezeki melalui jalur-jalur yang tergolong perilaku syirik, seperti meminta pesugihan kepada jin-jin penghuni tempat-tempat keramat.
Sikap Orangtua terhadap Anak Tipe Ketiga. Dalam menghadapi anak yang tergolong tipe “objek kompetisi antar orangtua”, sikap ideal yang dapat dilakukan orangtua berdasarkan analisis tafsir Q.S. al-Kahfi [18]: 39 adalah: 
  • Pertama, rendah hati. Apabila seseorang menghadapi persaingan dengan sikap rendah hati, maka secara naluriah, orang lain tidak akan menganggap orang tersebut sebagai pesaing yang harus ditundukkan, melainkan sebagai mitra yang perlu dibantu maupun diajak kerjasama. 
  • Kedua, tidak iri hati (hasud). Misalnya, ketika melihat anak orang lain meraih prestasi, orangtua tidak perlu iri hati; karena dia berkeyakinan bahwa apa yang sudah menjadi “jatah rezeki” anaknya, pasti akan diperoleh si anak; sebaliknya, apa yang bukan menjadi “jatah rezeki” anaknya, pasti tidak akan diperoleh si anak (Q.S. al-Hadid [57]: 23). Jika berpijak pada Hadis, sikap orangtua yang lebih bijak adalah ghibthah (mengharapkan rezeki yang serupa). Misalnya, ketika melihat anak orang lain hafal al-Qur’an 30 Juz, orangtua berdoa agar anaknya juga dapat menghafal al-Qur’an.  
Sikap Orangtua terhadap Anak Tipe Keempat. Dalam menghadapi anak yang tergolong tipe “perhiasan atau kebanggaan orangtua”, sikap ideal yang dapat dilakukan orangtua berdasarkan analisis tafsir Q.S. al-Kahfi [18]: 49 dan Q.S. al-Nahl [16]: 57-59 adalah: 
  • Pertama, Kebanggaan terhadap anak diarahkan pada amal-amal shalih yang bersifat abadi (al-bâqiyât al-shâlihât). Misalnya, bangga ketika melihat anaknya menyerahkan wakaf tanah untuk lembaga tertentu, karena yang demikian itu tergolong amal jariyah yang pahalanya mengalir sepanjang masa; bangga ketika melihat anaknya aktif mendidik orang lain, karena yang demikian itu tergolong ilmu yang bermanfaat; bangga ketika melihat anaknya sering mendoakan orangtua, karena yang demikian itu merupakan pertanda anak shalih. 
  • Kedua, Tidak menjadikan selera budaya masyarakat sebagai acuan kebanggaan. Misalnya, ketika masyarakat bangga memiliki anak yang menjadi artis terkenal dengan jutaan fans, orangtua tidak serta merta mengikuti selera budaya masyarakat tersebut sebagai standar kebanggaan orangtua terhadap anaknya. Contoh lain, orangtua bangga melihat anaknya menjadi pengusaha kecil yang jujur; daripada menjadi pengusaha besar, namun sering menipu orang lain. Sebagaimana orangtua bangga memiliki anak wanita, sebagaimana kebanggaan memiliki anak laki-laki.
Sikap Orangtua terhadap Anak Tipe Kelima. Dalam menghadapi anak yang tergolong tipe “penentram jiwa orangtua”, sikap ideal yang dapat dilakukan orangtua berdasarkan analisis tafsir Q.S. al-Furqan [25]: 74 dan Q.S. Maryam [19]: 12-14 adalah: 
  • Pertama, Berdoa yang sungguh-sungguh kepada Allah SWT agar dianugerahi anak shalih, bahkan ketika seseorang belum menikah. Semakin lama dan sering berdoa, semakin besar peluangnya untuk dikabulkan oleh Allah SWT; sebagaimana semakin lama dan sering seorang tamu mengetuk pintu, semakin besar peluang tuan rumah membukakan pintu untuknya. 
  • Kedua, Mendidik anak dengan sungguh-sungguh sejak dini agar tumbuh menjadi anak yang berpegang teguh pada ajaran al-Qur’an dan Hadis; meneladankan sikap kasih-sayang, menjaga diri dari dosa dan menerapkan nilai-nilai ketakwaan, yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-larangan-Nya; mendidik anak agar berbakti kepada kedua orangtua; serta menjauhkan anak dari sikap sombong apalagi suka bermaksiat. Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Walhasil, al-Qur'an menginformasikan lima tipologi anak yang masing-masing disertai contoh, berikut sikap yang seyogianya ditampilkan oleh orangtua dalam menghadapi kelima tipologi anak tersebut. Wallahu A'lam bi al-Shawab.
Singosari, 10 September 2017