Peradaban Islam sebagai Sumber Pendidikan Islam
Al-Tsaqafah (Peradaban Islami) sebagai Sumber Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dibangun di atas Pondasi Peradaban Islam |
Dr. Rosidin, M.Pd.I
www.dialogilmu.com
Signifikansi Peradaban bagi Pendidikan Islam
Al-Qur’an seringkali menyeru umat muslim agar belajar dari sejarah umat masa lalu, seperti kisah para rasul yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan petunjuk bagi umat muslim (Q.S. Yusuf [12]: 111). Rasulullah SAW juga sering menjadikan pengalaman generasi masa lalu sebagai materi pendidikan, semisal kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, lalu berhasil selamat atas izin Allah SWT, setelah berdoa yang disertai penyebutan amal-amal shalih mereka (H.R. Muttafaq ‘Alaih).
Terlebih salah satu tujuan pendidikan adalah transmisi budaya dari generasi masa lalu kepada generasi masa sekarang. Jadi, sudah pasti kebudayaan maupun peradaban masa lalu akan selalu dilibatkan dalam dunia pendidikan. Misalnya, kita mencium tangan orangtua, karena mengikuti kearifan lokal bangsa Indonesia yang sudah berlangsung sejak zaman dulu.
Namun demikian, tidak semua budaya pantas dijadikan sebagai dasar pendidikan Islam. Budaya yang dimaksud hanya terbatas pada budaya terpuji yang populer dengan sebutan ‘peradaban’. Korupsi adalah contoh budaya; sedangkan literasi (baca-tulis) adalah contoh peradaban.
Sa’id Isma’il ’Ali mendefinisikan ’peradaban’ sebagai produk manusia dari interaksi antar anggota masyarakat dan memenuhi kriteria tertentu, sehingga menuntut anggota masyarakat untuk mengikutinya dalam konteks biologis, sosial dan ekonomi. Lalu peradaban tersebut diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara terus-menerus (Sa‘id Isma‘il ‘Aly, Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah (1993), h. 267).
Karakteristik Peradaban Islam
Adapun karakteristik peradaban antara lain (Sa‘id Isma‘il ‘Aly, Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah (1993), h. 268-273):
Pertama, Dapat dipelajari.
Peradaban merupakan warisan yang diperoleh manusia dari generasi sebelumnya melalui pendidikan. Oleh sebab itu, tata arsitektur dan seni Islam yang menghiasi buku-buku sejarah Islam serta lembaga-lembaga pendidikan yang beraneka-ragam mulai dari Kuttab, Madrasah, Ribath hingga perpustakaan merupakan bagian dari peradaban Islami yang dipelajari umat muslim sepanjang sejarah.
Kedua, Akumulatif.
Peradaban merupakan akumulasi dari hasil pemikiran maupun ilmu pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga terbentuk peradaban. Misalnya: peradaban Islami pada mulanya hanya terbatas pada pelajaran-pelajaran agama, lalu meluas dan merambah bidang-bidang keilmuan lainnya seperti filsafat, sejarah, geografi, fisika, kimia, matematika dan estetika.
Ketiga, Komplementer.
Hubungan saling melengkapi antara satu bagian peradaban dengan bagian lainnya, sehingga membentuk menjadi suatu peradaban yang utuh.
Keempat, Manusiawi.
Peradaban merupakan hasil produk kemampuan pemikiran dan perbuatan manusia. Produk manusia ini bersifat dinamis, sehingga berbeda dengan produk binatang yang bersifat statis. Misalnya: bentuk rumah binatang sejak dulu hingga sekarang tetap sama; namun bentuk rumah manusia selalu mengalami perubahan dari masa ke masa.
Kelima, Kontinuitas.
Peradaban merupakan warisan masyarakat yang diwariskan secara terus-menerus dari satu generasi ke genarasi lainnya. Oleh sebab itu, suatu peradaban telah melalui waktu yang panjang sehingga menjelma menjadi adat istiadat atau kepercayaan yang berlaku di masyarakat.
Keenam, Berubah-ubah.
Perabadan mengalami perubahan seiring perubahan masyarakat lintas ruang dan waktu. Artinya, cepat atau lambatnya perubahan peradaban suatu bangsa tergantung pada dimensi waktu dan lokasi geografis.
Ketujuh, Peradaban sebagai model dari realitas.
Peradaban merupakan suatu model yang menurut masyarakat wajib diikuti. Di sisi lain, peradaban tersebut mengaktual dalam bentuk realitas kehidupan masyarakat sehari-hari.
Kedelapan, Material dan immaterial.
Hasil peradaban manusia ada yang berupa material –seperti teknologi radio– dan ada yang bersifat imaterial –seperti frekuensi untuk radio–.
Kesembilan, Sosial-masyarakat.
Peradaban berkaitan dengan kehidupan sosial-masyarakat, bukan individual. Oleh sebab itu, peradaban dapat dilihat pada adat istiadat (’urf) dan undang-undang yang berlaku di suatu masyarakat.
Kesepuluh, Keaneka-ragaman dalam kesatuan.
Artinya, pada satu sisi peradaban bersifat universal, namun di sisi lain peradaban bersifat unik. Oleh sebab itu, sifat peradaban itu beraneka-ragam, akan tetapi tetap dalam satu universalitas.
Kesebelas, Penyebaran.
Peradaban mengalami penyebar-luasan dari satu tempat ke tempat lain, sehingga menjadi populer di kalangan masyarakat yang lain.
Selanjutnya Sa’id Isma’il ’Ali mengutarakan karakteristik peradaban Islami. Menurutnya, peradaban Islami bersifat integral, yaitu peradaban materi dan ruhani; peradaban inklusif, yakni mau berinteraksi dan menerima masukan dari peradaban lain, seperti Yunani, Persia dan India, namun disertai filterisasi agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai pokok ajaran Islam (Sa‘id Isma‘il ‘Aly, Usul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah (2007), h. 199-204).
Relevansi Peradaban dan Pendidikan Islam
Lebih jauh, Sa’id Isma’il ‘Ali menggaris-bawahi empat tanggung-jawab pendidikan terkait peradaban Islami:
Pertama, Transmisi. Pendidikan bertugas mentransfer informasi dan unsur-unsur peradaban dari generasi tua kepada generasi muda.
Kedua, Penyederhanaan. Ketika suatu peradaban sudah begitu banyak, sehingga sulit ditransmisikan, tugas pendidikan adalah menyederhanakannya agar dapat dipahami generasi berikutnya.
Ketiga, Seleksi. Tidak semua hasil peradaban bagus untuk generasi selanjutnya. Oleh sebab itu, tugas pendidikan adalah menyeleksi dan membersihkan peradaban dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Keempat, Menyentuh masyarakat. Mengingat peradaban adalah hakikat masyarakat, maka peradaban perlu dididikkan pada masyarakat (Sa‘id Isma‘il ‘Aly, Ushul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah (1993), h. 281-282).
Konklusi
Konklusinya, al-Qur’an dan al-Sunnah menyeru umat muslim agar menjadikan pengalaman generasi masa silam sebagai materi pendidikan; baik pengalaman positif, seperti kisah Nabi Musa AS, maupun pengalaman negatif, seperti kisah kekejaman fir’aun. Secara teoretis, pendidikan adalah proses transmisi kebudayaan dari generasi masa lalu kepada generasi masa kini, sehingga kebudayaan maupun peradaban, selalu dilibatkan dalam dunia pendidikan. Secara praktis dan historis, peradaban Islami yang mencapai puncak kejayaan pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah, merupakan hasil interaksi peradaban Islami dengan peradaban lain, seperti Yunani, Persia dan India. Atas dasar itu, wajar jika pendidikan Islam masa kini belajar dari peradaban Islami masa lalu.